Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Tahun 1998, saat krisis moneter (krismon) melanda, ayah saya terkena pemutusan hubungan kerja alias PHK dari perusahaan tempatnya bekerja.
Setalah ayah saya terkena PHK, otomatis waktu itu penghasilan yang diterima keluarga kami hanya berasal dari Ibu saya yang berprofesi sebagai guru SD. Statusnya sudah PNS.
Akan tetapi, pada waktu itu gaji seorang guru belum serupa saat ini. Dulu, belum ada yang namanya sertifikasi guru.
Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, saya yang paling merasakan dampak PHK ayah saya ini.
Di tahun 1998 itu tanpa sepengetahuan kedua orangtua, saya akhirnya memutuskan untuk cuti kuliah. Ketika cuti kuliah ini saya mengisi waktu dengan berbagai kegiatan yang sekiranya bisa menghasilkan uang.
Alhasil karena waktu itu dekat dengan pemilu, saya aktif membantu pendataan pemilih. Dari sini saya mulai dapat penghasilan sendiri.
Suatu hari, ayah saya berpesan bahwa jika nanti saya memutuskan untuk berkeluarga, upayakan cari istri yang juga bekerja dan memiliki penghasilan sendiri.
Jadi, jika ada sesuatu, seperti PHK misalnya, maka masih ada penghasilan cadangan atau gardan cadangan.
Ayah saya menggunakan istilah gardan untuk menjelaskan soal penghasilan atau gaji yang dimiliki masing-masing pasangan suami-istri.
Menurutnya, jika salah satu pihak, baik suami atau istri terkena PHK, maka keuangan keluarga tersebut masih bisa diselamatkan oleh penghasilan pihak yang tak terkena PHK.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.