Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dunia Kuliner kiini tak sekadar tentang rasa dan penyajian makanan, tetapi mesti menarik karena kebutuhan konten-konten vlogging.
Kadangkala karena mengejar viralitas sebagai bagian dari algoritma dunia digital di medsos, seorang vlogger kuliner seringkali melanggar yang tabu demi tujuan tersebut.
Dengan "kebutuhan" orang mendapatkan informasi yang cepat, sehingga seorang vlogger bermanfaat bisa membagikan rekomendasi tempat makan, jenis makanan, dan pengalaman menikmati kuliner, dan kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita.
Baca juga: Soal Ijazah Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Mahfud Ingatkan Jangan Sampai Cederai Logika Konstitusi
Harus diakui kita sering mengandalkan vlog kuliner sebagai referensi dalam mencari tempat makan yang menarik, aman, sehat, dan tentunya terjangkau.
Namun, fenomena ini juga membawa tantangan baru, terutama bagi mereka yang hanya berfokus pada viralitas daripada keakuratan dan kebaikan dalam memberikan informasi.
Viralitas yang Mengaburkan Tujuan
Baca juga: Mutasi Letjen Kunto Arief Batal, Pengamat: Prabowo Tunjukkan Presiden Sesungguhnya
Vlog kuliner memang kerap kali mengundang perhatian dengan cara-cara yang unik dan menarik. Tak jarang, vlogger kuliner berlomba-lomba membuat konten yang mencolok, dengan tujuan agar video mereka mendapat banyak penonton dan komentar.
Kadang-kadang terlibat sangat berlebihan, terutam jika sudah menyangkut-endorsment karena harus mengikuti tuntutan "pengorder".
Namun, dalam keinginan untuk viral, banyak vlogger yang terjebak dalam jebakan sensasionalisme yang hanya mengutamakan klik dan jumlah tayangan, tanpa mempertimbangkan kualitas dan kebenaran informasi yang mereka berikan.
Baca juga: Sejumlah Dokter Dimutasi dan Diberhentikan Mendadak oleh Kemenkes
Akibatnya, kita sebagai penonton sering kali disuguhkan dengan rekomendasi tempat makan atau jenis kuliner yang belum tentu aman, sehat, atau terjangkau.
Penyajian makanan yang sangat berlebihan atau bahkan eksentrik, tanpa penjelasan yang memadai mengenai bahan atau cara penyajiannya, bisa menimbulkan kebingungan bagi penonton. Apalagi jika vloggernya datang dari latar yang tidak siap kapasitas sebagai seorang yang semestinya mereview--setidaknya dengan benar.
Misalnya, ketika vlogger menunjukkan makanan dengan tampilan yang sangat menarik tetapi tidak memberikan informasi tentang kandungan gizi atau kualitas bahan makanan tersebut, banyak penonton yang bisa terjebak dalam bayang-bayang popularitas tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan.
Baca juga: 12 Mei 2025 Libur Apa? Cek Kalender Bulan Ini dan Tanggal Merahnya
Atau menjadikan makanan tersebut sebagai rekomendasi tapi justru membuatnya rugi dari sisi finansial dan juga kesehatan.
Kritik terhadap Vlogger Kuliner yang Asal-asalan
Dari perspektif kritis, banyak vlogger kuliner yang seharusnya bertanggung jawab dalam menyampaikan rekomendasi kuliner dengan lebih bijak.
Baca juga: Keluarga Super Irit Rilis Trailer, Keluarga Sasono Dihadapkan Banyak Masalah Finansial