Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Profesi dosen di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat di tengah gelombang digitalisasi dan globalisasi. Baru-baru ini viral tagar #JanganJadiDosen di media sosial menjadi simbol dari keresahan mendalam yang dirasakan oleh banyak akademisi di negeri ini.
Tagar #JanganJadiDosen mencerminkan kenyataan pahit tentang kesejahteraan dosen di Indonesia yang kerap tidak sebanding dengan dedikasi dan kontribusinya terhadap pendidikan dan penelitian.
Banyak dosen yang merasa bahwa pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran mereka tidak mendapatkan apresiasi yang setimpal mengingat banyak dosen yang menerima gaji di bawah standar upah minimum.
Terkait hal ini, dilansir dari Kompas.com rentang gaji dosen berada di angka Rp2,6 juta hingga Rp5,9 juta per bulan untuk dosen yang bekerja di Perguruan Tinggi.
Besaran gaji dosen Indonesia ini jika dibandingkan dengan gaji dosen di negara Asia lain seperti, Malaysia, Jepang, dan lainnya masih tergolong cukup rendah.
Di negara-negara seperti Malaysia atau Jepang, profesi dosen begitu dihargai sebagai agen perubahan yang mampu menghasilkan sumber daya pendukung negara serta memberikan kontribusi penting di bidang sains dan teknologi.
Munculnya tagar #JanganJadiDosen secara tak langsung merupakan panggilan untuk aksi dan perubahan yang mendesak, agar dosen dapat bekerja dalam kondisi yang memungkinkan mereka untuk berkembang serta memberikan kontribusi terbaik untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perubahan seperti apa yang harus diwujudkan? Jawabannya tentu mencakup peningkatan anggaran pendidikan, penyesuaian standar gaji dosen yang adil, hingga pengembangan sistem penelitian yang mendukung inovasi dan publikasi ilmiah.
Tagar ini harus dijadikan momentum untuk membangun sistem pendidikan yang lebih baik, yang tidak hanya menghargai para dosen sebagai tenaga kerja, tetapi juga sebagai pilar penting dalam pembangunan nasional.
Salah satu hal yang selama ini memengaruhi kesejahteraan dosen di Indonesia adalah anggaran pendidikan kita yang masih cukup rendah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Republik Indonesia, pada 2023 anggaran pendidikan nasional hanya sebesar 20,1% dari total anggaran negara atau sekitar 4,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Padahal aturan soal anggaran pendidikan ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari total anggaran negara atau minimal 5% dari PDB.
Masih rendahnya dana pendidikan ini yang menjadikan minimnya dana bagi perguruan tinggi, khususnya untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dosen.
Menurut data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada tahun 2023, alokasi dana bagi perguruan tinggi negeri hanya sebesar Rp29,9 triliun, sementara untuk perguruan tinggi swasta hanya sebesar Rp4,9 triliun.
Bahkan dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil yang dialokasikan untuk gaji, tunjangan, dan insentif dosen, serta untuk fasilitas penelitian dan pengembangan.
Oleh karenanya, peningkatan anggaran pendidikan adalah langkah awal penting untuk meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia. Dengan adanya anggaran pendidikan yang lebih besar dari pemerintah, maka tentu perguruan tinggi akan lebih memiliki dana untuk membiayai kebutuhan dosen, seperti gaji, tunjangan, insentif, beasiswa, hibah, fasilitas, dan lain-lain.
Di samping itu pemerintah juga dapat memberikan dana bagi dosen berprestasi dan berinovasi sebagai bentuk apresiasi, penghargaan, serta motivasi.
Faktor lainnya yang memengaruhi kesejahteraan dosen Indonesia adalah standar gaji yang masih tidak adil. Penentuan standar gaji di Indonesia selama ini ditentukan oleh beberapa faktor, seperti status kepegawaian, kualifikasi, jabatan, golongan, pangkat, masa kerja, kinerja, dan bidang ilmu.
Meski begitu, kriteria standar gaji ini kerap kali tidak sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan kontribusi dosen terhadap pendidikan dan penelitian.
Bentuk ketidakadilan standar gaji dosen di Indonesia terlihat dari adanya perbedaan antara gaji dosen yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan dosen non-PNS.
Pada tahun 2023, berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, terdapat sekitar 240 ribu dosen di Indonesia, dan hanya 60 ribu di antaranya yang berstatus PNS.
Perbedaan status ini terlihat dari beberapa variabel. Dosen dengan status PNS memiliki keuntungan berupa gaji pokok, tunjangan, dan insentif lebih tinggi dan pasti, serta jaminan pensiun dan kesehatan.
Sementara dosen non-PNS hanya bergantung pada gaji yang diberikan masing-masing perguruan tinggi tempat mereja mengabdi, yang kerap kali tidak menentu dan tidak mencukupi.
Ketidakadilan lain juga terlihat dari tunjangan yang didapat dosen dengan sertifikat pendidik dengan yang tidak memiliki sertifikat pendidik.
Dosen dengan sertifikat pendidik berhak mendapat Tunjangan Profesi Dosen (TPD) yang besarnya tergantung pada jabatan fungsional dan kualifikasi akademik.
Sementara dosen yang tidak memiliki sertifikat pendidik tidak mendapat TPD, meski mereka memiliki kualifikasi dan kinerja yang sama atau bahkan lebih baik.
Oleh karenanya, penyesuaian standar gaji yang adil merupakan langkah penting untuk peningkatan kesejahteraan dosen Indonesia. Dengan standar gaji yang adil, pemerintah dan institusi pendidikan dapat memberikan gaji yang sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan kontribusi dosen terhadap pendidikan dan penelitian.
Sistem penelitian yang kurang mendukung inovasi dan publikasi ilmiah juga termasuk faktor yang memengaruhi kesejahteraan dosen Indonesia.
Sistem penelitian merupakan sebuah rangkaian kebijakan, mekanisme, dan sumber daya yang digunakan oleh pemerintah serta institusi pendidikan untuk mengatur, mendanai, dan mengevaluasi kegiatan penelitian yang dilakukan oleh dosen dan peneliti.
Dengan sistem penelitian yang baik, tentu akan dapat mendorong dosen dan peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas, bermanfaat, dan diakui secara nasional plus internasional.
Sayangnya sistem penelitian di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan, antara lain sebagai berikut.
Oleh karena itu dengan mengembangkan sistem penelitian yang baik, pemerintah dan institusi pendidikan dapat memberikan fasilitas, dana, insentif, dan penghargaan bagi dosen untuk melakukan penelitian yang berkualitas, bermanfaat, dan diakui secara nasional serta internasional.
Dengan sistem penelitian yang baik pula maka akan meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia.
Tagar #JanganJadiDosen merupakan panggilan untuk perubahan dan aksi mendesak bagi sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan menghadapi tantangan yang semakin berat di era digitalisasi dan globalisasi, dosen di Indonesia membutuhkan perhatian dan dukungan lebih besar dari pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat.
Profesi dosen di Indonesia harus dihargai dan didukung sebagai pilar penting dalam pembangunan bangsa, yang dapat menghasilkan sumber daya pendukung negara serta memberikan kontribusi penting di bidang sains dan teknologi.
Untuk meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia, diperlukan tiga langkah utama, yaitu sebagai berikut.
Peningkatan anggaran pendidikan, agar pemerintah dapat memberikan dana yang lebih memadai bagi perguruan tinggi untuk membiayai kebutuhan dosen, seperti gaji, tunjangan, insentif, beasiswa, hibah, dan fasilitas.
Penyesuaian standar gaji yang adil, agar pemerintah dan institusi pendidikan dapat memberikan gaji yang sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan kontribusi dosen terhadap pendidikan dan penelitian, serta tidak diskriminatif terhadap status kepegawaian, kualifikasi, jabatan, golongan, pangkat, masa kerja, kinerja, dan bidang ilmu dosen.
Pengembangan sistem penelitian yang mendukung inovasi dan publikasi ilmiah, agar pemerintah dan institusi pendidikan dapat memberikan fasilitas, dana, insentif, dan penghargaan yang memadai bagi dosen untuk melakukan penelitian yang berkualitas, bermanfaat, dan diakui secara nasional dan internasional, serta mendorong dan memfasilitasi kolaborasi dan jejaring penelitian antara dosen di dalam dan luar negeri.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, diharapkan dosen di Indonesia dapat bekerja dalam kondisi yang memungkinkan mereka untuk berkembang dan memberikan kontribusi terbaik mereka untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian, tagar #JanganJadiDosen dapat berubah menjadi #JadilahDosen yang Inspiratif, Inovatif, dan Berprestasi.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Tagar #JanganJadiDosen, Sebuah Realita Sedih dan Terpinggirkan"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.