Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pho: Sup Jalanan Vietnam yang Mendunia Ungguli Soto Ayam"
Gastronomi negara-negara ASEAN atau Asia Tenggara memang sangat kaya akan kulinernya yang identik dengan kuah kaldu.
Jika di Indonesia, makanan berkuah kaldu yang terbuat dari kaldu daging dan sayuran dinamakan soto, sroto, sauto, tauto, atau coto. Lain lagi jika menengok Vietnam.
Di Vietnam, makanan berkuah kaldu disebut dengan pho.
Pho yang dibaca feh, dengan "e" dibaca pepet dan intonasi naik ini memang masakan tradisional asal negara bekas jajahan Perancis dan Amerika Serikat ini.
Pho bisa dibilang sebagai makanan simbol dari negara Vietnam yang dapat disantap kapan saja baik saat sarapan, makan siang, makanan iseng di sore hari, makan malam, maupun di tengah malam sebagai penambal rasa lapar.
Bahan dasar pembuatan pho adalah kuah kaldu daging, mie beras Vietnam yang panjang-panjang dan gepeng dan berbagai variasi olahan daging, daun-daun dan bumbu-bumbu penyedap.
Adapun bahan untuk kaldu yang umum dipakai adalah tulang dan tetelan sapi, namun tak jarang juga memakai daging dan tulang ayam.
Proses pembuatan kaldu diperoleh dengan cara merebus daging, tetelan, dan tulang dengan api yang kecil.
Supaya kaldu terasa wangi, resep tradisional pho menyebutkan untuk memasukkan beberapa jenis rempah, seperti adas bintang, kayu manis, jahe, potongan bawang putih panggang, kapulaga (yang mungkin bisa diganti dengan kemiri), dan sedikit cengkih.
Pho disajikan di mangkuk besar dengan kuah yang banyak dan mie beras di dasarnya.
Permukaannya ditaburi dengan potongan tipis daging sapi setengah matang atau daging ayam rebus yang disuwir-suwir, maupun olahan daging lainnya seperti bakso.
Di belahan Vietnam bagian utara dengan pusatnya di kota Hanoi, pho umumnya disajikan dengan kuah kaldu panas yang sangat banyak.
Sementara di Vietnam belahan selatan dengan pusatnya Ho Chi Minh City (HCMC) yang dulu bernama Saigon, pho disajikan dengan porsi lalapannya yang begitu besar.
Lalapan itu terdiri dari begitu banyak daun-daunan dan sayuran mentah seperti daun kemangi, daun mint, daun ketumbar, potongan bawang bombai, tauge, potongan jerus nipis, dan potongan-potongan cabe merah segar.
Pada perkembangannya, pho menjadi makanan yang sangat populer di kota-kota besar di Vietnam seperti di Hanoi atau di HCMC.
De gustibus non est disputandum. Selera tidak bisa diperdebatkan.
Yang jelas pho jauh lebih "go internasional" dibandingkan soto ayam, dikarenakan beberapa hal.
Pertama, komunitas diaspora bangsa Vietnam jauh lebih besar dan tersebar dibandingkan diaspora bangsa Indonesia.
Dijajah oleh Amerika Serikat dan Perancis, hampir di seluruh kota-kota terbesar di kedua negara akan mudah kita jumpai komunitas-komunitas Vietnam yang umumnya tinggal berkelompok.
Dengan demikian, begitu mudah bagi orang-orang Vietnam di negara-negara tersebut untuk membuka warung atau kedai pho dengan pasar konsumen yang terjamin stabil setiap harinya.
Distrik (arrondissement) 13 di kota Paris, misalnya, memiliki komunitas Vietnam yang sangat besar. Hal yang sama terjadi Amerika Serikat di Orange County dengan Little Saigon-nya maupun di San Jose.
Kedua, pho yang memang jauh lebih terpasarkan dibandingkan soto ayam.
Untuk hal ini, kita boleh bertanya apakah ada strategi pemasaran gastronomi Vietnam yang kuat dari pemerintah Vietnam ataukah memang para migran atau pengusaha Vietnam di luar negeri lebih memiliki jiwa wirausaha yang lebih kuat dibandingkan orang Indonesia.
Di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung atau Surabaya, hari ini kita pasti bisa menemukan dengan mudah restoran atau kedai yang menjual hidangan pho.
Kedai pho juga mudah ditemui di kota-kota besar lain di Asia seperti Kuala Lumpur, Singapura, Bangkok, Manila, Shanghai, Beijing, Hongkong, Tokyo atau Seoul.
Tapi apakah soto ayam mudah ditemui di warung-warung atau restoran-restoran di luar negeri semudah pho ditemukan?