Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Afif Auliya Nurani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Afif Auliya Nurani adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ini Sebab Anak Sulit Terbuka pada Orangtua dan Cara Mengatasinya

Kompas.com - 26/12/2022, 19:48 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Suatu hari saya mendapat cerita dari Aurora (bukan nama sebenarnya) yang mengatakan bahwa dia mulai menarik diri dari orangtuanya lantaran kejadian ia dimarahi orangtuanya karena sesuatu yang sebenarnya adalah kesalahpahaman.

Aurora sering membuat status di media sosialnya. Suatu hari dia membuat status yang isinya umpatan. Orangtuanya melihat status anaknya itu kemudian menganggap kalau umpatan itu ditujukan padanya.

Sejurus kemudian orangtuanya memarahinya. Marahnya orangtua Aurora tak hanya sekali dua kali, karena kesalahpahaman itu orangtuanya jadi sering sekali memarahinya.

Hingga akhirnya Aurora memutuskan untuk mengunci media sosialnya, termasuk juga memblokir media sosial orangtuanya agar orangtuanya tak tahu status apa yang dibuatnya di media sosial.

Selain cerita Aurora yang menarik hubungan dari orangtuanya, belum lama ini juga kita mendengar seorang anak yang tega meracuni seluruh anggota keluarganya hingga tewas (Kompas, 2022)

Kejadian itu terjadi bulan November lalu. Motif pembunuhan itu diduga lantaran sang anak merasa sakit hati dan juga karena trauma psikis yang telah lama terpendam.

Masih dilansir dari Kompas, orang terdekat keluarga mengaku bahwa pelaku yang masih berusia 22 tahun itu dikenal sebagai anak yang pendiam.

Poin penting dari contoh kasus tersebut adalah seorang anak yang dikenal sebagai anak pendiam. Perlu diketahui, anak yang dikenal pendiam biasanya cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya, malas berinteraksi, dan enggan untuk banyak bicara.

Hal itu tentu terjadi karena alasan tertentu. Dalam sebuah buletin Teach Early Years mengungkapkan bahwa sikap pendiam seseorang akan berdampak pada kemampuan berkomunikasinya,

Dengan menurunnya kemampuan berkomunikasi seseorang, maka selanjutnya akan mengakibatkan rendahnya kepercayaan diri, senantiasa ragu atau merasa serba salah dalam mengambil keputusan, dan tidak yakin atas perbuatan maupun perkataannya sendiri.

Jadi, komunikasi adalah faktor utama yang mesti dibangun dengan baik. Sebab, masalah komunikasi yang tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang fatal terhadap keberlangsungan hidup dan kesehatan mental seseorang.

Kejadian seperti anak yang menutup diri dari orangtuanya hingga anak yang tega membutuh anggota keluarganya menimbulkan sebuah pertanyaan: bagaimana bisa seorang anak merasa begitu sulit untuk terbuka dengan orangtuanya sendiri?

Pola Pengasuhan Otoriter dan Oversharing

Faktor yang turut berpengaruh terhadap dekat atau tidaknya anak dengan orangtua adalah pola pengasuhan yang diterapkan orangtua.

Tak jarang, orangtua merasa bahwa dirinya lebih dominan dan memegang kendali penuh di dalam keluarga. Hal ini tentu akan memengaruhi sikap orangtua kepada anaknya.

Orangtua menganggap bahwa apa yang ia instruksikan pada anaknya adalah mutlak dan harus benar. Padahal, sang anak juga memiliki hak yang sama untuk mengungkapkan pendapatnya.

Pola asuh seperti ini termasuk dalam tipe pengasuhan otoriter (mengekang). Akibat pola pengasuhan otoriter ini, sang anak akan selalu merasa disalahkan dan diatur sedemikan rupa oleh orangtuanya tanpa sedikitkpun mengindahkan perasaan dan pendapat anaknya.

Anak yang tumbuh dengan pola asuh otoriter ini juga akan cenderung memiliki self-esteem yang rendah jika dibandingkan anak yang tumbuh dengan pengasuhan lain seperti permisif dan demokratis.

Maka tak heran bisa kemudian anak yang tumbuh dengan pengasuhan otoriter dari orangtuanya akan cenderung menutup diri bahkan tak jarang menjadi anak yang problematik dan rebel.

Selain itu, faktor lain seperti jarangnya berinteraksi dengan anak lantaran kesibukan orangtua, sering memotong perkataan anak, selalu berprasangka negatif terhadap anak, terlalu sering menegur anak di muka umum, atau tidak terbuka pada anak juga bisa membuat anak menjadi lebih pendiam dan menarik diri dari orangtuanya.

Ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan media sosial di zaman sekarang tak lepas ikut menyumbang permasalahan baru dalam pengasuhan.

Zaman sekarang, banyak orangtua yang mengerti media sosial akan membagikan kelakukan anak mereka di media sosial.

Padahal bisa saja apa yang orangtua itu bagikan membuat sang anak merasa tak nyaman. Terutama jika yang dibagikan adalah hal-hal yang dianggap tidak baik oleh orangtua yang dilakukan dilakukan anaknya.

Apa yang dibagikan orangtua terkait anaknya di media sosial bisa saja menimbulkan pro dan kontra dari orang-orang yang melihatnya.

Apalagi sesuatu yang dibagikan itu adalah sesuatu yang membuat sang anak mereasa tak nyaman, seperti misalnya ketika sang anak mengungkapkan ekspresi kejujuran emosinya.

Jika sudah begitu, sang anak pun akan berpikir ulang ketika ingin menceritakan atau mengungkapkan suatu hal kepada orangtuanya. Sang anak akan merasa kalau nanti apa yang ia ungkapkan hanya akan menjadi “konten” media sosial orangtuanya saja.

Oleh karenanya, fenomena oversharing yang dilakukan banyak orangtua di media sosial selain akan mengundang pro dan kontra banyak orang, juga akan menjadi penyebab anak lebih menutup diri dengan orangtua mereka.

Healthy Communication, Healthy-Mentally-Family

Melakukan komunikasi yang "sehat" merupakan salah satu tindakan preventif dan solutif bagi orangtua agar anak lebih terbuka kepada mereka.

Terjalinnya komunikasi yang baik antara orangtua dan anak sangat penting untuk membangun hubungan positif serta akan memudahkan orangtua dalam membicarakan hal-hal yang lebih kompleks dengan anak di kemudian hari.

Komunikasi tidak hanya soal mengekspresikan pikiran dan/atau perasaan, namun juga tentang respons dan tingkah laku yang ditunjukkan.

Secara sederhana, terdapat 3 kata kunci yang harus diingat orangtua dalam rangka membangun komunikasi yang sehat dalam keluarga.

Pertama, don’t judge. Sebagai orangtua jangan lekas menghakimi atau buru-buru mengambil kesimpulan tanpa alasan yang jelas.

Ketika anak memutuskan untuk bercerita dan mengakui hal-hal yang kurang nyaman didengar, cobalah untuk tetap tenang dan menanggapinya tanpa tendensi apapun.

Usia anak-anak hingga remaja cenderung akan berhenti bercerita bila ia khawatir akan adanya penghakiman dan kritikan dari orangtuanya yang bakal diterimanya. Jadilah orangtua yang mau mendengarkan dengan baik dan jangan mudah menghakimi.

Kedua, don’t interrupt. Menjadi orangtua, usahakan untuk tidak mudah menyela ketika anak sedang bercerita atau mengungkapkan pendapat serta emosinya.

Apalagi orangtua memotong cerita anak dengan nasihat-nasihat yang sebenarnya tidak (atau mungkin, belum) dibutuhkan sang anak.

Tak jarang anak yang memutuskan untuk mulai bercerita kepada orangtuanya bukanlah untuk mencari solusi atau validasi, melainkan untuk menjadikan orangtua sebagai cermin agar mereka dapat berinstrospeksi diri.

Dengan membiarkan anak menyelesaikan apa yang sedang diceritakan atau diungkapkan, maka sang anak akan merasa dihargai. Jika sudah begini, rasa percaya anak kepada orangtua akan tumbuh dengan sendirinya.

Ketiga, don’t force. Tak jarang meski orangtua sudah berusaha peduli dengan cara mengajak anak bicara dengan baik, sang anak tetap memilih untuk menutup diri.

Barangkali anak tetap menutup diri karena masih membutuhkan waktu untuk memproses emosi dan pengalamannya sebelum memutuskan untuk menceritakannya pada orangtua.

Oleh karenanya, sebagai orangtua ketika mengetahui anaknya tidak atau belum ingin bercerita jangan lantas memaksa anak untuk mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan. Beri mereka ruang serta waktu.

Namun, bagaimanapun orangtua dengan berbagai macam cara pengasuhan yang dipilih tentu dimaksudkan untuk kebaikan anak-anaknya.

Jadi, teruslah berusaha dan belajar untuk selalu menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa Anak Sulit Terbuka kepada Orangtuanya?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau