Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kris Wantoro Sumbayak
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Kris Wantoro Sumbayak adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Naiknya Harga Kopi-kopi Robusta, Apa Saja Dampaknya bagi Kita?

Kompas.com - 30/09/2024, 15:57 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pekerja kantoran dituntut konsentrasi tinggi. Pergerakan mayoritas di dalam ruangan mengharuskan stimuluasi saraf terus aktif. Tak ketinggalan tukang bangunan yang berpanasan dan mengerjakan benda-benda berat. Wajib ngopi agar melek.

Sebagai pecinta kopi robusta, ada yang berbeda pada bulan-bulan ini. Biasanya harga per 250 gr Rp27.000 sedangkan bulan lalu, istriku membeli harganya Rp30.000. Dua minggu lalu, aku beli sudah lebih dari Rp40.000. Buset, kenapa makin meroket?

"Apa panen nasional tidak bagus akibat kemarau panjang ya?" tebak istriku. Pantauan Kompas.com, lonjakan harga disebabkan turunnya produksi kopi di sejumlah negara produsen di Asia dan Amerika Tengah. Harga kopi robusta dunia kini di atas USD 4.000/ton (data Organisasi Kopi Internasional), yang tertinggi dalam 45 tahun sejak Juli 1979.

Akibat perubahan iklim, produksi kopi dunia menurun. Ini menjadi penyebab utama kenaikan harga kopi. Selain itu, perkebunan kopi dirombak menjadi permukiman dan kawasan perkotaan.

Di Vietnam (produsen kopi robuste kedua dunia), para petaninya justru beralih menanam durian daripada kopi. Hal ini yang turut memengaruhi harga kopi dunia.

Mungkinkah Harga Kopi Robusta Kembali Turun?

Pengamat kopi dunia memprediksi kenaikan harga kopi robusta bakal melandai tahun ini. Ada panen cukup besar di Brasil dan negara produsen kopi lainnya yang diprediksi bisa menekan kenaikan harga kopi robusta agar tidak melebihi USD 4.000/ton.

Faktanya, harga kopi robusta London secara bertahap terus meroket. Pada Jumat (26/7/2024), harganya menyentuh USD 4.300. Bahkan, dalam sepekan terakhir, harga tertinggi kopi robusta mencapai USD 4.600.

Apa Dampak Kenaikan Harga Kopi di Indonesia?

Kenaikan harga kopi robusta idealnya meningkatkan kesejahteraan di sentra-sentra kopi. Kompas meliput panen raya di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jatim, dan Sulawesi Selatan pada Juni-Juli. Para petani bergairah menyambut panen karena harga buah dan biji kopi yang bagus. 

Mereka bisa meraup Rp 75 juta/hektar dengan asal memanen buah kopi. Bahkan, jika memanen kopi yang merah, petani bisa mendapat Rp 100-120 juta/hektar. Nilai jual yang menggiurkan ini turut mendongkrak konsumsi di masyarakat.

Di sisi lain, kenaikan harga kopi mengguncang kedai kopi. Pengelola harus menghitung ulang harga. Jika harga biji kopi naik 3 kali lipat, berapa kenaikan harga untuk segelas kopi? Berikutnya pecinta kopi juga menderita jika harga kopi mahal.

Tantangan Terbesar Perkopian di Indonesia

Bicara hasil panen, petani dan lahan menjadi kuncinya. Jika ingin hasil panen bagus, pemerintah harus memberi dukungan serius dan konsisten kepada petani. Sedangkan, Menteri Pertanian malah korupsi.

Meski harga kopi tinggi, petani belum mendapat hasil maksimal. Sebab, kebun kurang dirawat sehingga hasil panennya minim.

Menurut data Kementan, produktivitas kopi di Indonesia rendah karena tanaman kopinya di atas usia produktif (di atas 20 tahun). Pertanian kopi arabika Sumatera menghadapi masalah serius, karena produksinya sangat rendah, hanya 600 kg/hektar/tahun dari potensi 2,5 ton.

Selain banyak tanaman tua tak kunjung diganti, petani menggunakan kopi varietas rendah. Mereka kesulitan mendapat bibit kopi yang berproduksi tinggi, tahan hama dan penyakit, serta dapat menyesuaikan perubahan iklim. Nah, di sinilah peran sarjana pertanian diperlukan.

Bagaimana Menghadapi Tantangan Perkopian?

Hal mendesak yang perlu segera dilakukan adalah meremajakan tanaman tua dengan varietas unggul dan memperbaiki kualitas budidaya.

Pemerintah, swasta, dan komunitas dapat membangun tempat penangkaran. Jika berhasil, segera diperluas. Dengan begitu, peremajaan kopi unggul menjadi gerakan bersama dan masif.

Strategi agar Pecinta Kopi Tak Gigit Jari

1) Membeli Produk Lokal

Kopi produksi daerah lain, apalagi impor, jelas mahal. Minum kopi lokal adalah strategi tepat menghadapi harga kopi yang meroket. Seperti aku, beli kopi robusta lokal. Rasanya cukup. Sesekali beli kopi susu yang enak bolehlah.

2) Minum Kopi Tanpa Gula

Kopi + gula = nikmat. Ditambah susu sempurna! Akhir-akhir ini harga gula sudah mahal. Kopi + gula = dobel mahal.

Coba kurangi porsi gula dari kopi (1/2:1). Perlahan, minum kopi tanpa gula. Selain lebih sehat, lebih hemat karena tak harus memakai gula. Aku sudah berhasil menerapkannya.

3) Jurus Nggereng (Angger Ireng)

Dalam suatu pertemuan RT, bapak-bapak nyeletuk saat minum kopi. "Ngombe sik, sing nggereng (angger ireng/ asalkan hitam)."

Bagi penikmat kopi, asalkan warna hitam dan rasa manis, cukuplah. Tidak dengan pecinta kopi, harus pahit biar nendang. Tapi jurus nggereng patut dicoba. Minimal kopi saset lah. Daripada tidak ngopi sama sekali. -- KRAISWAN 

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Harga Kopi Kian Tinggi, Pecinta Kopi Bakal Gigit Jari?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Kata Netizen
Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Kata Netizen
Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau