Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ada banyak kesulitan ketika membaca buku ilmiah, di antara karena penulisnya kadang terlihat "sok ilmiah".
Bahkan, Steven Pinker, seorang psikolog dan linguis dari Harvard University, dalam bukunya The Sense of Style: The Thinking Person's Guide to Writing in the 21st Century (2014), mencirikan "sok ilmiah" itu dengan banyaknya akademisi menggunakan bahasa yang sulit dipahami.
Fenomena tersebut, bagi Steven Pinker, sebagai "the curse of knowledge" atau "kutukan pengetahuan".
Lebih jauh Pinker mengungkap seperti ini:
The curse of knowledge adalah kondisi ketika seseorang yang sangat memahami suatu topik ternyata kesulitan untuk membayangkan bagaimana rasanya ia tidak mengetahui topik tersebut. Hal itu membuat ia menulis atau berbicara dengan asumsi bahwa pembaca memiliki tingkat pengetahuan yang sama (dengan dirinya). Akibatnya, tulisan mereka menjadi penuh dengan istilah teknis, struktur kalimat yang rumit, dan argumen yang tidak dapat dijelaskan dengan jernih.
Mungkin penulis yang akademis lupa bahwa ia perlu memopulerkan karyanya (diseminasi) bukan hanya kepada sesama akademisi, melainkan juga ke masyarakat luas. Memang tidak perlu menggunakan "bahasa bayi", tetapi harus menggunakan bahasa semiformal dengan sifat yang fleksibel (lentur) dan populer. Salah satu makna populer di dalam KBBI adalah sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya dan mudah dipahami orang banyak.
Istilah buku ilmiah populer mencuat, tetapi akademisi kurang suka menyebut buku mereka itu ilmiah populer karena terkesan kurang ilmiah. Alih-alih menyebut buku ilmiah populer, Direktorat Pendidikan Tinggi lebih memilih istilah 'buku referensi' yang sebenarnya keliru penyebutan dalam terminologi ilmu penerbitan dan ilmu perpustakaan.
Jauh sebelum masa kini, Mary Somerville, seorang penulis sains, telah memelopori penulisan buku ilmiah populer yang sukses pada abad ke-19. Bukunya yang ditujukan untuk masyarakat umum berjudul On the Connexion of the Physical Sciences (1834) laris terjual.
Buku itu membahas topik-topik, seperti gravitasi, magnetisme, optik, elektromagnetisme, dan termokimia, serta menjelaskan konsep-konsep itu dengan bahasa yang mudah dipahami dan terperinci. Buku itu juga mengandung banyak ilustrasi dan diagram sehingga lebih mudah dipahami oleh orang awam.
Kesadaran tentang perlunya penemuan ilmiah yang dipopulerkan muncul juga pada 1830. Pencetusnya seorang astronom bernama John F. William Herschel (penemu Planet Uranus). Ia menyadari perlunya genre sains populer.
Lalu, Herschel mengirimkan sepucuk surat kepada filsuf William Whewell. Ia menuliskan bahwa masyarakat umum membutuhkan "pencernaan dari apa yang sebenarnya diketahui di setiap cabang ilmu tertentu untuk memberikan pandangan yang terhubung tentang apa yang telah dilakukan, dan apa yang masih harus dicapai".
Di Indonesia hanya segelintir akademisi dan ilmuwan yang mampu menulis buku ilmiah populer serenyah kripik kentang atau senikmat klepon jika membaca dan mencernanya. Anda tak perlu mengernyitkan dahi untuk membacanya meskipun Anda tidak berlatar belakang keilmuan yang linear dengan si penulis.
Penyebab Sok Ilmiah
Kembali saya. mengutip Pinker tentang mengapa terjadi sikap sok ilmiah dalam buku ilmiah. Berikut empat alasannya.
Norma dan Tradisi Akademik: Dalam banyak disiplin ilmu, menulis dengan gaya yang kompleks sering dianggap sebagai tanda kecerdasan dan keahlian.