Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Menyoal Kekacauan Lalu Lintas, Salah Siapa?

Kompas.com - 27/11/2022, 08:36 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kekacauan Lalu Lintas Bukan Salah Pengendara"

Dalam konteks lalu lintas, ada istilah “Sopir Medan” yang kerap kali saya dengar dalam guyonan.

Sopir Medan diasosiasikan dengan orang Medan yang mahir menyetir atau mungkin lebih tepatnya berani dan sigap.

Jangan meragukan kemampuan menyetir orang Medan, begitulah kira-kira inti guyonan tersebut. Terkesan memuji, padahal sebenarnya merupakan penggambaran sisi negatif kondisi lalu lintas di Medan.

Guyonan itu secara tidak langsung menyatakan bahwa lalu lintas di Medan berbahaya, sehingga menimbulkan kesan bahwa kemampuan menyetir seseorang akan terasah seiring bertambahnya jam terbang mengemudi di Medan.

Dari situ banyak orang beranggapan jika seseorang sudah mampu dan mahir mengemudikan kendaraannya di Medan, maka dia akan dianggap mampu mengemudi di kota mana pun.

Hal itu karena tingkat kesulitan mengemudikan kendaraan di Medan diasumsikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain.

Terlepas apakah Anda setuju atau tidak dengan anggapan tadi, saya pernah melihat seorang pelancong menumpahkan kekesalannya akan Kota Medan di blog pribadinya.

Salah satu alat ukur yang ia gunakan adalah lalu lintas. Perlu diakui memang berkendara di Medan itu harus didukung kesiagaan penuh serta refleks yang tinggi karena kendaraan atau pejalan kaki bisa muncul dari arah mana saja secara tiba-tiba.

Sebenarnya hal ini terjadi tidak hanya di Medan, di banyak kota besar di Indonesia kondisi lalu lintasnya juga semrawut jika kita membandingkannya dengan banyak kota di negara maju.

Jakarta, pada tahun 2017 menempati posisi ke-12 sebagai kota dengan lalu lintas terburuk di dunia menurut survei Inrix.

Alasan utama dari survei itu memang kemacetan, akan tetapi di tengah kemacetan itu juga ada andil ketidaktertiban berkendara sehingga lalu lintas menjadi kacau.

Padahal jika mau ditilik lebih dalam, kekacauan lalu lintas bukan soal salah pengendara semata, melainkan salah pemerintah.

  • Ketidaktahuan

Berdasarkan pengamatan pribadi, kekacauan lalu lintas turut disebabkan oleh dua hal. Pertama, pelanggaran yang disengaja. Kedua, ketidaktahuan peraturan dan etika.

Seperti misalnya menerobos lampu merah adalah jelas sebuah pelanggaran yang disengaja, begitupun dengan melawan arah. Namun, banyak kekacauan lalu lintas di jalan raya juga disebabkan oleh ketidaktahuan.

Contoh lain, banyak pengendara di jalan raya tidak paham bahwa mereka tidak diperbolehkan untuk berhendi di tengah-tengah persimpangan.

Jika kondisi persimpangan sedang macet, pengendara di jalur yang mendapat lampu hijau seharusnya tidak masuk ke area silang persimpangan tetapi menunggu sampai persimpangan cukup lengang agar dapat dilalui sebelum lampu di jalur lain berubah hijau.

Hal ini karena jika kendaraan kita terjebak di tengah persimpangan, maka kendaraan dari jalur yang lampunya telah hijau akan terhalang kendaraan kita. Demikian juga seterusnya, ketika jalur lain secara bergantian sudah mendapat lampu hijau, maka situasi akan menjadi lebih kacau.

Contoh lainnya adalah soal batas kecepatan berkendara. Banyak dari kita sebagai pengendara tidak mengetahui tentang aturan batas maksimum laju kendaraan di dalam kota.

Padahal aturan tersebut sudah tertuang dalam UU 22/2009 kemudian diperinci di Peraturan Menteri Perhubungan 11/2015.

Namun faktanya di lapangan, masih banyak pengendara yang tidak tahu soal itu dan masih memacu laju kendaraannya melebihi batas maksimum 30 km/jam jika sedang berada di kawasan pemukiman dan melebihi batas maksimum 50 km/jam di jalanan kota.

Dari situ, maka bisa dikatakan bahwa tidak banyak orang yang mengetahui tentang peraturan dan undang-undang tersebut.

  • Aturan Ritsleting

Ada aturan lain yang sepertinya jarang dipraktikkan di Indonesia, paling tidak di Medan. Aturan tersebut adalah ketika jalan menyempit, dari dua jalur menjadi satu jalur, maka seharusnya pengendara dari kedua jalur masuk secara bergantian ke jalur tunggal tersebut.

Ilustrasi penerapan aturan ritsleting di jalan raya yang menyempit.Bergman Siahaan Ilustrasi penerapan aturan ritsleting di jalan raya yang menyempit.

Ilustrasi penerapan aturan ritsleting di jalan raya yang menyempit.Bergman Siahaan Ilustrasi penerapan aturan ritsleting di jalan raya yang menyempit.

Aturan atau prinsip ini biasa dikenal dengan aturan ritsleting atau kancing tarik. Tujuan dari adanya aturan ini adalah tidak akan ada pengendara yang saling serobot, saling membunyikan klakson, dan saling bersenggolan satu sama lain.

  • Rambu dan Marka

Mungkin banyak dari kita yang sering mendengar atau melihat kecelakaan di persimpangan jalan yang tidak dilengkapi dengan lampu lalu lintas.

Adanya kecelakaan tersebut apakah artinya dengan tidak adanya lampu lalu lintas maka kendaraan dari semua arah bisa melintas sesuka hati?

Jawabannya tidak. Hal ini karena walau tidak terdapat lampu lalu lintas di sebuah persimpangan, mestinya akan ada jalur yang diprioritaskan dan jalur yang harus mengalah.

Lantas, dari mana kita sebagai pengendara bisa tahu jalur mana yang menjadi prioritas dan jalur mana yang harus mengalah?

Jawabannya tentu dari marka jalan. Di sebuah persimpangan tanpa lampu lalu lintas, pasti akan ditemukan jalur dengan marka jalan yang ditandai garis putih melintang tanpa terputus.

Jika menemukan jalur dengan marka tersebut di sebuah persimpangan tanpa lampu lalu lintas, artinya pengendara yang berada di jalur tersebut harus mengalah dan berhenti. Biasanya jalur yang harus mengalah adalah jalan yang lebih kecil.

Sebaliknya, jika menemukan jalur yang tidak terdapat garis putih melintang tanpa terputus, artinya pengendara yang berada di jalur tersebut diperbolehkan terus melaju tanpa harus berhenti.

Ketidaktahuan pengendara akan arti rambu dan marka bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena tidak pernah belajar aturan lalu lintas. Kedua, karena rambu atau markanya memang tidak ada.

Banyak persimpangan yang tidak dilengkapi lampu lalu lintas, pun tidak dilengkapi marka garis di aspal. Tak sedikit pula garis tidak terputus justru dipasang di jalan yang lebih besar.

  • Sanksi dan Tindakan Preventif

Jika merujuk pada pembahasan sebelumnya, kekacauan lalu lintas biasanya disebabkan oleh dua hal, yaitu kesengajaan dan ketidaktahuan.

Kesengajaan wajib diberi sanksi, sebagaimana yang sudah diatur di undang-undang dan peraturan lalu lintas.

Kenapa masih banyak yang melanggar? Masalahnya juga ada dua, inkonsistensi pemberian sanksi dan atau sanksinya yang tidak membuat jera.

Konsistensi sanksi tidak bisa hanya mengandalkan manusia tetapi harus dibantu hal lain, misalnya perangkat elektronik.

Manusia memiliki keterbatasan waktu dan perhatian, sementara perangkat elektronik lebih konsisten karena tidak memiliki keterbatasan seperti manusia.

Selain itu, kebanyakan sanksi masih terbilang ringan, alhasil tidak membuat jera para pelanggarnya. Sebaliknya, sanksi yang berat akan membuat pelanggarnya jera, sekaligus berfungsi sebagai instrumen pencegahan (preventif) di kemudian hari.

Sehubungan dengan sanksi ini, saya memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan saat baru tinggal di Wellington, Selandia Baru.

Waktu itu, saya dijatuhi denda akibat melewati batas kecepatan di jalan dengan aturan laju kendaraan maksimum adalah 80 km/jam. Ternyata laju mobil saya melebihi batas maksimum, yaitu 96 km/jam.

Akibatnya saya dikenakan sanksi dan diharusnya membayar denda sebesar 1,2 juta rupiah. Berkat pengalaman ini saya jadi kapok alias jera dan itu merupakan pertama dan terakhir kalinya saya overspeeding di Selandia Baru.

Kalau diingat kembali, waktu itu tidak ada polisi atau petugas yang memberhentikan kendaraan saya saat melakukan overspeeding itu. Namun, dua minggu kemudian saya mendapat surat denda yang menyatakan bahwa saya melanggar aturan kecepatan.

Dari sini bisa terlihat bahwa begitu pentingnya peran perangkat elektronik yang tetap konsisten mengawasi para pengendara di jalan raya, serta para petugas yang juga konsisten menindaklanjuti pelanggaran yang “dilaporkan” oleh perangkat elektronik tadi.

  • Pendataan

Penindakan seperti yang dilakukan petugas tas “laporan” perangkat elektronik di Selandia Baru, tentu baru efektif jika semua data kendaraan akurat.

Data yang akurat ini hanya bisa tercipta oleh sistem pengurusan surat-surat kendaraan yang mudah, murah, serta disertai sanksi yang berat sehingga pelanggar akan merasa kapok alias jera.

Di Selandia Baru, pemilik kendaraan hanya perlu melakukan secara online atau datang ke kantor pos yang tersebar di warung-warung kelontong untuk mengurus pergantian nama kepemilikan kendaraan.

Biaya untuk mengurus pergantian nama tersebut terbilang murah, hanya sekitar 90 ribuan rupiah. Dengan demikian tidak ada alasan bagi mereka untuk menunda pergantian data kepemilikan kendaraan. Pada saat yang sama sanksi pun sudah menanti.

  • Kesadaran

Upaya preventif lain adalah keberadaan rambu-rambu. Ambil contoh batas kecepatan maksimum.

Logika dasarnya, kita tahu dan mesti mengatur kecepatan karena ada rambu yang memerintahkan demikian. Semakin sering kita melihat rambu itu, maka semakin sadar kita akan aturan itu.

Ini soal logika korelasi dan psikologi manusia. Hal yang terus-menerus diingatkan akan masuk ke alam bawah sadar yang akhirnya membuat seseorang bertindak otomatis. Sebaliknya, jika tidak pernah diingatkan, maka orang akan cenderung untuk melupakan.

  • Sosialisasi dan Edukasi

Selain itu, ada pula upaya preventif lainnya berupa sosialisasi dan edukasi. Fungsinya mirip seperti rambu, semakin banyak pengendara yang tahu akan peraturan, maka asumsinya, akan semakin banyak pula pengendara yang tercegah untuk melanggar.

Hal itu bisa karena pengendara tersebut takut akan hukuman dan sanksinya atau memang mereka sadar bahwa jika mereka melanggar akan mendatangkan bahaya, tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan juga bagi orang lain.

Sosialisasi dan edukasi lalu lintas di negara maju sudah dimulai dari anak-anak di sekolah dasar. Bentuknya bisa berupa permainan atau penyuluhan.

Edukasi aturan lalu lintas untuk anak sekolah dasar di Selandia BaruBergman Siahaan via Epuni Primary School Edukasi aturan lalu lintas untuk anak sekolah dasar di Selandia Baru
Tujuannya agar pemahaman berlalu lintas anak tumbuh sedikit demi sedikit seiring bertambahnya usia. Sehingga saat dewasa, pemahaman berlalu lintas diharapkan sudah kuat.

Semua upaya dan tindakan itu merupakan satu kesatuan sistem untuk mengendalikan kekacauan lalu lintas. Peraturan, rambu, perangkat pengawas, SDM, pendataan, serta sosialisasi dan edukasi, saling menopang membentuk sebuah sistem.

Seperti filosofi sapu lidi yang kuat karena berkumpul. Tidak ada unsur yang boleh diabaikan karena pada akhirnya akan melemahkan sistem itu sendiri.

  • Tanggung Jawab Siapa?

Dari semua poin pembahasan tadi, lantas timbul pertanyaan siapa pihak yang mampu dan berwenang untuk memberi sanksi, menindak dengan konsisten, memberi sosialisasi dan edukasi, merancang proses perolehan surat izin mengemudi yang tepat, dan menyiapkan rambu-rambu?

Tentu jawabannya adalah pemerintah, di mana kepolisian bertindak sebagai bagian dari sistem tersebut.

Ada semboyan militer yang berbunyi, "prajurit tidak pernah salah". Jika prajurit melakukan kesalahan, berarti komandannya yang tidak membina.

Seorang anak balita tidak tahu apa-apa tentang norma-norma kehidupan, tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Orangtuanyalah yang punya andil dalam menentukan tingkat keterdidikan si anak seiring ia tumbuh dewasa.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau