Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pekerja kantoran dituntut konsentrasi tinggi. Pergerakan mayoritas di dalam ruangan mengharuskan stimuluasi saraf terus aktif. Tak ketinggalan tukang bangunan yang berpanasan dan mengerjakan benda-benda berat. Wajib ngopi agar melek.
Sebagai pecinta kopi robusta, ada yang berbeda pada bulan-bulan ini. Biasanya harga per 250 gr Rp27.000 sedangkan bulan lalu, istriku membeli harganya Rp30.000. Dua minggu lalu, aku beli sudah lebih dari Rp40.000. Buset, kenapa makin meroket?
"Apa panen nasional tidak bagus akibat kemarau panjang ya?" tebak istriku. Pantauan Kompas.com, lonjakan harga disebabkan turunnya produksi kopi di sejumlah negara produsen di Asia dan Amerika Tengah. Harga kopi robusta dunia kini di atas USD 4.000/ton (data Organisasi Kopi Internasional), yang tertinggi dalam 45 tahun sejak Juli 1979.
Akibat perubahan iklim, produksi kopi dunia menurun. Ini menjadi penyebab utama kenaikan harga kopi. Selain itu, perkebunan kopi dirombak menjadi permukiman dan kawasan perkotaan.
Di Vietnam (produsen kopi robuste kedua dunia), para petaninya justru beralih menanam durian daripada kopi. Hal ini yang turut memengaruhi harga kopi dunia.
Mungkinkah Harga Kopi Robusta Kembali Turun?
Pengamat kopi dunia memprediksi kenaikan harga kopi robusta bakal melandai tahun ini. Ada panen cukup besar di Brasil dan negara produsen kopi lainnya yang diprediksi bisa menekan kenaikan harga kopi robusta agar tidak melebihi USD 4.000/ton.
Faktanya, harga kopi robusta London secara bertahap terus meroket. Pada Jumat (26/7/2024), harganya menyentuh USD 4.300. Bahkan, dalam sepekan terakhir, harga tertinggi kopi robusta mencapai USD 4.600.
Apa Dampak Kenaikan Harga Kopi di Indonesia?
Kenaikan harga kopi robusta idealnya meningkatkan kesejahteraan di sentra-sentra kopi. Kompas meliput panen raya di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jatim, dan Sulawesi Selatan pada Juni-Juli. Para petani bergairah menyambut panen karena harga buah dan biji kopi yang bagus.
Mereka bisa meraup Rp 75 juta/hektar dengan asal memanen buah kopi. Bahkan, jika memanen kopi yang merah, petani bisa mendapat Rp 100-120 juta/hektar. Nilai jual yang menggiurkan ini turut mendongkrak konsumsi di masyarakat.
Di sisi lain, kenaikan harga kopi mengguncang kedai kopi. Pengelola harus menghitung ulang harga. Jika harga biji kopi naik 3 kali lipat, berapa kenaikan harga untuk segelas kopi? Berikutnya pecinta kopi juga menderita jika harga kopi mahal.
Tantangan Terbesar Perkopian di Indonesia
Bicara hasil panen, petani dan lahan menjadi kuncinya. Jika ingin hasil panen bagus, pemerintah harus memberi dukungan serius dan konsisten kepada petani. Sedangkan, Menteri Pertanian malah korupsi.
Meski harga kopi tinggi, petani belum mendapat hasil maksimal. Sebab, kebun kurang dirawat sehingga hasil panennya minim.
Menurut data Kementan, produktivitas kopi di Indonesia rendah karena tanaman kopinya di atas usia produktif (di atas 20 tahun). Pertanian kopi arabika Sumatera menghadapi masalah serius, karena produksinya sangat rendah, hanya 600 kg/hektar/tahun dari potensi 2,5 ton.
Selain banyak tanaman tua tak kunjung diganti, petani menggunakan kopi varietas rendah. Mereka kesulitan mendapat bibit kopi yang berproduksi tinggi, tahan hama dan penyakit, serta dapat menyesuaikan perubahan iklim. Nah, di sinilah peran sarjana pertanian diperlukan.
Bagaimana Menghadapi Tantangan Perkopian?
Hal mendesak yang perlu segera dilakukan adalah meremajakan tanaman tua dengan varietas unggul dan memperbaiki kualitas budidaya.
Pemerintah, swasta, dan komunitas dapat membangun tempat penangkaran. Jika berhasil, segera diperluas. Dengan begitu, peremajaan kopi unggul menjadi gerakan bersama dan masif.
Strategi agar Pecinta Kopi Tak Gigit Jari
1) Membeli Produk Lokal
Kopi produksi daerah lain, apalagi impor, jelas mahal. Minum kopi lokal adalah strategi tepat menghadapi harga kopi yang meroket. Seperti aku, beli kopi robusta lokal. Rasanya cukup. Sesekali beli kopi susu yang enak bolehlah.
2) Minum Kopi Tanpa Gula
Kopi + gula = nikmat. Ditambah susu sempurna! Akhir-akhir ini harga gula sudah mahal. Kopi + gula = dobel mahal.
Coba kurangi porsi gula dari kopi (1/2:1). Perlahan, minum kopi tanpa gula. Selain lebih sehat, lebih hemat karena tak harus memakai gula. Aku sudah berhasil menerapkannya.
3) Jurus Nggereng (Angger Ireng)
Dalam suatu pertemuan RT, bapak-bapak nyeletuk saat minum kopi. "Ngombe sik, sing nggereng (angger ireng/ asalkan hitam)."
Bagi penikmat kopi, asalkan warna hitam dan rasa manis, cukuplah. Tidak dengan pecinta kopi, harus pahit biar nendang. Tapi jurus nggereng patut dicoba. Minimal kopi saset lah. Daripada tidak ngopi sama sekali. -- KRAISWAN
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Harga Kopi Kian Tinggi, Pecinta Kopi Bakal Gigit Jari?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.