Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siti Khusnul Khotimah
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Siti Khusnul Khotimah adalah seorang yang berprofesi sebagai Mahasiswa. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Strategi Memberikan Pekerjaan Rumah yang Efektif kepada Siswa

Kompas.com - 17/01/2023, 16:43 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pekerjaan Rumah (PR) merupakan hal yang sering dibebankan guru kepada pelajar dengan harapan dapat mengulang kembali pelajaran di sekolah.

Namun pada kenyataan di lapangan, banyak siswa yang keberatan dengan skema pekerjaan rumah. Beberapa siswa, terutama siswa saya sendiri mengeluhkan karena setiap guru sudah memberi PR yang menurut mereka sulit.

Sebagai guru, saya menganggap PR adalah salah satu alternatif untuk membujuk siswa agar mau membuka kembali pelajaran di kelas, begitu tiba di rumah. Akan tetapi, mekanisme sekolah yang mengatur siswa masuk jam 7 dan pulang jam 4, membuat siswa menjadi kelelahan.

Terlebih lagi, ketika di rumah tidak ada dukungan moral dari orangtua agar anak mengecek kembali tugas-tugas sekolahnya. Hal ini akan menjadi kebiasaan, sehingga walaupun PR yang diberikan guru hanya sedikit, siswa akan tetap mengeluh dan keberatan.

Saya memandang fenomena semacam ini sebagai lompatan zaman. Mungkin, dulu saat saya masih berstatus sebagai siswa, PR adalah bagian dari kewajiban yang harus saya penuhi.

Sebelum orangtua saya menanyakan tugas hari ini, saya sudah harus menyelesaikan PR dari guru-guru di sekolah agar dapat meminta orangtua saya mengoreksi jawaban PR saya.

Tentu saja kebiasaan semacam itu tidak lagi dapat diharapkan pada anak-anak zaman digital. Mengerjakan PR menjadi sesuatu yang berat, karena kebetulan siswa/i saya di tingkat SMA harus menunda kegiatan bermedia sosial sampai PR selesai dibuat.

Kecenderungan semacam itu yang melunturkan keinginan siswa untuk belajar atau sekadar mengerjakan PR di rumah.

Lantas kalau PR dihapuskan, bagaimana cara orangtua memastikan anaknya belajar?

Strategi Memberikan PR yang Efektif Bagi Siswa

Saya selalu guru diimbau untuk tidak memberikan PR, maka saya akan memberikan stimulus lain supaya anak tetap belajar. Akan tetapi, kesuksesan dari gagasan saya ini juga harus mendapat dukungan dari sekolah dan orangtua siswa.

Ide alternatif saya untuk menggantikan eksistensi PR yang dipandang sebagai "beban" bagi siswa adalah menginisiasi siswa untuk membuat proyek berkelompok.

Proyek ini paling tidak dapat selesai dengan dua pertemuan, yang berarti membutuhkan waktu pengerjaan selama 2 minggu.

Apabila hanya saya saja yang menerapkan skema pembelajaran proyek, maka siswa akan tetap merasa keberatan karena PR dari guru yang lain.

Namun, jika sekolah memfasilitasi para guru untuk menyusun silabus pembelajaran berbasis proyek di sekolah, maka gagasan ini dapat menjadi integrasi antar-mapel yang saling berkaitan.

Tidak hanya sampai di situ, peran orangtua juga sangat penting untuk memastikan siswa mengerjakan proyek dengan teman sekelompoknya.

Tugas orangtua di sini adalah sebagai pengawas di rumah yang diharapkan mampu memberikan feedback atau saran pada pengerjaan proyek anaknya.

Apabila ekosistem pembelajaran ini sudah terbentuk dan berjalan saling beriringan, saya yakin, tidak akan ada lagi siswa yang mengeluhkan PR dan malas menyelesaikannya.

Kita sebagai guru perlu menanamkan komitmen dan sikap kooperatif pada siswa. Hal ini bertujuan agar mereka dapat memilih jenis proyek yang ingin mereka kerjakan, serta bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan proyek mereka sampai tuntas.

Semua rangkaian proses itu harus dikerjakan secara berkelompok, agar sesama siswa dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang masing-masing.

Saya sudah beberapa kali menguji coba pembelajaran berbasis proyek di kelas. Kebetulan, karena saya mengajar fisika, saya jarang sekali memberikan tugas di rumah untuk menyelesaikan soal-soal yang sulit dan bikin kepala rasanya mau meledak.

Saya ingin siswa/i mampu berkreasi, karena fisika atau lebih luasnya lagi, sains, bukan hanya teori cocoklogi dari hasil kombinasi angka, huruf, dan simbol-simbol dari Yunani.

Fisika dapat dieksplorasi apabila kita selalu guru "MAU" dan "MAMPU" membaca karakter setiap siswa.

Proyek kolaborasi saya dimulai dengan meminta siswa memilih beberapa jenis percobaan sederhana yang mengacu pada teori yang diulas pada buku pelajaran. Apabila sumber daya materialnya mudah dijangkau, dengan segera saya meminta salah seorang siswa untuk membagi kelompok dan mencatat segala hal yang diperlukan.

Kekuatan dari proyek kolaborasi adalah komunikasi dan empati. Komunikasi yang baik akan memunculkan rasa empati antar-siswa, sehingga dapat meminimalisir konflik "kesenjangan" yang umum kita jumpai dalam pergaulan siswa. Adapun empati, tentu saja dihasilkan dari pola komunikasi yang sehat dan transparan.

Semua pembelajaran itu dapat kita lakukan di kelas, asal mau berusaha dan bersabar.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Eksistensi PR antar Generasi"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Buka Warung Makan, Kapan Waktu yang Tepat Rekrut Pegawai?

Buka Warung Makan, Kapan Waktu yang Tepat Rekrut Pegawai?

Kata Netizen
Katanya Susah Nabung, tetapi Belanja Terus

Katanya Susah Nabung, tetapi Belanja Terus

Kata Netizen
BIsakah Menjamin Ketahanan Pangan lewat Real Food?

BIsakah Menjamin Ketahanan Pangan lewat Real Food?

Kata Netizen
Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau