Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dalam bencana ini, tercatat sepuluh orang meninggal dunia, sementara sembilan jasad telah berhasil dievakuasi, dan satu korban lainnya masih dalam proses pencarian oleh tim SAR.
Erupsi ini tidak hanya mengakibatkan korban jiwa, tetapi juga meluluhlantakkan sejumlah bangunan dan berdampak luas terhadap masyarakat di tujuh desa yang tersebar di Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura.
Setelah terjadinya erupsi, Pemerintah Kabupaten Flores Timur segera menetapkan status tanggap darurat dari tanggal 4 November hingga 31 Desember 2024 sebagai respons terhadap situasi darurat yang terjadi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut menindaklanjuti keadaan ini dengan meningkatkan status aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi dari level III (Siaga) menjadi level IV (Awas).
Setelah terdeteksi peningkatan aktivitas vulkanik pada 3 November 2024. Keputusan ini diambil untuk memastikan langkah mitigasi dan penanganan bencana dapat dilakukan dengan cepat dan terkoordinasi.
Dampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki terasa luas, terutama bagi sekitar 2.734 kepala keluarga atau sekitar 10.295 jiwa yang tinggal di kawasan terdampak.
Hujan batu dan suara dentuman yang keras telah mengakibatkan kerusakan serius pada bangunan dan infrastruktur di desa-desa sekitar.
Selain itu, aktivitas penerbangan di Pulau Flores turut terganggu, dengan empat bandara terpaksa ditutup sementara demi menjaga keselamatan penerbangan dari risiko debu vulkanik yang berpotensi mengancam keamanan pesawat.
Sebagai langkah awal penanggulangan, pemerintah daerah bersama BNPB, serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), mengambil berbagai upaya strategis.
Pendirian posko bantuan menjadi salah satu langkah penting yang dilakukan guna mendukung kebutuhan dasar para pengungsi.
Posko bantuan dari pemerintah menyediakan tenda penampungan, dapur umum, serta pos kesehatan yang mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi warga terdampak.
Distribusi bantuan darurat, termasuk obat-obatan, makanan, dan pakaian, juga dilakukan dengan koordinasi bersama berbagai lembaga kemanusiaan guna memastikan setiap kebutuhan dasar korban bencana dapat terpenuhi.
Dalam kondisi ini, koordinasi dan sinergi antar lembaga menjadi sangat penting untuk meminimalisir risiko keterlambatan distribusi bantuan.
Selain peran pemerintah, aksi solidaritas dari berbagai kelompok masyarakat juga muncul sebagai respons cepat terhadap krisis yang sedang berlangsung.
Salah satu aksi solidaritas yang mencolok adalah yang dilakukan oleh civitas akademika STPM Santa Ursula, sebuah lembaga pendidikan tinggi di Flores yang memiliki kepedulian terhadap pemberdayaan masyarakat.