Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ariana Maharani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ariana Maharani adalah seorang yang berprofesi sebagai Dokter. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengurai Alasan Minimnya Kepercayaan Publik terhadap Puskesmas

Kompas.com - 17/07/2023, 09:20 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Setiap kali sedang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit, seringkali saya mendapati pasien dengan kondisi tidak gawat darurat yang datang ke RS untuk memeriksa penyakitnya.

Mendapati situasi tersebut, saya lantas bertanya kepada pasien dan keluarganya apakah ada Puskesmas di sekitar tempat tinggalnya atau adakah Puskesmas yang mereka lewati saat menuju ke rumah sakit.

Pasien tersebut lantas menjawab sebenarnya ada satu Puskesmas yang mereka lewati saat menuju ke rumah sakit. Namun pasien juga menyampaikan mereka lebih memilih berobat ke rumah sakit lantaran mereka tidak begitu percaya terhadap pelayanan di Puskesmas.

Mereka juga menganggap obat di Puskesmas tidak selengkap obat-obatan yang ada di rumah sakit. Selain itu mereka menganggap semua obat bisa ditemukan di rumah sakit.

Mendengar penjelasan tersebut, saya menilai bahwa hal itu bisa saja benar, namun bisa juga anggapan pasien tersebut kurang tepat.

Anggapan pasien tersebut sebenarnya bisa saja benar. Penjelasannya begini. Pada praktiknya di lapangan dan berdasarkan pengalaman bekerja di Puskesmas, saya paham bahwa obat yang semestinya wajib tersedia di Puskesmas justru malah tidak tersedia.

Ketika saya tanya pada apoteker Puskesmas mengapa tidak tersedia obat batuk dan pilek, ia mengatakan bahwa sejatinya Puskesmas sudah mengajukan daftar kebutuhan obat, namun belum ada respons dari Dinas Kesehatan setempat.

Jadi akibatnya, pasien tidak bisa mendapatkan obat untuk penyakitnya di Puskesmas. Lalu Puskesmas memberikan obat alternatif yang mungkin bukan obat yang paling tepat untuknya.

Bahkan di beberapa kondisi tak jarang pasien juga diminta untuk membeli obat sendiri di luar Puskesmas.

Di sisi lain, sebenarnya anggapan pasien soal obat di Puskesmas tak lengkap juga bisa saja salah. Anggapan tersebut bisa jadi terbentuk dari pengalaman mereka yang lantas membentuk asumsi yang salah.

Sebagai contoh, ketika pasien sudah diberikan obat yang sebenarnya sudah sesuai dengan penyakit yang diderita, akan tetapi ia merasa tak kunjung sembuh setelah meminum obat yang mereka dapat dari Puskesmas.

Dari situ pasien tersebut juga menarik kesimpulan bahwa obat yang mereka dapat dari Puskesmas tidak mampu menyembuhkan penyakitnya.

Padah sebenarnya banyak faktor yang bisa memengaruhi tingkat respons pasien pada obat-obatan. Antara lain, seperti kepatuhan frekuensi pasien dalam mengonsumsi obat, waktu konsumsi, hingga interaksi obat tadi dengan obat lain yang juga ia dapat juga bisa berpengaruh.

Maka dari itu terkait hal ini edukasi dari tenaga kesehatan, baik dokter maupun apoteker terkait obat-obatan menjadi hal yang sangat penting.

Faktor lain seperti obat-obatan untuk penyakit tertentu yang hanya bisa didapat di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atau rumah sakit juga bisa membentuk asumsi pasien yang salah.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kalau Sudah 'Uang Kita', Apakah Suami akan Malas Bekerja?
Kalau Sudah "Uang Kita", Apakah Suami akan Malas Bekerja?
Kata Netizen
Tahun Ajaran Baru Serba Baru, Memangnya Perlu?
Tahun Ajaran Baru Serba Baru, Memangnya Perlu?
Kata Netizen
Drama-drama yang Terjadi Hari Pertama Masuk Sekolah
Drama-drama yang Terjadi Hari Pertama Masuk Sekolah
Kata Netizen
Tentang Anggaran pada Awal Tahun Ajaran Sekolah
Tentang Anggaran pada Awal Tahun Ajaran Sekolah
Kata Netizen
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Sampah, Bisa?
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Sampah, Bisa?
Kata Netizen
Melihat dengan Jelas Paradoks 'Needing Nothing Attracts Everything'
Melihat dengan Jelas Paradoks "Needing Nothing Attracts Everything"
Kata Netizen
Musim Bediding, Tradisi, dan Orang Toraja
Musim Bediding, Tradisi, dan Orang Toraja
Kata Netizen
'Kangkung Cabut', Kangkung yang Bisa Dipanen Berkali-kali
"Kangkung Cabut", Kangkung yang Bisa Dipanen Berkali-kali
Kata Netizen
Liburan Sekolah Sambil Belajar, Memangnya Bisa?
Liburan Sekolah Sambil Belajar, Memangnya Bisa?
Kata Netizen
Menyiapkan Diri untuk Jadi Pasangan (yang) Sempurna
Menyiapkan Diri untuk Jadi Pasangan (yang) Sempurna
Kata Netizen
Apa yang Bikin Punya Rumah Pakai KPR Sulit?
Apa yang Bikin Punya Rumah Pakai KPR Sulit?
Kata Netizen
Apakah Kemampuan Menulis Tangan Berguna di Masa Depan?
Apakah Kemampuan Menulis Tangan Berguna di Masa Depan?
Kata Netizen
Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace
Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace
Kata Netizen
Cerita Orangtua yang Anaknya Latihan Main 'Push Bike'
Cerita Orangtua yang Anaknya Latihan Main "Push Bike"
Kata Netizen
Turut Campur Mencari Jodoh yang Sudah Diatur
Turut Campur Mencari Jodoh yang Sudah Diatur
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau