Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pertama, Supir yang Suka Ngebut dan Mengejar Setoran
Kebanyakan labi-labi adalah mobil kepunyaan pribadi. Namun ada juga sopir labi-labi yang menyewa labi-labi dari orang lain. Kalau seperti ini, maka jelas keuntungannya akan dibagi dua dengan pemilik mobil.
Biasanya mekanisme pembagiannya akan ditetapkan sesuai kesepakatan sopir dan pemilik labi-labi. Maka tidak heran jika didapati banyak sopir labi-labi yang kebut-kebutan guna mengejar setoran.
Ketika saya duduk di bangku SMP, kebanyakan sopir labi-labi didominasi oleh mereka yang masih tergolong muda, yaitu umur 24 hingga 28 tahun. Semangat menyopir sembari mengejar penumpang masih sangat tinggi sekali.
Namun tentu saja, kebut-kebutan di jalan dengan dalih alasan seperti itu tidak dapat dibenarkan. Karena keselamatan diri dan penumpang adalah yang paling utama dari semuanya.
Kedua, Kapasitas Penumpang yang Melebihi Muatan Normal
Pemandangan anak-anak sekolah yang bergelantungan dan duduk di atas atap labi-labi ketika pulang sekolah merupakan hal lumrah. Bahkan, fenomena tersebut masih sering pula saya jumpai hingga sekarang ini.
Jika normalnya dalam satu labi-labi memuat sekitar 15 hingga 18 orang penumpang. Namun jika banyak penumpang bergelantungan, maka jumlahnya bisa bertambah 5 hingga 8 orang sekali jalan.
Biasanya labi-labi yang seperti ini akan memilih jalan kampung untuk mengantar penumpang, agar terhindar dari razia polisi di jalanan.
Itulah sepenggal pengalaman saya dengan labi-labi, angkutan umum khas Aceh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.