Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Menghadapi Tantangan Kualitas Udara di Musim Kemarau
Meski datang dengan cuaca panas, musim kemarau di Indonesia menjadi waktu yang dinanti-nanti oleh banyak orang. Namun sayangnya, cerahnya matahari musim panas kali ini terhalang oleh kabut asap yang semakin tebal yang menunjunjukkan penurunan kualitas udara semakin memprihatinkan.
Bulan Agustus dan September 2023 merupakan bulan-bulan puncak musim kemarau menjadi saksi dari kondisi udara yang semakin memburuk dan kita perlu memahami apa yang sedang terjadi.
Situasi ini semakin diperparah dengan adanya El Nino moderat yang datang dari arah timur. El Nino, fenomena cuaca alam yang terjadi akibat perubahan suhu laut di Samudera Pasifik, telah mengakibatkan cuaca yang lebih kering dan panas di beberapa wilayah Indonesia.
Dalam hal ini, selain angin muson timur, El Nino menjadi penyumbang utama dalam menurunkan curah hujan, mengeringkan tanah, dan meningkatkan potensi kebakaran hutan.
Selain itu, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) positif dari arah barat juga memberikan dampak negatif pada curah hujan di Indonesia. IOD positif berarti kondisi Samudera Hindia di kepulauan Indonesia lebih dingin dibandingkan dengan kondisi Samudera Hindia di pantai timur Afrika.
Akibatnya angin yang membawa hujan berhembus ke arah barat menuju Afrika. Keadaan ini menyebabkan Indonesia lebih kering terutama di daerah Sumatera. Implikasinya, hal ini dapat mengakibatkan curah hujan menurun dan menambah jumlah masalah yang timbul di musim kemarau.
Meski terdengar paradoks, kelembaban udara yang tinggi sebenarnya memperparah kondisi. Di musim kemarau yang lembab membuat polutan sulit untuk berpindah secara vertikal ke atas.
Akibatnya, polutan tersebut akan terjebak di lapisan udara yang lebih rendah, mendekati permukaan bumi. Ini menjadikan konsentrasi polutan semakin tinggi dan menyebabkan kualitas udara semakin memburuk.
Salah satu tantangan besar yang harus dihadapi oleh wilayah Jabodetabek adalah masalah kualitas udara. Di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi, kualitas udara yang semakin memburuk telah menjadi peringatan keras bagi kita semua.
Transportasi dan Pembangkit Listrik, Penyumbang Utama Polusi
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sektor transportasi adalah penyumbang terbesar dalam emisi polutan di wilayah ini, menyumbang sekitar 44% dari total emisi.
Dalam hal ini kendaraan bermotor, termasuk mobil pribadi dan angkutan umum, telah menjadi sumber utama pencemaran udara. Masalah ini tidak hanya mengancam kualitas udara, tetapi juga berdampak pada kesehatan masyarakat.
Di samping itu, sektor pembangkit listrik juga memberikan kontribusi signifikan terhadap emisi polutan di ibu kota dan sekitarnya.
Pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar fosil juga menjadi salah satu penyebab utama polusi udara. Maka dari itu, inisiatif untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan menjadi semakin mendesak.
Dua Penyebab Utama, Musim Kemarau dan Kebakaran Hutan
Di Indonesia, musim kemarau telah menjadi periode kritis yang memperburuk kualitas udara. Di tahun 2023 ini, peristiwa El Nino moderat dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif menyebabkan cuaca menjadi lebih panas dan kering.
Hal tersebut mengakibatkan curah hujan menurun, mengeringkan tanah, dan meningkatkan potensi kebakaran hutan serta lahan.
Di Kalimantan Barat, penyebab utama memburuknya kualitas udara adalah kebakaran hutan dan lahan. Asap tebal yang mengendap di udara tidak hanya mengganggu kesehatan masyarakat setempat tetapi juga merambah ke wilayah lain. Hal serupa yang juga terjadi di Sumatera Selatan.
Fenomena Lapisan Inversi: Jakarta di Bawah Kabut
Selama musim kemarau, kota Jakarta memiliki fenomena khusus yang biasa disebut sebagai “lapisan inversi.” Fenomena ini terjadi ketika udara di permukaan bumi cenderung lebih dingin dibandingkan dengan udara di atasnya.
Lapisan inversi ini berfungsi sebagai "tutup" yang mencegah udara tercampur dan terdiversi. Hasilnya, polutan tetap terperangkap di lapisan udara yang lebih rendah, menjadikan Jakarta terlihat keruh dan penuh dengan kabut.
Semua faktor ini, mulai dari emisi kendaraan, pembangkit listrik, hingga kebakaran hutan dan fenomena lapisan inversi, saling berhubungan dan saling memengaruhi, menciptakan tantangan kompleks dalam upaya menjaga kualitas udara yang baik.
Sejatina adalah tugas bersama untuk meningkatkan kualitas udara ang layak untuk dihirup. Tentu upaya ini bisa kita capai melalui langkah-langkah yang konkret. Maka dari itu agar bisa meningkatkan kualitas udara, kita bisa melakukan beberapa upaya berikut ini.
Investasi dalam sumber energi bersih, seperti energi surya dan angin, serta mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, adalah langkah penting. Ini dapat dilakukan melalui kebijakan pemerintah yang mendukung energi terbarukan dan insentif untuk kendaraan listrik.
Pemerintah dan warganya perlu memiliki satu pemahaman untuk mendorong penggunaan trasportasi berkelanjutan, seperti berjalan kaki, sepeda, serta angkutan/transportasi umum yang ramah lingkungan.
Jika bisa mewujudkan ini, tentu bisa menjadi upaya nyata untuk dapat mengurangi emisi yang berasala dari kendaraan bermotor. Maka dari itu, pemerintah juga perlu meningkatkan segala infrastruktur transportasi umum yang lebih efisien.
Di kota-kota besar di Indonesia masalah yang sering ditemui adalah kemacetan. Maka dari itu, pemerintah perlu menemukan solusi yang tepat untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.
Dengan mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas, otomatis juga dapat mengurangi emisi polutan. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan perencanaan perkotaan yang bijak, penggunaan teknologi untuk mengelola lalu lintas, dan promosi carpooling.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa salah satu penyebab polusi udara adalah asap yang berasal dari sektor industri, seperti misalnya pembangkit listrik.
Oleh karena itu sektor industri perlu dan harus mematuhi aturan standar emisi yang ketat dan mengadopsi teknologi yang lebih bersih dalam proses produksi mereka. Pemantauan dan pengawasan terhadap kepatuhan ini juga penting untuk dilakukan.
Pemerintah perlu memperbanyak penanaman pohon di area perkotaan, sebab hal ini dapat membantu menyaring polutan dari udara dan memberikan lebih banyak oksigen serta udara yang lebih sehat.
Selain itu, dengan banyaknya pohon juga bisa membantu mengurangi suhu kota dan menciptakan lingkungan yang lebih sejuk.
Demi mendukung semua itu, pemerintah juga perlu menggiatkan kampanye serta penyuluhan terkait bahaya dampak polusi udara dan tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi polusi kepada masyarakat.
Dimulai dari mengurangi pembakaran sampah dan merawat kendaraan dengan baik adalah beberapa tindakan sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap individu.
Mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan adalah prioritas. Ini melibatkan patroli hutan, pengelolaan lahan yang berkelanjutan, dan penegakan hukum yang ketat terhadap pembakaran ilegal.
Investasi dalam teknologi pembersihan udara seperti filter udara dan teknologi penangkapan karbon dapat membantu mengurangi polusi udara di wilayah yang terkena dampak.
Peningkatan Penelitian dan Pemantauan: Pemantauan terus-menerus terhadap kualitas udara dan penelitian tentang dampak polusi udara yang lebih baik akan membantu dalam pengembangan solusi yang lebih efektif.
Di awal bulan September ini, tepatnya tanggal 7 September, seluruh dunia memperingati Hari Udara Bersih Internasional dan bersatu untuk mewujudkan langit biru.
Pada momen itu sebenarnya bisa kita gunakan untuk merenung, bertindak, dan berkomitmen untuk menjaga kebersihan udara yang kita hirup dan nikmati setiap hari.
Tahun ini, Hari Udara Bersih Internasional mengangkat tema "Together for Clean Air" atau "Bersama untuk Udara Bersih," menegaskan urgensi tanggung jawab kita dalam mengatasi masalah polusi udara.
Polusi ini tidak mengenal batasan negara atau perbedaan sosial, melainkan merambah setiap sudut dunia dan merusak baik kesehatan manusia maupun ekosistem.
Polusi udara, entah di dalam ruangan atau di luar, telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat global. Penyakit pernapasan semakin meningkat, dan ekosistem bumi kita terus menderita akibat emisi berbahaya. Oleh karena itu, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan memperbaiki kualitas udara.
Peringatan Hari Udara Bersih Internasional juga merupakan panggilan untuk berinvestasi, bekerja sama, dan berkontribusi dalam perjuangan untuk udara bersih.
Kolaborasi antara negara-negara anggota PBB, organisasi pembangunan, organisasi internasional dan regional, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas udara.
Tanggal 7 September ditetapkan sebagai Hari Udara Bersih Internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui resolusi yang diadopsi pada tahun 2019. Keputusan ini menekankan pentingnya kesadaran masyarakat tentang tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan kualitas udara dan melawan polusi.
Hari Udara Bersih Internasional juga mengingatkan kita akan pentingnya udara bersih dalam mendukung kesehatan, efisiensi, ekonomi, dan lingkungan. Kita semua memiliki andil dalam memastikan hak setiap individu untuk menghirup udara bersih terpenuhi.
Mari bersama-sama menjadikan Hari Udara Bersih Internasional sebagai momentum untuk bertindak, merangkul perubahan, dan menyatukan langkah dalam menjaga langit biru yang kita cintai. Bersama, kita dapat menciptakan dunia dengan udara yang lebih bersih dan sehat untuk semua.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menghadapi Tantangan Memburuknya Kualitas Udara di Indonesia Saat Puncak Musim Kemarau"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya