Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ia meminta saya untuk memberi nasihat kepada anaknya untuk tidak lagi merokok, sebab ia merasa apapun yang ia katakan tak dihiraukan oleh anaknya.
Di tempat terpisah, saya kemudian bertanya kepada sang anak terkait alasan mengapa ia memutuskan untuk merokok. Alasan yang dikemukakan adalah karena ia melihat orang terdekatnya di dalam rumah, yang tak lain adalah ayahnya sendiri, juga merokok.
Baginya, aktivitas merokok yang dilakukan sang ayah merupakan aktivitas yang mengasyikkan karena ketika ayahnya merokok terlihat lebih leluasa untuk bersenda gurau dengan teman-temannya.
Terkait hal ini, ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa jika ada orangtua yang merokok, maka anak-anaknya memiliki potensi untuk ikut menjadi perokok.
Paparan asap rokok yang diterima ketika orangtua sedang merokok akan membuat sang anak menjadi perokok pasif.
Hal itulah yang akan memengaruhi persepsi mereka tentang merokok dan meningkatkan kemungkinan mereka untuk ikut mencoba rokok.
Selain itu, orangtua khususnya ayah yang seringkali dijadikan sosok otoritas dalam keluarga dapat menjadi model perilaku bagi anak-anaknya.
Ketika sang ayah merokok, apalagi di dalam rumah dan di hadapan anak-anaknya, Sang Anak akan melihat itu sebagai perilaku yang diterima atau bahkan diinginkan. Mereka dapat meniru perilaku ayahnya dengan ikut merokok juga.
Sebuah penelitian berjudul "The longitudinal, bidirectional relationships between parent reports of child secondhand smoke exposure and child smoking trajectories" yang dilakukan oleh Ashley, memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara orangtua yang merokok dengan kemungkinan anaknya yang juga merokok.
Dalam penelitian itu disebutkan bahwa terdapat pembelajaran observasional oleh anak dan peningkatan kemungkinan sang anak untuk mulai merokok yang sesuai dengan teori-teori ekologi sosial.
Hasil penelitian tersebut menyiratkan bahwa perilaku merokok orangtua tentu dapat memengaruhi perilaku sang anak dan meningkatkan kemungkinan anak untuk ikut mulai merokok.
Teori-teori ekologi sosial menggarisbawahi pentingnya faktor-faktor sosial dan lingkungan dalam membentuk perilaku individu.
Namun, kita juga perlu pahami bahwa tak semua anak yang berasal dari ayah perokok juga akan ikut menjadi perokok.
Setiap individu memang memiliki kebebasan dan kemampuan untuk membuat keputusan untuk merokok atau tidak. Akan tetapi, tentu kita tak bisa menutup mata begitu saja mengingat salah satu faktor penting pembentuk perilaku anak untuk merokok adalah akibat orangtuanya yang juga seorang perokok.
Jika ditanya, apakah bisa ayah perokok meminta anaknya untuk tidak merokok, tentu jawabannya bisa. Hal ini karena sebagai orangtua tentu memiliki tanggung jawab dan hak untuk mengatur anak-anaknya.