Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ragu Theodolfi
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kompas.com - 30/09/2024, 23:52 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam setiap pernikahan, tentu ada keputusan besar yang perlu untuk diputuskan bersama. Pemilihan alat kontrasepsi, misalnya. Setiap pasangan tentu akan memilih jenis kontrasepsi yang sesuai kebutuhan masing-masing.

Kontrasepsi sendiri adalah metode atau cara untuk mencegah terjadinya kehamilan. Sayangnya, keputusan yang dibuat ujung-ujungnya mengarah pada akhir yang sama: perempuanlah yang akan menjalani kontrasepsi.

Lihat saja, hampir semua jenis kontrasepsi modern yang ditawarkan, lebih banyak menyisir kaum hawa, sementara kontrasepsi modern bagi laki-laki sangatlah terbatas.

Menengok jumlah pengguna kontrasepsi menurut BPS 2023, perempuan yang berstatus menikah menyumbang angka 55,49% sebagai pengguna kontrasepsi. Sisanya, mungkin adalah kelompok yang tidak menggunakan kontrasepsi sama sekali.

Laki-laki dan Kontrasepsi

Sebagai seorang perempuan, Saya sendiri memandang penggunaan kontrasepsi pada laki-laki adalah sebagai bentuk nyata kesetaraan gender. Baik laki-laki maupun perempuan, memiliki peran dan tanggungjawab yang sama dalam membangun rumah tangga.

Sayangnya, keterlibatan laki-laki untuk turut andil di dalamnya sangat rendah. Ada kecenderungan dimana laki-laki lebih meletakkan urusan pembatasan kehamilan ini pada pihak perempuan.

Data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi permanen (vasektomi) pada kelompok laki-laki hanya mendapatkan posisi 0,2%.

Padahal, tingkat keberhasilan vasektomi untuk mencegah kehamilan bisa mencapai 99% daripada penggunaan kontrasepsi penghalang (kondom).

Namun ini bukan sepenuhnya karena ketidakpedulian laki-laki. Dalam budaya tertentu, keputusan untuk memilih vasektomi dianggap bertentangan dengan peran laki-laki sebagai pemimpin keluarga, juga sebagai orang yang memiliki tanggungjawab sebagai penerus garis keturunan.

Dari sisi perempuan, faktor kenyamanan serta kemandirian untuk melakukan kontrol penuh terhadap alat kontrasepsi yang dipilihnya, memberi andil dalam keputusan untuk tidak memilih penggunaan kontrasepsi vasektomi pada laki-laki.

Dari Stigma hingga Edukasi

Meskipun vasektomi adalah pilihan pribadi yang wajar, masyarakat terkadang masih memandang hal ini dengan stigma atau prasangka tertentu.

Selain stigma, mitos tentang vasektomi yang beredar di masyarakat, menjadi penghalang vasektomi pada laki-laki terutama pada masyarakat konservatif.

Akibatnya, ada keengganan untuk memilih vasektomi karena tabu atau informasi yang keliru.

Mitos yang beredar di masyarakat seperti vasektomi menyebabkan laki-laki kehilangan kejantanannya yang berdampak pada kehidupan sexualnya, adalah hal yang tidak benar. 

Nyatanya, produksi hormon testoteron dan kemampuan sexual laki-laki tidak terpengaruh.

Mitos lainnya seperti vasektomi adalah kastrasi (atau kebiri) adalah salah besar, toh tidak sampai mengangkat testis. 

Demikian halnya dengan adanya anggapan bahwa vasektomi dapat menyebabkan kanker prostat, belum dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.

Minimnya edukasi serta miskonsepsi tentang vasektomi menyebabkan ketakutan atau keraguan terhadap penggunaan kontrasepsi jenis ini. Juga kembali kepada peran perempuan dalam pengambilan keputusan.

Bagi keluarga yang memegang prinsip bahwa laki-laki adalah sebagai pemimpin dan pengambil keputusan, tentu ini menjadi problema tersendiri.

Edukasi tentang kontrasepsi apapun termasuk vasektomi, menjadi sangat krusial, tak lain agar dapat membuat keputusan yang bijak dalam pemilihan kontrasepsi, tidak hanya bagi perempuan, tapi juga bagi laki-laki.

Edukasi berupa informasi jenis kontrasepsi, cara kerja, risiko dan manfaatnya, serta pentingnya penggunaan yang benar untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.

Edukasi yang tepat dapat mengurangi stigma dan juga informasi yang keliru di masyarakat, sehingga masyarakat lebih terbuka dan memahami bahwa kontrasepsi adalah bagian penting dari perencanaan keluarga sehat.

Vasektomi dan Kesehatan Mental Perempuan

Memilih vasektomi sebagai metode kontrasepsi pada pria dapat membawa manfaat bagi perempuan. 

Vasektomi dapat mengurangi beban perempuan dari penggunaan kontrasepsi yang mempengaruhi hormon dan dapat memberi efek negatif seperti perubahan mood atau kenaikan berat badan, seperti pil KB, IUD, KB suntik.

Vasektomi dapat menurunkan risiko kehamilan hingga 99%, sehingga diharapkan metode ini dapat menekan angka kehamilan yang tidak direncanakan. 

Risiko kesehatan akan muncul terutama pada perempuan yang secara fisik maupun mental belum siap untuk hamil. 

Dibandingkan dengan tubektomi (sterilisasi pada perempuan), vasektomi adalah pilihan yang lebih aman bagi perempuan yang memutuskan untuk tidak ingin memiliki anak lagi. Tubektomi membutuhkan prosedur operasi yang lebih komplit dan risiko yang tinggi.

Bicara soal kesehatan reproduksi perempuan, tidak melulu tentang fisik, tetapi juga kesehatan mentalnya. Kekhawatiran perempuan soal kehamilan tentu menjadi beban mental tersendiri. Dengan vasektomi, rasa khawatir akan berkurang dengan sendirinya.

Vasektomi memungkinkan perempuan untuk fokus pada kesehatan mental dan fisik mereka sendiri misalnya berolahraga, meningkatkan pendidikan, mengambil kursus ini itu serta kemungkinan pengembangan diri lainnya tanpa khawatir memikirkan kehamilan.

Namun demikian, keterbukaan dan komunikasi tetap harus terjaga, mengingat vasektomi akan berdampak panjang, terutama bagi mereka yang memiliki rencana untuk menambah anak (lagi) atau karena perubahan situasi seperti adanya kematian pasangan. 

Vasektomi adalah bagian dari komitmen untuk saling menjaga, bukan hanya fisik, tetapi juga mental dan emosional.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Vasektomi, Dari Reproduksi hingga Kesehatan Mental Perempuan"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau