Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halima Maysaroh
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Halima Maysaroh adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Etiskah Guru Mengunggah Nilai Siswa ke Media Sosial?

Kompas.com - 28/12/2023, 13:59 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Seiring berakhirnya ulangan semester atau Penilaian Akhir Semester (PAS) ganjil tahun ajaran 2023/2024 di sebagian besar sekolah di Indonesia, timbul berbagai respons dari para guru terhadap hasil nilai siswa. Nilai-nilai ini menjadi tolok ukur prestasi siswa serta penentu keberhasilan mereka di akhir semester.

Reaksi guru terhadap nilai tersebut sangat bervariasi, ada yang puas atas nilai siswa di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), ada juga yang kecewa terhadap nilai yang tidak memenuhi standar.

Berbagai Cara Guru dalam Penyampaian Hasil Nilai SIswa

Dalam menyampaikan hasil nilai ulangan akhir kepada siswa, guru tentu memiliki beragam cara. Antara lain, dengan menempel daftar nilai di dinding sekolah, dengan membacakan nilai di depan kelas, dengan menyampaikan langsung secara personal, hingga mengunggahnya ke media sosial dengan maksud agar lebih banyak mendapat perhatian audiens.

Pilihan ini memberikan kebebasan pada guru untuk memilih cara yang dianggap paling efektif sesuai dengan konteks sekolah masing-masing.

Secara pribadi, saya lebih suka menyampaikan nilai di depan kelas bagi siswa yang bersedia saja, sementara bagi yang tidak bersedia dibacakan di kelas, saya kan menyampaikannya secara personal.

Penting untuk dicatat bahwa dalam proses ini, tidak ada hukuman moral yang diberikan kepada siswa yang mendapatkan nilai rendah. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran dan pengembangan, bukan untuk membuat siswa merasa malu atau terhukum.

Etika Guru dalam Mengunggah Nilai di Media Sosial

Meski terdapat kebebasan bagi guru untuk menyampaikan nilai siswa dengan berbagai cara, ternyata muncul perdebatan terkait etika guru yang membagikan nilai siswa di media sosial.

Beberapa guru menganggap tindakan ini sebagai bentuk motivasi sosial yang dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat. Namun, fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai privasi siswa dan dampak psikologis yang mungkin terjadi.

Baru-baru ini, seorang rekan guru menyuarakan kegelisahannya terkait tindakan sejumlah guru yang mengunggah nilai siswa di media sosial. Unggahan ini direspons oleh cukup banyak netizen yang mayoritas tidak menyetujui praktik tersebut.

Dengan begitu, apakah konten semacam ini benar-benar diperlukan? Adakah kebutuhan untuk mengorbankan privasi siswa demi hiburan di media sosial?

Dampak Cyberbullying dan Ketidaksetujuan

Salah satu unggahan nilai siswa SD oleh guru ke Facebook menarik perhatian banyak warganet yang malah menjadikannya bahan olok-olokan dan lelucon.

Dari ini dapat terlihat bahwa praktik tersebut dapat berujung pada tindakan cyberbullying, sebuah bentuk perundungan di dunia maya ketika siswa dengan nilai rendah menjadi target ejekan.

Apakah sebagai guru kita tidak memikirkan dampak yang akan dihadapi oleh siswa tersebut ketika privasinya diumbar ke jagat maya dan malah menjadi bahan olok-olokan. Apakah guru tersebut tidak memikirkan perasaan siswa dan orangtua siswa tersebut?

Siswa yang nilai ulangannya baik mungkin merasa senang dengan pujian yang diterimanya di media sosial. Namun, hal ini juga dapat melahirkan ketidakpedulian terhadap rekan-rekan mereka yang mungkin mendapatkan nilai di bawah standar. Apa yang terjadi pada nilai karakter yang selama ini kita gaungkan?

Cerdas Kognitif Vs Cerdas Karakter

Mengamati fenomena guru yang secara seenaknya mengunggah nilai siswa di media sosial, justru membuktikan bahwa sebagai guru kita harus banyak berefleksi.

Alasan para guru menggunggah nilai siswanya ke media sosial adalah karena ingin siswa dengan nilai kurang dari KKM malu dan termotivasi untuk belajar lebih giat lagi. Kurang lebih maksud guru tersebut adalah seakan memberi sangsi sosial.

Hal ini memperlihatkan bahwa guru tersebut hanya bercermin pada kecerdasan kognitif semata yang menjadikan nilai dalam bentuk angka sebagai tolok ukur keberhasilan siswa.

Akan tetapi banyak dari guru yang lupa dengan sisi lainnya, yakni kecerdasan karakter. Padahal sejak adanya kurikulum 13, sudah sering ditekankan soal pendidikan karakter.

Artinya, fenomena tersebut menggambarkan bahwa kecenderungan guru melihat siswa unggul adalah dari kecerdasan kognitif semata.

Sebuah contoh nyata terlihat saat seorang siswa pintar yang mengusulkan untuk mengunggah nilai ulangannya di platform TikTok hanya untuk melihat reaksi teman-temannya.

Hal ini membuktikan bahwa siswa yang melihat guru kerap mengunggah nilai siswanya ke media sosial akan membuatnya kehilangan rasa empati kepada teman lainnya yang mungkin mendapat nilai kurang baik.

Artinya, pendidikan karakter di sekolah dapat dibilang tidak memberikan hasil maksimal. Siswa hanya termotivasi untuk mendapat nilai bagus hanya agar tidak malu ketika nilainya diunggah ke media sosial.

Batasan Guru sebagai Kreator Konten

Sosial media telah menjadi wadah ekspresi, termasuk bagi para guru. Konten-konten edukatif dan menghibur dari guru seringkali diminati oleh warganet.

Akan tetapi, terdapat batasan-batasan yang perlu dipegang teguh oleh guru, terutama ketika menyangkut siswa. Beberapa hal yang perlu dihindari, antara lain sebagai berikut.

  • Data pribadi siswa. Sebagai guru tentu harus merahasiakan data pribadi para siswanya dan tidak boleh disebarkan dalam bentuk apapun, termasuk nilai ujian mereka.
  • Kasus siswa bermasalah. Kekecewaan guru terhadap kasus seorang siswa tidak boleh diluapkan di media sosial. Ini bisa merugikan profesionalisme guru.
  • Mengunggah nilai yang merendahkan diri siswa. Nilai yang tidak memenuhi standar sebaiknya tidak diunggah tanpa izin siswa dan orangtuanya, karena hal ini dapat merendahkan harga diri siswa.
  • Mengunggah foto atau video tanpa izin. Tidak boleh mengunggah materi apapun yang melibatkan siswa tanpa izin mereka.

Pentingnya Privasi dan Harga Diri

Nilai-nilai siswa adalah hal internal yang melibatkan guru, siswa, sekolah, dan orangtua siswa. Mengunggahnya ke ruang publik di media sosial dapat membawa berbagai dampak yang bisa saja tidak diinginkan.

Guru perlu menyadari bahwa tindakan mereka dapat memicu aksi cyberbullying dan merugikan baik siswa maupun citra sekolah.

Penting bagi guru untuk menjadi teladan dalam menjaga privasi siswa dan menghormati nilai-nilai karakter yang seharusnya menjadi fokus pendidikan.

Guru sebaiknya memberikan motivasi siswa bukan hanya dengan angka, tetapi juga dengan membangun karakter siswa yang kuat. Selain itu, sebagai konten kreator, guru harus mengenali batasan etika dalam berbagi informasi di dunia maya.

Dengan menghormati privasi siswa dan menjaga etika pengunggahan konten di media sosial, guru dapat tetap berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang berintegritas dan peduli terhadap perkembangan seluruh siswanya.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Guru Mengunggah Nilai Ulangan Siswa di Sosial Media, Etiskah?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau