Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lilian Kiki Triwulan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Lilian Kiki Triwulan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Curug Mantras, Wisata Alam di Purbalingga yang Menenangkan Hati

Kompas.com - 10/12/2022, 17:55 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menikmati Kesegaran Curug Mantras di Desa Kramat"

Purbalingga memiliki pesona alam yang indah nan memesona. Ada banyak destinasi wisata alam yang wajib masuk rekomendasi ketika ke sana, salah satunya ialah Curug Mantras.

Curug Mantras berlokasi di Desa Kramat, Kecamatan Karangmoncol. Untuk menjangkau Curug Mantras, pengunjung hanya dapat menggunakan kendaraan roda dua dikarenakan medan yang dilalui cukup menantang. Selain itu, jalanan yang licin dan menikung juga patut diwaspadai.

Keindahan Curug Mantras di Antara Gunung Tempel dan Gunung Gombong

Setibanya di Lemah Abang, untuk mencapai Curug Mantras, pengunjung harus menyiapkan diri untuk berjalan ke lokasi dengan jarak kurang lebih 1,5 km.

Sepanjang perjalanan menuju Curug Mantras, pengunjung akan disuguhkan pemandangan dua gunung yang bertengger di kanan dan kiri jalan, yakni Gunung Tempel dan Gunung Gombong.

Menikmati pemandangan Gunung TempelKompasianer Lilian Kiki Triwulan Menikmati pemandangan Gunung Tempel

Di sebelah kiri sisi jalan, pengunjung juga akan melihat aliran irigasi yang airnya bersumber dari Curug Mantras.

Di sebelah kanan jalan, terdapat sawah yang hijau dan mulai menguning. Gugusan bukit menyapa dengan begitu lembut dan pepohonan khas hutan melambaikan salamnya.

Pohon pinus dan pohon karet berjajar berurutan diselingi dengan tanaman kopi yang sudah panen.

Langkah kaki terus menelusuri membelah hutan yang belum terjamah melewati jalan setapak yang dibangun masyarakat setempat agar mudah dilalui oleh petani glagah, kapulaga, dan juga kopi yang tumbuh subur di sana.

Tidak sedikit dijumpai warga desa yang baru pulang dari hutan dengan membawa rumput untuk pakan ternaknya di rumah. Ada pula anak-anak kecil yang baru selesai mandi di curug dengan pakaian yang basah kuyup.

Perjalanan masih setengah jalan, suara hewan bersahut-sahutan menyapa pengunjung yang baru saja datang. Burung-burung kecil beterbangan ke sana kemari, hinggap dari satu dahan ke dahan yang lain.

Berfoto di Batu BesarKompasianer Lilian Kiki Triwulan Berfoto di Batu Besar

Bebatuan besar tertata di pematang sawah. Ada pula yang harus dilewati karena berada di tengah jalan. Batu inilah yang menjadi pembatas untuk pengendara sepeda motor yang masuk hingga ke dalam hutan.

Gemercik air yang mengalir begitu menenangkan, hingga rasa lelah yang ada hilang seketika. Desir sungai yang mengalir di bawah sana menandakan Curug Mantras sudah ada di depan mata. Benar saja, Curug Mantras dengan kondisi airnya yang jernih sudah nampak.

Tak sabar rasanya ingin segera menceburkan diri ke sana. Udara begitu sejuk serta pepohonan mengayun perlahan. Lewati sebuah jembatan bambu yang sudah mulai usang dan rapuh, di seberang sana ada tanah yang cukup luas untuk menaruh perlengkapan dan melepas alas kaki.

Bermain Air Menikmati Kejernihan Curug Mantras

Kurang pas memang kalau pergi ke curug tanpa menikmati kejernihan airnya. Saatnya untuk turun menikmati pesona Curug Mantras. Dengan ketinggian kurang lebih 4 meter dan kedalaman 1,5 meter, pengunjung yang datang bisa bermain air dengan sepuasnya.

Banyak pula anak-anak yang berenang di sana atau orang biasa menyebutnya dengan ciblon atau bermain air. Ada dari mereka yang lompat dari batu yang tinggi ke dalam aliran air.

Bermain air di Curug Mantras Kompasianer Lilian Kiki Triwulan Bermain air di Curug Mantras

Bagi mereka yang ingin bermain air tapi tidak ingin berbasah-basah ria juga bisa duduk di bebatuan yang ada di sana. Bebatuan yang cukup besar dan bisa dilewati oleh siapapun. Namun, tetap harus hati-hati agar tidak sampai terpeleset karena beberapa batu yang ditapaki terasa licin.

Makan di Pinggir Curug dengan Beralaskan Daun Pisang

Selesai bersenang-senang dan bermain air di Curug Mantras, tidak ada salahnya untuk menyantap bekal yang sudah dibawa. Beralaskan daun pisang, makan pun terasa lebih nikmat meskipun hanya dengan menu yang sangat sederhana.

Puas dengan keindahan yang ditawarkan di Curug Mantras, maka sudah saatnya untuk kembali pulang ketika matahari sudah tepat berada di atas kepala.

Di sepanjang jalan menuju pulang pun tidak ada salahnya berhenti sesaat untuk mengabadikan foto.

Ada banyak spot foto yang menarik dan bisa dijadikan sebagai latar belakang pemandangan yang menawan.

Di Lemah Abang, hamparan sawah dan pegunungan yang kokoh juga bisa menjadi spot foto yang luar biasa.

Pesona alamnya begitu memikat hingga membuat hati tertambat untuk berlama-lama di sana.

Curug Mantras bukanlah satu-satunya curug yang ada di wilayah Purbalingga. Masih banyak curug-curug lainnya yang bisa dinikmati dengan berbagai keunikan dan keindahannya.

Purbalingga memang pantas mendapat julukan"Kota dengan Seribu Curug". Karena ada banyak sekali curug yang bahkan belum tersentuh dan tersembunyi di balik pegunungan yang ada di Purbalingga.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau