Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Beberapa waktu belakangan isu soal resesi seks yag tengah melanda beberapa negara sedang hangat menjadi perbincangan.
Negara-negara seperti Amerika, Cina, Jepang, dan Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan jumlah kelahiran.
Hal ini tentu saja akan membawa kekhawatiran tersendiri mengingat akan memengaruhi tingkat ekonomi suatu negara.
Namun sebenarnya, apa itu resesi seks?
Resesi seks adalah menurunnya kemauan masyarakat untuk menikah dan melakukan hubungan seks dalam rangka memiliki keturunan.
Menurunnya kemauan tersebut dipicu oleh keengganan mereka untuk memiliki anak dan lebih memilih untuk memiliki sedikit anak saja.
Istilah resesi seks pertama kali diperkenalkan oleh Kate Julian dalam tulisannya di The Atlantic.
Kate merujuk istilah resesi seks ini dari kebiasaan dan aktivitas seks yang dilakukan oleh orang Amerika Serikat yang cenderung terus menurun dari waktu ke waktu.
Padahal seks merupakan kebutuhan alami manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri dan hasrat seksual untuk memungkinkannya memiliki keturunan.
Ketika hasrat dan keinginan itu menurun, maka tentu ada sesuatu yang salah dan patut dipertanyakan.
Sebenarnya apa yang menyebabkan terjadinya resesi seks? Apa akibatnya jika banyak negara mengalami resesi seks?
Selain melanda Amerika Serikat, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, resesi seks juga berpotensi melanda Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, bahwa Indonesia bisa berpotensi mengalami resesi seks.
Gejalanya seperti dilansir dari kompas.com, sudah bisa terlihat dengan usia pernikahan yang semakin tinggi. Sekarang tidak lagi banyak pasangan dengan usia muda yang menikah dan malah lebih memilih untuk menunda pernikahan.
Jika fenomena resesi seks ini terus berlanjut tentu akan memberikan dampak bagi negara-negara yang mengalaminya.