Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Junjung Widagdo
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Junjung Widagdo adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Bisakah Membangun Bangsa dengan Gizi yang Baik?

Kompas.com - 31/01/2025, 19:24 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dukungan bersama, MBG bisa menjadi tonggak kebangkitan dalam memperbaiki pola makan anak-anak kita dan, lebih luas lagi, mendukung Indonesia Emas 2045.

Namun, seperti halnya setiap perubahan besar, dibutuhkan jiwa besar untuk bersama-sama memastikan keberhasilannya.

Sedangkan di Kota Metro, Lampung, program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih dalam tahap persiapan pada Rabu (8/01/2025). Saya termasuk salah satu guru yang menantikan pelaksanaan program ini di sekolah kami.

Antusiasme dalam menyambut program MBG ini sangat baik di lingkungan sekolah kami, meskipun ada berbagai kecemasan terkait pelaksanaannya.

Dalam beberapa obrolan santai, sejumlah rekan menunjukkan semangat mereka terhadap program ini. Namun, tidak sedikit pula yang meragukan keberhasilannya.

Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya, terutama terkait sumber pendanaan yang diperlukan.

Selain itu, terdapat pro dan kontra yang muncul, mulai dari besaran anggaran yang dialokasikan, keraguan atas kandungan gizi makanan yang disediakan, hingga dampak ekonomi bagi kantin-kantin sekolah.

Sebagai warga negara sekaligus pendidik, saya menyambut baik program Makan Bergizi Gratis ini.

Tak Semata Makan, Ini Edukasi

Tidak realistis jika kita mengatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan langsung menjadi solusi atas masalah gizi di tanah air. Sebab, program ini hanya menyediakan makanan sekali sehari dan baru saja dilaksanakan tahun ini.

Manfaat gizi hanya dapat dirasakan secara optimal jika konsumsi makanan bergizi dilakukan secara konsisten sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan.

Namun, setidaknya dengan adanya MBG, para orangtua dan anak-anak dapat belajar tentang porsi makanan sehat yang seimbang.

Program MBG juga menjadi pilihan untuk mengalihkan anak-anak dari makanan yang rendah gizi menuju makanan yang memiliki kandungan gizi baik serta aman untuk dikonsumsi dalam jangka panjang.

Hari ini, saya mencoba melakukan survei kecil di beberapa kelas yang saya ajar, terkait makanan sehat dan bergizi dalam kaitannya dengan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.

Hasilnya cukup mengejutkan. Banyak siswa yang masih mengonsumsi makanan ultra proses, yang tentu saja nilai gizinya jauh dari kata cukup dan bahkan berpotensi membahayakan kesehatan.

Artinya, program MBG ini bukan semata pemberian makanan, tetapi juga menyisipkan edukasi. Orangtua dan anak-anak diperkenalkan pada jenis-jenis makanan sehat dan bergizi.

Harapannya, kesadaran akan pentingnya makanan sehat dan bergizi dapat tumbuh dalam diri anak-anak untuk masa depan mereka. Efeknya tentu bersifat jangka panjang.

Sangat cocok untuk mendukung persiapan Indonesia Emas 2046.

Dukung, Jangan Gembosi!

Banyak testimoni tentang pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) beredar di media sosial. Salah satu yang ramai dibicarakan kemarin adalah testimoni jujur dari seorang siswa SD setelah mencicipi menu ayam dari MBG. Katanya, “rasanya aneh.”

Mungkin ini hanya salah satu dari sedikit testimoni yang muncul ke permukaan tentang rasa dari menu MBG. Bisa jadi, di berbagai daerah terdapat kasus serupa, seperti kekurangan pada rasa, porsi, atau mungkin tingkat kehigienisan makanan.

Di sinilah sudut pandang masyarakat sebagai warga negara mulai terbelah. Ada yang menjadikan hal ini sebagai alasan untuk menggembosi program yang sedang dijalankan pemerintah. Namun, ada pula yang berpikir positif dengan menjadikan momen ini sebagai bahan evaluasi dan refleksi bagi pelaksanaan program MBG.

Saya rasa, tak ada habisnya jika kita hanya terus mencari kekurangan dari MBG. Inilah saatnya peran kita sebagai warga negara yang baik dibutuhkan.

Kritik pedas terhadap MBG tentu harus tetap disampaikan. Namun, yang perlu dicatat adalah semangat juang di balik kritik tersebut, bagaimana kita menggunakan kritik untuk memperbaiki program demi kebaikan bersama.

Dengan kata sederhana, mari kita perbaiki bersama apa yang kurang dari program MBG ini. Jangan justru selalu mencari celah untuk menggembosi program yang bertujuan baik ini.

Mari Berjiwa Besar

Harapannya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat berjalan dengan baik tanpa menjadi lahan "basah" bagi beberapa oknum. Mengingat mata rantai program MBG ini panjang, potensi penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi tentu perlu diantisipasi.

Selain itu, keberadaan program ini juga dapat berdampak pada kantin-kantin sekolah yang merasa kehilangan pendapatan karena anak-anak tidak lagi banyak jajan. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah.

Jangan sampai program yang baru ini justru mematikan mata pencaharian warga negara sendiri. Diharapkan ada kolaborasi yang menghasilkan kebijakan yang adil dan berpihak, baik kepada pemilik kantin maupun pemerintah.

Sebagai orangtua, saya pribadi merasa sangat terbantu dengan adanya program MBG ini. Porsi pengeluaran untuk jajan anak-anak kini lebih terkontrol. Jika sebelumnya anak harus membawa bekal dari rumah, sekarang hal itu tidak lagi diperlukan karena sudah tersedia makan siang bergizi gratis di sekolah.

Kebiasaan-kebiasaan baik seperti ini perlu disebarluaskan ke seluruh negeri. Makan siang sehat dan bergizi adalah salah satu kebiasaan baik yang perlu menjadi habit bagi setiap orangtua dan anak-anak kita saat ini.

Harapannya, program ini juga membuka peluang bagi berbagai inovasi dan program baru untuk mendukung MBG. 

Misalnya, kerja sama antara pemerintah dengan berbagai pihak sebagai rantai stok pendukung program, seperti petani, peternak, akomodasi, dan sektor lainnya, sehingga roda perekonomian dapat bergerak hingga ke tingkat terbawah.

Semoga program ini memberikan dampak positif bagi negara kita. Jika ada kekurangan di sana-sini, itu menjadi tugas bersama untuk menyempurnakannya agar lebih baik ke depannya.

Dengan memperkuat kolaborasi antar sektor, meningkatkan pengawasan, dan menyertakan edukasi gizi yang menyeluruh, program MBG dapat memberikan dampak yang lebih besar dan lebih berkelanjutan bagi kesehatan generasi penerus bangsa. 

Selain itu, monitoring dan evaluasi yang terus-menerus perlu dilakukan untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas dari program ini. 

Pemerintah harus membentuk sistem evaluasi yang melibatkan para pendidik dan orangtua, agar seluruh pihak memiliki kesempatan untuk memberikan masukan yang konstruktif. 

Melalui evaluasi yang berkesinambungan, program MBG dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal yang berbeda-beda, baik dari segi rasa, porsi, hingga variasi menu yang sesuai dengan kondisi gizi anak-anak di berbagai daerah.

Memang dibutuhkan jiwa besar untuk membangun bangsa. Makan siang sehat dan bergizi gratis adalah langkah besar yang juga memerlukan dukungan besar dari kita semua demi masa depan negeri ini dan generasi anak-anak kita kelak.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Membangun Bangsa dengan Gizi dan Jiwa Besar"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau