Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Siswa SMPN 35 Bandung diberitakan telah keracunan makanan dari makanan yang disediakan dari catering program MBG. Ternyata, masih ada beberapa kasus keracunan yang lain. Wow!
Ternyata Makan Bergizi Gratis tak selalu seindah sebutannya. Makan Bergizi Gratis (MBG) pastinya distandarkan dengan nilai gizi tertentu yang sudah diperhitungkan oleh pemerintah dengan bantuan para ahli gizi yang ada di Indonesia.
Akan tetapi yang jadi pertanyaanya sekarang bagaimana pengawasannya?
Adakah standard kerja yang harus diikuti oleh penyedia katering yang mendapat pekerjaan menyediakan makanan tersebut?
Saya jadi ingat ketika pelajaran PKK di SMP dulu. Ada tugas membuat daftar menu makan sehari-hari, kemudian sesekali ada praktek memasak secara berkelompok di mana hasil masakannya akan dinilai oleh para guru yang mencicipi.
Tentunya, dalam membuat daftar menu dan praktek memasak dengan bimbingan para guru, anak-anak murid diarahkan untuk juga memperhitungkan nilai gizi. Nilai gizi yang harus diperhitungkan dari bahan makanan dan jenisnya, cara memasak, dan juga cara menyajikan.
Kalau bahan makanan sudah oke, tetapi dimasak dengan cara yang salah tentunya nilai gizinya juga menjadi berkurang.
Misalkan masakannya terlalu matang, atau malah masih mentah sementara bahan makanannya adalah tipe yang harus dimasak matang, dst.
Tentunya itu semua akan memengaruhi nilai gizi dari bahan makanan yang diharapkan akan memberi gizi yang baik tadi.
Cara menyajikan? Selain ada seninya, juga ada tata caranya. Contoh: jenis masakan tertentu tidak bisa langsung ditaruh dalam wadah tertutup ketika baru matang dan masih panas, karena akan mengakibatkan cepat basi.
Apalagi kalau katering dalam jumlah banyak. Antara waktu memasak dan waktu mengkonsumsi perlu diperhitungkan dengan benar.
Jangan sampai masakan sudah matang, tetapi waktu mengkonsumsi masih lama. Sementara jenis makanan yang dimasak adalah jenis yang cepat basi.
Pertanyaannya, apakah katering-katering yang mendapatkan tugas menyediakan MBG sudah dipilih dengan benar, atau asal ada saja?
Adakah ahli gizi yang memastikan bahwa makanan yang disiapkan sudah cukup gizi dan sesuai dengan aturan yan disepakati bersama?
Atau, jangan-jangan dibiarkan tanpa pengawasan dan akhirnya seperti warung-warung di pinggir jalan yang nampaknya tidak diawasi kebersihan dan kesehatannya. Yang ada hanya tukang tagih retribusi, yang tidak peduli dengan kualitas dan kebersihan makanan yang dijual.