Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Legislatif telah rampung digelar pada tanggal 14 Februari 2024. Sayangnya, dalam proses tersebut, masih ada saja petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia. Penyebab kematiannya tentu bermacam-macam, bukan hanya karena pelaksanaan pemilu, tetapi mungkin juga karena riwayat penyakit yang mereka derita.
Kita semua turut berduka cita atas kehilangan petugas KPPS di seluruh Indonesia. Kejadian ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi kita untuk memperbaiki sistem pemilu ke depannya. Ingatlah dengan jelas bahwa dalam Pemilu 2019, petugas KPPS juga banyak yang kehilangan nyawa mereka.
Meskipun telah ada upaya evaluasi agar kejadian serupa pada Pemilu 2019 tidak terulang, tapi sayangnya, di beberapa daerah masih terdapat laporan meninggalnya petugas KPPS.
Sebagai seseorang yang tidak terlibat langsung sebagai petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS), saya tidak dapat benar-benar memahami sejauh apa tingkat kesulitan dan kelelahan yang harus dihadapi oleh petugas KPPS. Dari pagi hingga pagi lagi, dengan hanya beberapa menit istirahat untuk menyelesaikan tugas negara mereka.
Tentu saja mereka merasa lelah. Tugas ini sangat berat, terlebih lagi tugas ini membutuhkan konsentrasi dan kejelian pada setiap tahapannya.
Adanya kejadian ini, bagaimana kita dapat meminimalkan risiko kesehatan dan kelelahan yang mereka hadapi?
Pertama, sangat penting bahwa petugas KPPS berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Sebelum pelantikan, sebaiknya dilakukan skrining kesehatan atau pemeriksaan medis untuk menilai kondisi kesehatan para petugas.
Ini dapat dilakukan dengan kerjasama antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), atau Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Pemeriksaan kesehatan ini dapat mencakup pemeriksaan fisik, EKG untuk melihat risiko penyakit jantung, serta pemeriksaan paru-paru atau pemeriksaan lainnya. Data yang diperoleh dari pemilu sebelumnya dapat menjadi dasar evaluasi untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Ketiga, penting untuk memberikan asupan vitamin agar tubuh tetap segar dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Mengingat petugas KPPS bertugas selama 24 jam atau bahkan lebih, dengan waktu tidur yang singkat sebelum dan selama pemungutan suara, ini dapat menguras energi mereka. KPU dapat menganggarkan dan menyediakan asupan vitamin untuk para petugas pemilu.
Jangan sampai pola makan terabaikan, usahakan untuk mengonsumsi makanan bergizi agar tubuh tetap fit dan prima. Dalam kegiatan yang padat, waktu istirahat akan sangat terbatas, oleh karena itu, manajemen waktu istirahat yang baik sangat diperlukan.
Sebagai contoh, di TPS tempat saya, petugas KPPS, Linmas, Pengawas TPS, dan saksi diberikan waktu istirahat yang cukup, mulai dari jam 13.00 hingga jam 14.00 untuk makan siang, solat, dan istirahat.
Penghitungan suara dilanjutkan dengan jeda waktu yang cukup hingga pukul 20.30 malam. Dengan adanya waktu istirahat yang terjadwal, para petugas dapat beristirahat bergantian, sehingga selalu ada petugas yang siap berjaga di lokasi.
Pada pukul 17.00, penghitungan selesai dan seluruh petugas diberikan kesempatan untuk istirahat, mandi, makan, dan solat hingga pukul 18.30.
Ini adalah waktu yang cukup lumayan, dan dengan jumlah anggota KPPS yang mencapai tujuh orang, mereka dapat beristirahat secara bergantian untuk memastikan selalu ada petugas yang siap berjaga.
Namun, penghitungan suara belum berakhir. Pukul 21.30, penghitungan dimulai kembali untuk surat suara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi hingga sekitar pukul sebelas malam.
Pada tahap ini, kelelahan petugas KPPS sudah terlihat jelas. Meskipun sudah dilakukan penghitungan setiap 50 surat suara untuk memudahkan pengecekan, kelelahan mulai terlihat pada wajah mereka.
Penghitungan terakhir dimulai pukul 24.00 untuk surat suara DPRD Kabupaten/Kota. Kelelahan para petugas KPPS pada jam-jam ini sudah luar biasa.
Meskipun asupan vitamin tetap diberikan, waktu istirahat yang terbatas harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar kondisi tubuh tidak menurun drastis.
Proses penghitungan seluruh surat suara selesai pada pukul 02.00 dini hari. Kondisi tubuh petugas pada saat itu sudah sangat terasa tidak nyaman. Mereka harus menandatangani banyak fotokopian C-salinan, sambil menunggu selesainya proses tersebut.
Meskipun badan sudah lelah, mata sudah sangat mengantuk, dan suhu tubuh mulai meningkat, para petugas KPPS harus tetap fokus menyelesaikan tugas mereka. Pengawas TPS menunggu C-salinan untuk diserahkan ke Pengawas Desa/Kelurahan yang sudah menunggu di Balai Desa.
Terlepas dari kondisi yang tidak nyaman, petugas KPPS tetap menjalankan tugas mereka dengan penuh pengabdian. Proses ini menjadi saksi bisu bagaimana mereka menjalankan tugas negara dengan sebaik-baiknya.
Terima kasih kepada semua petugas KPPS atas pengabdiannya. Semoga di Pemilu mendatang, tidak ada lagi petugas KPPS yang gugur saat menjalankan tugasnya. Kepala tinggi, pulpen biru, spidol biru, dan penggaris menjadi saksi bisu bagaimana mereka menjalankan tugas dengan sebaik mungkin.
Semoga pengalaman ini tidak menjadi trauma bagi petugas KPPS dan semoga pemilu mendatang dapat berjalan lebih lancar dan aman.
Lilian Kiki Triwulan
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Petugas KPPS Berguguran, Apa yang Perlu Dievaluasi?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.