Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Artinya, Sang Penulis konten edukasi ini harus menuliskannya dengan hati-hati agar pembaca dapat mudah memahami dan lebih mudah membayangkan ilustrasi atas apa yang sedang dibacanya sehingga tak akan menimbulkan mispersepsi.
Lain halnya jika pengetahuan yang sama disampaikan lewat konten video pendek. Tentu akan lebih memberikan ilustrasi dan pemahaman yang lebih mudah diterima serta dicerna oleh orang lain yang menontonnya. Sehingga maksud dan tujuan dari konten edukasi tersebut dapat tersampaikan dengan baik.
Meskipun ada ungkapan "A picture is worth a thousand words", namun jika dalam konteks edukasi, satu video/ilustrasi belum tentu mampu menggambarkan informasi yang lengkap dan komprehensif. Beda halnya dengan konten berupa tulisan yang bisa mengangkat pembahasan dari berbagai sisi.
Sesuai namanya, video pendek tentu memiliki durasi yang cukup singkat, biasanya hanya satu hingga satu setengah menit saja.
Oleh karenanya, kreator video pendek harus mengemas konten video edukasinya dengan singkat, padat, dan jelas agar pesannya bisa sampai pada mereka yang akan menontonnya.
Dikarenakan konten video harus dibuat singkat dan padat, maka biasanya Sang Kreator membuatnya berupa poin-poin inti yang menjadi pokok permasalahan/informasi yang ingin disampaikan.
Akan tetapi sayangnya, hal ini tak jarang malah membuat banyak warganet jadi gagal fokus atau bahkan salah paham karena isi konten tersebut tidak lengkap dan komprehensif seperti halnya konten edukasi berbasis teks.
Hal ini juga dipengaruhi oleh level pendidikan dan maturity warganet yang tidak sama. Ketika menemukan video edukasi kesehatan, akan ada yang dengan bijak ikut membaca sumber referensi yang disertakan Sang Kreator, namun tak sedikit pula yang hanya mengartikan hal-hal dalam video sepotong-sepotong sehingga menimbulkan mispersepsi.
Lebih parahnya lagi jika warganet tidak bijak dalam memilah sumber konten tersebut apakah berasal dari profesional yang ahli di bidangnya atau tidak, lalu dengan sembarangan mem-posting ulang dan akhirnya malah menjadi penyebaran hoaks. Tentunya hal ini akan semakin berisiko jika informasinya berkaitan dengan kesehatan.
Sebagai orang yang tidak termasuk golongan FOMO akan media sosial dan ditambah dengan kesibukan pekerjaan, saya sendiri bukanlah orang yang selalu mengikuti perkembangan di media sosial.
Secara pribadi saya memang tidak membuat konten edukasi khusus untuk ditayangkan di media sosial. Alasan utamanya adalah bahwa konten edukasi yang biasanya saya tulis di Kompasiana masih belum bisa terwakilkan secara utuh dan maksimal bila dibuat versi video pendeknya.
Mengingat profesi saya sebagai apoteker, tentu tidak mudah membuat konten edukasi kesehatan berupa video pendek yang berisi seputar kesehatan dan obat-obatan, karena akan memiliki risiko tinggi untuk disalahartikan oleh orang yang nanti menontonnya.
Mengenai hal ini saya jadi teringat seorang dokter yang cukup terkenal dengan beberapa seri buku miliknya. Ia awalnya kerap membagikan konten edukasi sesuai bidang keahliannya yang sangat bermanfaat dan insightful. Apalagi gayanya menyampaikan konten edukasi juga sangat menarik dan mudah dimengerti.
Akan tetapi belakangan, ia tak lagi membagikan konten edukasinya di media sosial. Alasannya karena menurutnya ada banyak warganet yang “sok lebih tahu” dan kontennya kerap dibanjiri komentar yang isinya justru membantah penjelasan yang diberikannya.
Yang membuat miris adalah banyak dari komentar-komentar sok tahu tersebut hanya berangkat dari pengalaman prbadi dan tidak didasarkan bukti ilmiah (evidence-based).
Hal-hal seperti inilah yang kurang lebih menjadi alasan saya mengapa sampai saat ini memutuskan untuk tidak membuat konten edukasi seputar kesehatan dan obat-obatan di media sosial.
Tak apa dibilang kuno, gaptek, tidak update tren, dan lain sebagainya, daripada memaksakan diri membuat konten edukasi berupa video di media sosial dan harus berhadapan dengan warganet yang bisa dikatan belum cukup bijak dan dewasa dalam bersikap di media sosial.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Konten Edukasi Kesehatan Melalui Video Pendek atau Infografis vs Artikel Populer"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.