Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa Rating Usia Film Diabaikan?"
Sebagai orangtua yang memiliki anak dengan usia di bawah 13 tahun, tentu paham bahwa ada batasan-batasan yang perlu diterapkan kepada sang anak.
Salah satunya adalah soal menonton film yang sedang tayang di bioskop. Film yang ditayangkan di bioskop memiliki rating umurnya masing-masing. Artinya, sebuah film baru boleh disaksikan seseorang dengan usia minimal tertentu.
Seperti misalnya film Black Adam dan KKN di Desa Penari yang tayang di bioskop beberapa waktu lalu. Kedua film itu memiliki rating usia 13 tahun ke atas.
Artinya, anak dengan usia di bawah 13 tahun belum dibolehkan dan tidak dianjurkan menonton film tersebut. Contohnya adalah anak saya sendiri. Ia masih berusia 10 tahun.
Itu artinya anak saya belum bisa menonton film Black Adam atau KKN Desa Penari, betapa pun dia memohon karena melihat anak seusianya yang mengantre ingin menyaksikan film tersebut.
Sewaktu film KKN di Desa Penari tayang di bioskop, sebagai seorang ibu saya bertanya kepada beberapa kaum ibu yang membolehkan anak-anaknya menonton film tersebut di bioskop padahal usia anaknya belum sampai 13 tahun.
Dari mereka saya mendapat beberapa jawaban sebagai berikut.
Saya jadi penasaran, tahukah mereka bahwa mengajak dan membolehkan anaknya menonton film yang memiliki rating di atas usia anak bisa mengganggu kesehatan mental dan fisik anak?
Setelah saya selidiki, sebenarnya orangtua tahu akan hal itu akan tetapi tetap mengabaikan dampak buruknya yang akan menimpa sang anak.
Alasannya karena sewaktu kecil, para orangtua itu juga sering menonton film dengan rating usia di atas usianya, namun tidak berdampak apa-apa pada kesehatan mental mereka hingga dewasa bahkan setelah memiliki anak.
Kebanyakan anak yang berusia 7-17 tahun hidup dan besar di era teknologi dan media sosial sudah begitu canggih. Akibatnya arus informasi yang mereka dapat pun tak lagi hanya dari TV, radio, atau surat kabar seperti zaman orangtua mereka dahulu.
Berita dan informasi yang mereka lihat dari internet termasuk dari media sosial, bisa berganti hanya dalam hitungan menit, bahkan detik.
Akibat dari masuknya berbagai informasi yang begitu cepat, akan membuat otak semakin cepat pula memprosesnya.
Melansir Healthline, dengan semakin cepatnya otak memproses informasi yang masuk, justru akan membuat otak melemah karena belum sempat berhasil memproses satu informasi, sudah datang informasi lain lagi.
Di samping itu menurut The Atlantic Daily, anak yang terlalu banyak menghabiskan waktunya untuk berselancar di internet dan media sosial cenderung tidak lebih bahagia dibandingkan dengan anak-anak yang jarang bermain media sosial dan internet.
Dari ketidakbahagiaan itulah akhirnya akan memunculkan gangguan mental pada anak. Hal ini akan semakin memperburuk kesehatan mental anak jika anak masih dibolehkan untuk menonton flm dengan rating usia yang jauh di atas usianya.
Selain itu, kecanggihan internet, teknologi, dan hadirnya berbagai macam media sosial juga dapat mengakibatkan anak generasi Z mengalami pubertas dini di usia kurang dari 12 tahun.
Sebab, hal itu dipengaruhi oleh produksi hormon dopamin dan melantonin yang berlebih karena pengaruh layar biru yang terdapat pada gawai.
Lantas, bagaimana sebaiknya orangtua bersikap jika anak yang belum cukup usianya ingin menonton film dengan rating jauh di atas usianya?
Tentu, orangtua harus memberikan penjelasan dan pengertian pada anak-anaknya perihal aturan menonton film sesuai rating usianya. Dalam memberikan pengertian itu, orangtua bisa melakukan beberapa hal berikut.
Pertama, beritahu bahwa rating usia dibuat bukan untuk melarang anak-anak menonton film, tetapi untuk menjaga supaya mental anak tetap baik dan tidak jadi dewasa sebelum waktunya.
Anak yang terlalu cepat dewasa sebelum waktunya akan cenderung malu untuk melakukan aktivitas yang lazimnya dilakukan anak-anak seusianya. Akibatnya dia jadi kehilangan masa kecil yang berujung pada anak tidak bahagia.
Seseorang yang masa kecilnya tidak bahagia akan memiliki masalah mental saat dewasa kelak, beberapa di antaranya seperti berikut ini.
Kedua, biarkan anak menonton trailer film dengan rating usia 13 atau 17 tahun ke atas lalu jelaskan mengapa dia belum boleh menonton film itu.
Cara ini sebenarnya boleh dilakukan boleh juga tidak. Namun bila memang ingin melakukannya, orangtua bisa menunjukkan suatu cuplikan atau trailer film dengan rating yang jauh di atas usia anaknya.
Setelah sang anak selesai menontonnya, barulah orangtua memberikan penjelasan mengapa dia belum dibolehkan menonton film tersebut secara utuh di usianya sekarang, seperti misalnya di dalam film banyak adegan perkelahian atau adegan dewasa.
Sebab, anak yang sering terpapar tontonan dengan banyak adegan perkelahian di dalamnya akan meyakini jika berkelahi itu sesuatu yang wajar, padahal tujuannya adalah untuk membela diri.
Melalui penjelasan orangtua yang baik dan runut tentang semua itu, niscaya anak tidak akan merasa dilarang.
Ketiga, alihkan dengan kegiatan lain. Orangtua bisa mencoba mengalihkan perhatian anak dengan kegiatan lain agar anak tidak melulu memikirkan tentang film yang sedang banyak dibicarakan orang.
Beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua, antara lain mengajak anak membeli buku lalu membacanya bersama-sama, melakukan aktivitas fisik outbound bersama keluarga, mengunjungi taman bermain, atau berkebun di rumah.
Keempat, terus kuatkan mentalnya. Jika anak sering diejek teman-temannya karena tidak tahu tentang film yang sedang populer di bioskop, orangtua perlu hadir mendampingi anak dan berusaha untuk menguatkan mentalnya.
Tujuannya tentu agar anak tidak merasa rendah diri alias minder ketika tidak tahu apa-apa soal film yang sedang populer di bioskop.
Lantas, bagaimana caranya?
Orangtua bisa mengatakan pada anak bahwa pembuat film punya tanggung jawab psikologis untuk menjaga anak-anak supaya tidak berkelakukan, berpikiran, dan berimajinasi yang tidak baik.
Kalau si pembuat film saja punya rasa tanggung jawab, maka kita sebagai orangtua juga harus punya rasa sayang dan tanggung jawab yang lebih besar, tidak mau anak-anak menonton film yang malahan bisa menimbulkan efek negatif bagi anaknya di kemudian hari.
Orangtua juga sebaiknya menahan diri jika ada film yang ingin sekali ditonton di bioskop akan tetapi usia anak belum boleh untuk menonton flm tersebut. Bisa tunggu sampai film itu hadir di berbagai platform streaming.
Namun, apabila memang orangtua sudah tidak tahan dan ingin sekali menyaksikan film di bioskop dengan alasan takut ketinggalan film terbaru alias FOMO, datanglah ke bioskop di waktu anak sedang sekolah atau ketika anak sudah tidur dengan catatan tetap ada orang dipercaya yang menjaganya di rumah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.