Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sebelumnya tidak pernah terpikirkan bagi saya untuk memberikan wadah bagi orangtua, keluarga, serta kerebat yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus.
Parents Supporting Group (PSG) menjadi sebuah mekanisme berharga bagi orangtua untuk tetap memperoleh “kewarasan” pada situasi-situasi yang tidak mudah dalam menjaga, merawat, serta mendampingi putra-putri mereka.
Dalam hal memberikan pendampingan, yang selalu menjadi fokus utama adalah anak, dalam hal ini anak berkebutuhan khusus.
Sebab, terkadang kita sebagai praktisi pendampingan anak berkebutuhan khusus cenderung menjadi abai atau lupa bahwa orangtua juga butuh dikuatkan dalam menjalani hari-hari mereka.
Para orangtua tersebut bahkan tidak jarang bercerita bahwa mereka kerap mendapat perundungan (bullying) terkait keberadaan putra dan putri mereka.
Akibatnya, kebanyakan dari mereka mengambil solusi untuk menarik diri agar bisa “sehat” mental. Namun demikian tentu ini bukan hal yang baik (menyangkut tumbuh kembang) putra-putri mereka.
Bagi mereka melepaskan rasa malu dan seakan terbebani memiliki anak berkebutuhan khusus ini tentu tidaklah mudah. Apalagi kebanyakan dari mereka hidup di dalam masyarakat yang heterogen terhadap sikap penerimaan pada anak-anak “spesial” mereka.
Jadi bayangkan betapa sulitnya mereka jika masyarakat di sekitar mereka belum memiliki kesadaran yang sama dalam menerima kenyataan hidup berdampingan dengan individu berkebutuhan khusus.
Maka dari itu, para orangtua tersebut sangat membutuhkan dukungan dari keluarga dan orang lain.
Bisa dibayangkan jika masyarakat sekitar belum memiliki kesadaran yang sama dalam menerima kenyataan hidup berdampingan dengan individu berkebutuhan khusus. Yang jelas, mereka membutuhkan dukungan keluarga dan orang lain juga.
Selain itu ada beberapa orangtua yang bercerita bahwa mereka tak dapat dukungan dari pasangannya atau anggota keluarganya yang lain, sehingga mereka terpaksa menjadi “orangtua tunggal” bagi anaknya. Itu pilihan yang menjadi keharusan, tidak bisa lagi ditawar.
Mekanisme melepaskan emosi-emosi negatif dengan berbagai hal yang mendukung kesehatan mental mereka menjadi amat penting ketika mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut.
Maka dari itu, tujuan diberikannya wadah bagi para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus tak lain adalah untuk mendengarkan mereka saat bercerita serta menemani mereka saat membutuhkan kawan untuk berbagi rasa mengenai situasi-situasi sulit dalam merawat anak-anak mereka.
Dengan adanya komunitas, itu akan menjadi sarana rekreatif yang sungguh membangun kesehatan mental mereka. Hal paling penting adalah memberikan mereka dukungan.
Hadir bagi mereka dan ada di sisi mereka menjadi kekuatan besar untuk menghadapi tiap sesi perjuangan bersama anak-anak mereka.