Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Masuk ke lingkungan baru, di mana pun itu, pasti ada sedikit harapan kita akan menemukan orang-orang yang ramah, satu frekuensi, syukur-syukur bisa jadi support system buat kita. Termasuk salah satunya lingkungan baru dalam dunia kerja.
Sayangnya saya jarang sekali mendapatkan kondisi semenyenangkan itu. Beberapa kali saya masuk ke Perusahaan yang mana kondisinya bisa terbilang bermasalah, ruwet, pokoknya kacau balau. Entah dari cakupan pekerjaan sampai ke data yang dimiliki.
Saya pernah bekerja di salah satu mall besar di area Cikarang, waktu itu saya diajak oleh teman yang juga bekerja di sana, sebut saja dia dengan si L.
Hari pertama saya masuk, kaget bukan main, kondisi ruangan kosong, tidak ada siapapun, hanya beberapa sekuriti dan itu pun mengaku bahwa ini hari pertama mereka masuk juga.
Saya coba menghubungi si L, dan tiba-tiba dia minta maaf dan baru menjelaskan bahwa saya dimasukkan kerja di sana karena dia resign.
Masih kaget dengan penjelasannya, saya kembali dikejutkan dengan kedatangan sekitar 20 orang pria yang menuju ruang management mall dan mengamuk.
Anehnya, sejumlah security baru seakan takut melihat kedatangan mereka. Ternyata setelah saya ajak salah satu dari orang-orang tersebut, mall ini sedang dalam proses pindah tangan dari pemilik sebelumnya ke pemilik baru.
Puluhan orang tersebut di-PHK dengan alasan bahwa mereka harus mau masuk ke outsourcing yang menaungi pengadaan SDM. Sementara mereka semua menolak, karena mereka menganggap terlalu banyak potongan ini dan itu.
Lanjut ke perusahaan yang lain. Saya pernah juga mencoba bergabung dalam perusahaan yang sangat buruk di data.
Manager juga melakukan pekerjaan administrasi. Saya menjadi admin pertama di perusahaan itu. Bisa dibayangkan selama 5 tahun lebih perusahaan itu berjalan, datanya seperti apa?
Bahkan saya sampai ditugaskan ke Sulawesi Utara untuk mengumpulkan data yang ternyata tidak lengkap untuk proses penagihan.
Jadi dari perjanjian awal hanya 1 minggu, bisa sampai 2,5 tahun saya menetap di sana. Ditambah lagi ada temuan-temuan dokumen palsu yang dibuat oleh team lapangan agar bisa mengajukan dana ke pusat.
Jika saja angkanya kecil mungkin saya masih bisa jelaskan baik-baik ke kantor pusat. Tapi angkanya terlalu fantastis untuk ditutupi.
Dengan terpaksa saya kabarkan kondisi itu akhirnya saya harus menyaksikan di depan mata bahwa teman-teman saya di Manado semua mendapatkan PHK massal.
Maka yang terbayang oleh saya adalah semuanya adalah laki-laki, kepala rumah tangga, bagaimana mereka bisa dengan cepat mendapatkan pekerjaan dengan info yang mendadak seperti ini?