Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
"Keuangan yang sehat adalah kunci ketenangan hidup." --- Safir Senduk
Efisiensi anggaran makin menjadi topik yang menarik diulik, apalagi ketika kita berada dalam situasi ekonomi sulit. Kelas menengah yang dulu merasa "aman" kini mulai terengah karena desakan atau tekanan ekonomi. Jika kita tarik garis atau benang merahnya, ceritanya panjang.
Salah satu langkah strategis yang biasanya dilakukan Pemerintah ketika berhadapan dengan persoalan ekonomi, baik global maupun domestik, tentu saja solusinya efisiensi.
Langkah ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas keuangan negara, apalagi saat mendapat tekanan seperti resesi global, kenaikan harga komoditas, atau kebutuhan untuk mendanai proyek prioritas.
Lantas bagaimana kebijakan ini memengaruhi sektor lain, seperti perusahaan dan bahkan rumah tangga?
Pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran dengan cara memotong alokasi untuk program-program yang dianggap kurang prioritas, atau menunda proyek infrastruktur yang tidak mendesak, atau dengan cara mengurangi belanja operasional.
Tujuannya jelas untuk memastikan anggaran negara tetap sehat dan bisa menopang kebutuhan penting seperti subsidi energi, kesehatan, dan pendidikan. Meskipun dalam realitasnya, langkah ini tidak selalu mulus.
Efisiensi bisa saja berdampak pada perlambatan proyek pembangunan atau justru mengurangi dana untuk program sosial tertentu, yang pada akhirnya malah berdampak kepada masyarakat secara langsung atau tidak langsung.
Kebijakan Program makan siang gratis yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia yang ditujukan untuk meningkatkan gizi anak-anak dan ibu hamil, dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahun 2025.
Dalam pelaksanaan kebijakannya , pemerintah berencana melakukan efisiensi anggaran dengan mengalihkan dana dari program lain.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR): Mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp81 triliun. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi: Pemotongan sekitar Rp22 triliun. dan Kementerian Kesehatan: Pemotongan sebesar Rp16 triliun.
Jika tidak tepat sasaran, pemangkasan anggaran di sektor-sektor ini justru menimbulkan kekhawatiran terkait penurunan kualitas layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa efisiensi anggaran dilakukan secara bijaksana agar tidak mengorbankan sektor-sektor vital lainnya.
Dalam konteks kebijakan pemerintah, penting juga untuk mengkaji apakah efisiensi anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara penghematan dan dampaknya terhadap sektor yang sensitif, seperti ketenagakerjaan dan perlindungan sosial.
Kebijakan efisiensi yang tidak terencana dengan baik dapat menyebabkan kontraksi ekonomi yang lebih besar, terutama jika memengaruhi daya beli masyarakat.
Keseimbangan atau ekuilibrium menjadi kunci utamanya. Keseimbangan antara efisiensi dan dampak yang mungkin bisa ditimbulkannya sebagai indikatornya.
Bagaimana dengan Swasta?
Dulu saat rehabilitasi tsunami mulai berkurang intensitasnya, banyak Lembaga Non Pemerintahan seperti NGO melakukan pengurangan personilnya. Begitu juga saat pandemi.
Keputusan melakukan efisiensi itu terkait berkurangnya jumlah program di lapangan dan jumlah pendanaan yang berkurang dari para donatur, sehingga mau tidak mau banyak pekerja yang dirumahkan.
Namun itulah risiko yang harus diambil sebagai bagian dari kebijakan dari lembaga atau perusahaan ketika program atau pendanaannya berkurang secara signifikan.
Terutama di sektor swasta, perusahaan memang sering kali menerapkan efisiensi anggaran dalam bentuk yang ekstrim, dari pengurangan biaya operasional, restrukturisasi, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Langkah ini biasanya dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan bisnis, terutama dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu. Namun, kebijakan seperti ini juga membawa risiko, termasuk penurunan produktivitas karyawan, penurunan kualitas layanan, dan dampak negatif terhadap reputasi perusahaan.
Sebagai contoh, banyak perusahaan memutuskan untuk mengurangi anggaran perjalanan dinas, mengoptimalkan penggunaan teknologi untuk mengurangi kebutuhan kantor fisik, atau menunda perekrutan karyawan baru.
Strategi ini mungkin efektif untuk jangka pendek, tetapi harus diimbangi dengan investasi pada inovasi dan pengembangan sumber daya manusia untuk memastikan kelangsungan bisnis jangka panjang.
Kiat Cerdas Keluarga Bertahan dalam Krisis
Dalam kondisi ketika kebijakan efisiensi dilakukan, tentu saja dampaknya bisa langsung dirasakan oleh banyak orang termasuk Rumah tangga yang bergantung pada manfaat dari perusahaan atau lembaga tersebut.
Misalnya, penundaan proyek infrastruktur bisa saja berdampak pada berkurangnya peluang kerja. Atau jika kebijakannya seperti pengurangan anggaran subsidi berdampak pada meningkatkan biaya hidup yang makin bertambah berat.
Di tingkat perusahaan, efisiensi anggaran sering berdampak pada penurunan kesejahteraan karyawan, yang pada akhirnya juga memengaruhi produktivitas mereka.
Bagi individu, dampak kebijakan ini bisa saja dirasakan dalam bentuk penurunan daya beli, ketidakpastian pekerjaan, atau meningkatnya kebutuhan untuk mencari sumber penghasilan tambahan.
Nah sebagai bagian dari lingkaran ekonomi yang paling kecil, rumah tangga, bagaimana harus bersikap menghadapi gejolak ekonomi yang mengharuskan kita melakukan efisiensi?
Efisiensi yang dimaksud tentu termasuk efisiensi anggaran yang artinya setiap rumah tangga diharuskan mengelola keuangan keluarga dengan lebih cermat. langkah ini menjadi krusial untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Seperti dikemukakan banyak pakar keuangan beberapa tips yang rasanya relevan bisa kita gunakan dalam situasi ekonomi sulit seperti sekarang ini yang membutuhkan langkah bijak kita melakukan efisiensi.
Membangun Dana Darurat
Mengapa ini menjadi bentuk solusi yang menarik?. Perlu dipahami bahwa Dana darurat sebenarnya pilar keuangan yang penting dalam sebuah rumah tangga karena bisa membantu keluarga bertahan saat menghadapi kondisi tak terduga.
Misalnya ketika tulang punggung keluarga kehilangan pekerjaan atau terjadi peningkatan biaya hidup karena faktor eksternal kenaikan harga atau inflasi.
Sehingga sebuah keluarga perlu memprioritaskan adanya alokasi dana cadangan ini sebelum mengalokasikan pengeluaran lainnya. Ini menjadi semacam Dana Darurat yang manfaatnya luar biasa dalam situasi genting dan terjepit.
Evaluasi dan Prioritaskan Pengeluaran
Tentu saja menjadi sebuah langkah bijak jika kita memulai segala sesuatu terkait keuangan kita dengan membuat sistem pencatatan semua pengeluaran rumah tangga.
Cara ini kita bisa mengidentifikasi mana yang benar-benar penting dalam arti memang -kebutuhan dasar, dan mana yang bisa dikurangi atau dihilangkan karena itu merupakan keinginan.
Artinya ada skala prioritas dalam menentukan mana kebutuhan yang penting harus didahulukan.
Buat Anggaran Bulanan
Menyusun anggaran yang realistis dan disiplin dalam mengikutinya menjadi cara jitu menjalankan efisiensi keuangan dalam rumah tangga. Pastikan anggaran mencakup tabungan untuk kebutuhan darurat.
Dalam praktik yang paling sederhana seperti menyiapkan menu sehari-hari saja, kita sering mendapatkan saran-Menu untuk seminggu, Menu untuk Sebulan--sebenarnya tujuannya selain untuk mendapatkan variasi menu bergizi, tapi pada intinya adalah kita bias mengatur anggaran belanjanya disesuaikan dengan kapasitas budget yang tersedia.
Tentu saja ini ide yang sangat menarik untuk dipraktikkan dalam situasi ekonomi sulit seperti sekarang ini.
Cari Sumber Penghasilan Tambahan
Ini dapat dijadikan solusi, jika memungkinkan, dengan cara cari pekerjaan sampingan (side job) yang bisa menambah pendapatan keluarga.
Pilih pekerjaan yang fleksibel dan tidak mengganggu pekerjaan utama. Misalnya, memanfaatkan keahlian khusus seperti memasak, menulis, atau desain grafis untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Saat ini dunia online menawarkan banyak peluang bisnis baru yang bis dilakukan dari rumah dengan berbagai macam ide.
Hindari Utang Konsumtif
Godaan diskon, dan sebagainya saat ini adalah candu yang berbahaya, karena mendorong sifat boros kita berbelanja.
Apalagi jika kita memanfaatkan fasilitas utang yang kini sangat memudahkan saat berbelanja. Utang yang digunakan untuk membeli barang konsumsi sering kali menjadi beban di kemudian hari. Fokuslah pada pengelolaan utang yang produktif.
Investasi Secara Bijak
Meskipun ini belum menjadi budaya yang umum dalam masyarakat kita sekarang ini, namun jika ada dana lebih, pertimbangkan untuk berinvestasi pada instrumen yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan keuangan keluarga.
Bagaimanapun, kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah atau perusahaan sering kali menciptakan dampak riak ke dalam kehidupan masyarakat.
Ketika pengeluaran pemerintah untuk program tertentu dikurangi, masyarakat mungkin merasa terdampak melalui berkurangnya bantuan sosial atau peluang kerja. Begitu pula dengan langkah efisiensi di perusahaan yang bisa memengaruhi penghasilan karyawan dan mengurangi stabilitas ekonomi keluarga mereka.
Namun, di sisi lain, efisiensi juga bisa menjadi momen untuk merefleksikan bagaimana kita mengelola keuangan, baik di tingkat nasional maupun pribadi. Dalam situasi seperti ini, menjaga ketahanan ekonomi keluarga menjadi prioritas utama.
Fokus pada hal-hal mendasar seperti membangun dana darurat dan mencari peluang pendapatan tambahan adalah langkah strategis yang bisa membantu kita keluar dari jerat masalah terutama untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan efisiensi yang lebih luas.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kiat Keluarga Cerdas, Jaga Ketahanan Finansial dalam Fenomena Efisiensi Anggaran"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.