Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Suatu sore banyak orang mulai berkerumun di dalam sebuah pelataran teras rumah.
Sebab, sore itu adalah waktunya pemutaran dongeng berseri bahasa Sunda yang dibawakan oleh seorang pendongeng terkenal, Mang Barna di sebuah stasiun radio ternama Bandung, Radio Litasari 1026 AM.
Masa-masa itu saya alami di tahun 1980-an hingga 1990-an akhir. Pada waktu itu siaran radio dongeng berbahasa Sunda menjadi siaran favorit banyak orang.
Selain dongeng, juga ada pemutaran berbagai macam lagu, seperti lagu kenangan, lagu daerah, dangdut, pop, rock, jazz, dan genre musik lainnya.
Di berbagai siaran radio, pendengar juga bisa berkirim salam atau meminta diputarkan lagu yang mereka sukai dengan cara menelepon langsung ke statiun radio tersebut.
Saya juga pernah menelepon ke radio dan mengirim salam serta meminta diputarkan lagu, Biasanya saya menelepon melalui telepon koin atau dari warung telekomunikasi alias wartel.
Ketika salam yang kita kirim dibacakan serta lagi yang kita minta diputarkan oleh penyiar radio, rasanya senang sekali.
Dengan begitu pendengar menjadi merasa dekat dengan sang penyiar. Karenanya radio selalu mendapat tempat di hati para pendengarnya.
Selain menjadi sumber saluran informasi, siaran radio juga berperan sebagai teman banyak orang dalam beraktivitas.
Apalagi ketika siaran radio berbasis Frequency Modulation (FM) mulai marak pada tahun 1990-an, siaran radio terasa semakin hidup.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.