Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Efwe
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Efwe adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Kompas.com - 29/11/2024, 18:33 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Seruan agar masyarakat Indonesia untuk hidup super hemat alias frugal living sebagai respons ketika Pemerintah Indonesia ingin menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggema diberbagai platform media sosial, paling tidak dalam sepekan terakhir ini.

Mengutip akun media sosial Drone Emprit Official yang memotret sentimen publik terhadap kenaikan PPN 12 persen, frasa frugal living menjadi cuitan terbanyak kedua di platform media sosial, X. Tagar #frugaliving, menjadi salah satu yang paling banyak digunakan.

Menurut Kompas.com, yang mengutip pernyataan Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, ajakan ini jika benar diimplementasikan masyarakat secara luas potensial menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Lantaran, dengan gaya hidup super hemat, masyarakat artinya menahan diri untuk mengurangi kuantitas dan kualitas belanjanya secara siginifikan, akibatnya tingkat konsumsi rumah tangga bakal turun.

Padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia strukturnya didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai 53 persen per Kuartal III 2024.

Tanpa style frugal living sekalipun, laju konsumsi rumah tangga selama tiga kuartal terakhir tahun ini sebetulnya sedang dalam tren penurunan, selalu di bawah 5 persen.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2024 tercatat tumbuh 4,91 persen, kuartal selanjutnya 4,93 persen dan kuartal III sebesar 4,91 persen.

Alhasil pertumbuhan ekonomi Indonesis pada kuartal III-2024 pun hanya mampu menggeliat sebesar 4,95 persen, jauh lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 5,05 persen.

Apa Itu Frugal Living?

Ajakan untuk menjalani gaya hidup frugal atau hemat sebagai respons terhadap kenaikan PPN memang menarik perhatian. 

Secara sederhana, frugal living, atau dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai gaya hidup super hemat, adalah sebuah pendekatan terhadap kehidupan yang berfokus pada pengeluaran yang bijaksana. 

Ini bukan sekadar membatasi diri dari segala kesenangan, melainkan lebih kepada membuat keputusan pembelian yang lebih terukur dan bertanggung jawab.

Orang yang menganut gaya hidup frugal tidak serta-merta menghindari semua hal yang menyenangkan. 

Mereka tetap bisa menikmati hidup, namun dengan cara yang lebih bijak. Misalnya, alih-alih membeli barang-barang branded yang mahal, mereka memilih barang-barang berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau. Atau, mereka lebih suka memasak di rumah daripada makan di restoran setiap hari.

Konsep frugal living ini bukan hanya tentang menghemat uang, tetapi juga tentang menghargai apa yang sudah dimiliki dan mengurangi konsumerisme. 

Dengan hidup lebih hemat, seseorang bisa mencapai tujuan finansial lebih cepat, seperti membeli rumah, merencanakan pensiun, atau bahkan melakukan perjalanan yang sudah lama diimpikan.

Relasi antara Penerimaan Pajak dan Frugal Living

Nah, ketika konsep frugal living ini diterapkan secara masif, otomatis akan mengurangi konsumsi barang dan jasa, baik langsung maupun tidak langsung.

Penurunan konsumsi ini tentu saja berdampak pada pendapatan negara dari sektor pajak, terutama pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan atas hampir semua barang dan jasa.

Akibatnya penerimaan negara dari pajak terutama PPN sangat potensial untuk turun secara signifikan.

Jadi tujuan kenaikan tarif pajak untuk menambah pundi-pundi pendapatan negara pada akhirnya tak akan tercapai.

Selain ajakan Frugal living, media sosial pun diramaikan ajakan berbelanja di tempat-tempat informal seperti warung-warung gerobak, atau makan di pedagang kali lima yang terkena PPN-nya lebih minimal.

Maksudnya minimal disini, paling tidak saat kita berbelanja tak kembali kena PPN. Meskipun sejatinya, disadari atau tidak dari rangkaian transaksi yang dilakukan oleh sektor informal tersebut pasti sudah terkena PPN.

Dibalik Seruan Frugal Living

Ajakan boikot kenaikan PPN melalui frugal living yang digaungkan oleh masyarakat merupakan sebuah sinyal kuat mengenai ketidakpuasan publik terhadap kebijakan fiskal yang baru tersebut.

Ini lebih dari sekadar tren atau mode sesaat; ini adalah sebuah gerakan yang didorong oleh keprihatinan akan dampak langsung kenaikan harga terhadap kesejahteraan masyarakat.

Dengan memilih untuk hidup lebih hemat, masyarakat tidak hanya sedang berhemat, tetapi juga sedang memberikan pernyataan politik yang jelas. 

Mereka sedang mengatakan bahwa kenaikan harga yang signifikan akibat kenaikan PPN ini memberatkan dan tidak sejalan dengan kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat.

Penutup

Gerakan frugal living sebagai respons atas kenaikan PPN menjadi cerminan keresahan masyarakat. 

Kebijakan fiskal yang kurang sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat dapat memicu perubahan perilaku konsumsi yang signifikan, dengan potensi dampak yang luas terhadap perekonomian nasional.

Untuk itu, Pemerintah perlu mencari solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Selain mengevaluasi kembali kebijakan kenaikan PPN, pemerintah dapat mempertimbangkan opsi seperti memperluas basis pajak, meningkatkan efisiensi belanja negara, memberantas korupsi, dan memberikan insentif bagi sektor produktif.

Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat terlalu berat.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Di Balik Seruan Frugal Living, Protes Rakyat Atas Kenaikan PPN 12%, Ancam Pertumbuhan Ekonomi"

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Bukan Sekadar Angka Timbangan, Diet Itu tentang Perjalanan
Bukan Sekadar Angka Timbangan, Diet Itu tentang Perjalanan
Kata Netizen
Bagi Pasutri, Perhatikan Ini untuk Tetap Bisa Menafkahi Orangtua
Bagi Pasutri, Perhatikan Ini untuk Tetap Bisa Menafkahi Orangtua
Kata Netizen
Belajar Memanen Hujan lewat Joglangan
Belajar Memanen Hujan lewat Joglangan
Kata Netizen
Hilir ke Hulu Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan
Hilir ke Hulu Hijaunya Alam Kampung Karuhun, Sumedang Selatan
Kata Netizen
Bagaimana Meyakinkan Keluarga tentang Asuransi?
Bagaimana Meyakinkan Keluarga tentang Asuransi?
Kata Netizen
Bisakah Memanen Hujan di Apartemen?
Bisakah Memanen Hujan di Apartemen?
Kata Netizen
Trik 'Receh' di Transportasi Umum yang Bikin Kamu Nyaman
Trik "Receh" di Transportasi Umum yang Bikin Kamu Nyaman
Kata Netizen
Berkat Musik di Kafe dan Latte, Akhirnya Novelku Rampung Juga
Berkat Musik di Kafe dan Latte, Akhirnya Novelku Rampung Juga
Kata Netizen
7 Cara Anak Bekasi atasi 'Commuting Stress'
7 Cara Anak Bekasi atasi "Commuting Stress"
Kata Netizen
Tentang Royalti Lagu 'Indonesia Raya' dan Rilis Versi Lokananta
Tentang Royalti Lagu "Indonesia Raya" dan Rilis Versi Lokananta
Kata Netizen
Mencicip Segala 'Rasa Singkawang' di Krendang, Jakarta Barat
Mencicip Segala "Rasa Singkawang" di Krendang, Jakarta Barat
Kata Netizen
Siapa Masih Jadikan Hujan sebagai Alasan Bolos?
Siapa Masih Jadikan Hujan sebagai Alasan Bolos?
Kata Netizen
Apa yang Lelaki Renungkan Sebelum Memutuskan Menikah?
Apa yang Lelaki Renungkan Sebelum Memutuskan Menikah?
Kata Netizen
Kita Bekerja untuk Membeli Waktu di Jakarta
Kita Bekerja untuk Membeli Waktu di Jakarta
Kata Netizen
Merasakan Pertumbuhan Ekonomi dari Kedai Kopi
Merasakan Pertumbuhan Ekonomi dari Kedai Kopi
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau