Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Belum lama ini ada seorang food vlogger yang merasa tidak dihargai oleh pemilik rumah makan. Padahal menurut sang food vlogger meski ia telah menunjukkan jumlah pengikut di media sosial, pemilik restoran tetap tidak menjamunya sesuai dengan harapannya.
Sang food vlogger mengharapkan setelah menunjukkan pengikutnya di media sosial, ia akan mendapat jamuan makanan gratis dengan exposure darinya sebagai ganti bayarannya.
Memang bisa dipahami, sebagai seorang pemilik bisnis ketika ada seorang food vlogger datang dan mengajukan penawaran akan membayar produknya dengan exposure, bisa saja ia akan merasa seperti ditodong.
Pada akhirnya, karena sang food vlogger merasa tidak mendapat jamuan yang sesuai, ia pun menyampaikan keluhannya. Tak lama kemudian, keluhannya tersebut mendapat sorotan tajam dari warganet.
Akan tetapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan exposure?
Dalam konteks bisnis, exposure diartikan sebagai keuntungan berkat kegiatan yang dilakukan oleh seorang influencer yang memopulerkan produk bisnis.
Sementara influencer sendiri mengacu pada orang atau entitas yang memiliki kemampuan memengaruhi opini dan periaku pengguna media sosial.
Dalam contoh kasus tadi, satu hal yang diributkan adalah soal branding.
Bagi pemilik usaha, branding berkaitan dengan citra yang dibangun dan kredibilitas bisnis secara menyeluruh.
Dengan memperkuat branding, perusahaan dapat menancapkan kesan mendalam di kepala audiens tentang barang dan jasa yang ditawarkan.
Kegiatan memperkuat branding itu meliputi iklan produk, memasang papan nama, menunjukkan eksistensi, dan segala upaya peningkatan kesadaran pemirsa terhadap produk hingga jenama.
Kesadaran penonton, tak terkecuali followers, dibangun dengan adanya liputan berupa fotografi, videografi, dan narasi tentang produk. Dulu ditayangkan di televisi. Kini semua itu mulai bergeser dan juga tersedia di media sosial.
Berkaitan dengan ihwal tersebut, saya pernah berurusan dengan kegiatan branding. Kemudian acara itu saya sederhanakan menjadi dua aktivitas.
Di tahun 2000-an saya pernah mengelola sebuah semi-fine dining restaurant dan kafe. Saat itu beberapa kali di area pelayanannya digunakan sebagai latar pengambilan gambar film. Tak jarang pula digunakan sebagai lokasi syuting program musik di televisi.
Untuk mendukung semua kegiatan tersebut, biasanya pihak restoran akan menyediakan kebutuhan seperti makanan, minuman, hingga suplai listrik.
Dengan adanya kegiatan syuting tersebut, otomatis salah satu bagian restoran akan masuk ke dalam gambar yang kemudian nantinya akan terlihat oleh banyak orang ketika sudah tayang di televisi.
Apakah kegiatan syuting seperti itu perlu membayar pihak restoran?
Biasanya tidak. Sebab, pemilik bisnis akan memilih menukar semua makanan, minuman, tempat, dan lain sebagainya yang telah ia keluarkan dengan kredit berupa penyantuman nama restoran tempat pengambilan gambar pada tayangan yang dimaksud.
Satu hal yang perlu diingat adalah kegiatan ini bisa berjalan lancar karena sebelumnya memang sudah tercapai kesepakatan antara pihak restoran dengan pemilik program televisi tentang apa saja yang perlu disediakan dan kompensasinya.
Maka dari itu, sebelum memutuskan untuk memberikan sesuatu yang gratis dan cuma-cuma kepada seorang influencer, pastikan dulu kamu sebagai pemilik produk bisnis juga mendapat keuntungan yang setimpal dengan ditetapkannya perjanjian dan kesepakatan tertentu.
Di tahun 2017 saya pernah mendampingi kerabat yang sedang merintis sebuah usaha kuliner terkait kegiatan promosi usahanya.
Salah satu upaya promosi yang dilakukan adalah dengan membuat sebuah liputan di media online.
Tak butuh waktu lama, saya langsung menghubungi pihak media online dan berdiskusi terkait upaya-upaya promosi dan benefit yang akan diterima kedua belah pihak.
Setelah melewati beberapa kali proses diskusi, akhirnya kesepakatan dan penentuan waktu eksekusi pun tercapai.
Ketika hari yang telah disepakati tiba, dari pihal pemilik bisnis menyajikan produk bisnisnya yang berupa mi ayam dan bakso.
Mi ayam dan bakso yang disajikan kepada peliput dari media online disajikan sedemikian rupa sehingga terlihat begitu menarik dan menggugah selera.
Dari hasil liputan ini beberapa gambar yang estetik pun kemudian dimuat di media online tersebut. Ulasan soal makanan yang diberikan pun profesional. Bagus.
Imbas dar promosi di media online tersebut, warung mi ayam dan bakso kerabat saya ini hampir setiap hari dipenuhi pengunjung.
Pentingnya Membangun Kesepakatan
Dari dua pengalaman yang saya ceritakan tadi ada pembelajaran penting yang bisa diambil oleh para pemilik usaha, terutama pengusaha kuliner.
Dalam menjalin kerja sama product branding dengan pihak media online, influencer, maupun stasiun tv, pemilik bisnis kuliner perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini.
Mengetahui kredibilitas pihak yang akan bekerja sama. Kalau influencer bisa dilihat dari jumlah pengikut, cara dan kekerapan berinteraksi.
Memahami kemahiran spesifik dalam membahas satu bahasan. Contoh, almarhum Bondan Winarno punya gaya bahasa meyakinkan dalam mengulas makanan. Saya bisa tahu bahwa produk yang dibahas biasa-biasa saja, enak, atau enak sekali adalah dari cara bertutur beliau.
Membangun kesepahaman dan kesepakatan antara pihak pengulas atau pengguna properti pemilik usaha.
Memasukkan biaya-biaya (kecuali listrik ya, susah menghitungnya) ke pos biaya promosi. Saya ambil kebijakan, angka tersebut at cost price (biaya langsung sebelum ditambah overhead dan laba).
Dengan kesepakatan itu, masing-masing pihak mengetahui apa yang perlu disediakan atau tidak. Pemilik bisnis menyediakan produk terbaiknya. Pengulas mereviu hidangan disajikan dengan sungguh-sungguh sesuai keahlian yang disodorkan. Pengguna memperlakukan produk dan pemilik usaha secara pantas.
Cara-cara kerja sama di atas patut diperhatikan oleh pemilik bisnis dalam menghadapi pihak ketiga yang sekiranya berpengaruh terhadap branding produk, tempat, dan jenama. Pihak ketiga yang dimaksud bisa dari stasiun tv/rumah produksi, media online, influencer, food blogger atau vlogger, dan semacamnya.
Dengan adanya kesepakatan kelak antara mereka dan pemilik bisnis maka tidak akan menimbulkan dispute. Jadi, perselisihan ramai yang terjadi baru-baru ini di jagat maya diharapkan tidak akan terjadi.
Jadi jangan sampai ada lagi pihak yang "menodong" dengan bayar pakai exposure setelah membuat foto atau video atas makanan-minuman yang telah dihabiskannya tanpa konfirmasi terlebih dulu.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Buat Kesepakatan sebelum Bayar Pakai Exposure"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.