Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamdali Anton
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Hamdali Anton adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ranking Siswa: Antara Motivasi Murid dan Absennya di Kurikulum Baru

Kompas.com - 26/02/2024, 08:00 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Suatu hari ada orangtua dari siswa S, sebut saja ibu L, terlihat begitu senang mengetahui prestasi anaknya yang mendapat ranking 10 saat penerimaan rapor hasil belajar.

Meski begitu bagi saya seorang guru, saya tahu cara siswa S belajar dan nilai-nilainya di rapor tetap tidak berubah. Tidak naik, pun tidak turun alias stagnan.

Aturan kurikulum saat ini mengatakan bahwa tidak ada pemberian ranking di rapor siswa. Artinya, Sang Guru yang mengajar siswa S menerapkan standar ganda.

Di satu sisi, Sang Guru mengaplikasikan deskripsi kemampuan murid sesuai kurikulum berlaku, namun di sisi lain guru tadi menerapkan pola rangking dari kurikulum yang lampau.

Pemberian ranking ini disampaikan secara lisan saat pembagian rapor akhir semester 1 di salah satu SMP swasta di Samarinda pada pertengahan Desember 2023, dan hal ini menimbulkan pertanyaan di benak saya.

Mengapa Pemberian Ranking Masih Diberlakukan?

Sejumlah asumsi muncul untuk menjelaskan mengapa Sang Guru tadi memberitahu ranking anak kepada orangtua murid. Salah satu asumsi adalah karena seringnya orangtua menanyakan tentang ranking anak.

"Bagaimana prestasi anak saya?"
"Anak saya ranking berapa?"

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini masih sering terdengar di antara orangtua-orangtua yang berkumpul, berdiskusi tentang prestasi anak-anak mereka. Meskipun kolom ranking telah lama absen di rapor, citra prestise ranking masih belum pudar.

Bagi sebagian besar orangtua, ranking dianggap sebagai ukuran kesuksesan dalam mendidik anak. Hal ini menjadi sesuatu yang bisa mereka banggakan.

Namun, tanpa ranking, sekolah dianggap "tidak menarik" oleh mayoritas orangtua murid. Sekolah terlihat seperti rutinitas belaka, yang hanya menjadi tempat anak-anak pergi ke sekolah, belajar, pulang, dan harus menyelesaikan tumpukan PR di rumah.

Rapor diterima dengan deskripsi yang terasa seperti template dan terlalu bertele-tele, yang menurut saya, jarang dibaca oleh orangtua murid.

Asumsi kedua saya adalah karena guru ingin para muridnya lebih rajin untuk belajar demi meraih peringkat yang lebih baik di semester mendatang.

Dengan memberikan ranking, sang guru berusaha menciptakan kompetisi sehat di antara peserta didik. Tujuannya adalah agar mereka tidak hanya menjalani rutinitas harian yang membosankan, seperti belajar, mengerjakan tugas, menghadapi ujian, dan memperoleh rapor, tanpa adanya semangat kompetisi.

Bagaimana Guru Sebaiknya Menyikapi?

Dalam hal ini saya memang tidak menyalahkan sikap sang guru yang memberikan ranking, sebab memang kondisi pendidikan di kebanyakan sekolah hanya menjalankan proses belajar mengajar tanpa semangat. Jadi sang guru tadi ingin membangkitkan semangat belajar murid melalui pemberian ranking.

Namun, sebagai guru, baik di sekolah maupun sebagai "guru" bagi anak-anak di rumah, ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian.

  • Setiap Murid Unik, Perhatikan Keberagaman Mereka

Meskipun kurikulum mungkin menekankan pada mata pelajaran tertentu, setiap murid memiliki keunikan masing-masing. Keterampilan dan minat murid berbeda-beda. Sebagai guru, kita perlu mengakui keberagaman ini.

Dalam konteks ini, saya melihat adanya ketidakadilan. Semua murid diharapkan untuk menguasai semua mata pelajaran tanpa terkecuali, padahal setiap murid memiliki keunikan dan keterampilan yang berbeda.

Misalnya, kelas sembilan Z dapat diibaratkan sebagai tim sepak bola dengan pemain yang memiliki spesialisasi masing-masing. Setiap murid adalah unik dan memiliki peran serta keahlian tertentu.

Sayangnya, murid-murid dijejali dengan teori-teori yang mungkin tidak relevan dengan minat dan keterampilan mereka. Pentingnya pengakuan terhadap keunikan setiap murid seharusnya menjadi perhatian.

  • Berikan Penghargaan Sesuai dengan Kemampuan yang Menonjol

Penghargaan di dunia pendidikan Indonesia seringkali terfokus pada keberhasilan akademik, terutama pada mata pelajaran seperti Matematika dan IPA. Sementara itu, murid-murid yang memiliki bakat di bidang seni atau sastra sering diabaikan.

Sebagai contoh, film tentang Ron Clark menunjukkan betapa pentingnya memberikan penghargaan pada murid-murid yang menonjol dalam berbagai bidang, tidak hanya pada mata pelajaran akademis.

Sayangnya, hanya sedikit sekolah dan guru yang memberikan penghargaan kepada murid-murid yang berprestasi di luar akademis. Padahal, penghargaan ini bisa berupa pujian, fasilitasi kegiatan, atau penunjukan ruang khusus untuk menonjolkan keterampilan di luar akademis.

  • Jangan Hanya Berkutat dengan Ranking dan Nilai Tinggi

Ranking dan nilai tinggi tidak selalu menjamin kesuksesan di masa depan. Mereka hanya mencerminkan keberhasilan saat ini, dan tidak bisa menjadi patokan mutlak untuk prediksi masa depan.

Memang menyenangkan melihat anak-anak meraih prestasi akademik yang tinggi, tetapi yang terpenting adalah karakter mereka. Kesuksesan sejati terletak pada pembentukan karakter yang kuat, beriman, jujur, sopan, dan memiliki sifat positif lainnya.

Jadi, selain merayakan ranking dan nilai tinggi, perhatikanlah pembentukan karakter anak sebagai aspek yang lebih bernilai dan langgeng. Kesuksesan sejati terletak pada konsistensi dan usaha untuk menjaga karakter yang baik di sepanjang kehidupan.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ranking "Tidak Resmi" dan Standar Ganda Guru Kelas"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau