Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ikhsan Madjido
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kompas.com - 24/04/2025, 13:43 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Menikah di tengah ekonomi sulit sering dianggap sebagai "strategi bertahan hidup'.

Namun, benarkah gabungan dua gaji otomatis membawa kebahagiaan? Atau justru menjadi awal petaka finansial?

Kalimat ini mungkin terdengar seperti dialog sinetron, tapi inilah realita yang diumbar di media sosial lewat tren "menikah in this economy".

Banyak pasangan muda berpikir: "Daripada lajang terus, mending nikah biar ada yang bantu bayar sewa kos!". Tapi tunggu dulu.

Data BPS 2023 menunjukkan biaya hidup melonjak 15% dalam setahun, sementara 60% perceraian di Indonesia dipicu konflik keuangan. Jadi, benarkah pernikahan adalah solusi? Atau justru entry point menuju labirin masalah yang lebih rumit? 

Seorang teman pernah bercanda, "Kalau mau cepet kaya, nikah aja! Satu gaji buat jajan, satu gaji buat nabung." Tapi ketika ia benar-benar menikah tahun lalu, ucapannya berubah: "Ternyata dua gaji pun bisa karam kalau dipakai beli popok dan bayar cicilan motor."

Pernikahan di era ini bukan sekadar pesta serba putih dan foto-foto estetik di Instagram.

Ini lebih mirip ujian kolaborasi: bisakah dua orang dengan kebiasaan, prioritas, dan mimpi yang berbeda menyusun strategi bersama di tengah badai ekonomi?.

Sebelum mengucap "I do", mari ajukan tiga pertanyaan kritis ini---bukan untuk meragukan cinta, tapi untuk memastikan kita tak sekadar "tandem sepeda dengan rem blong" di jalanan penuh lubang. 

Pertanyaan Pertama: "Apakah Kita Siap Kehilangan Kebebasan Finansial?" 

Sebagai lajang, gaji Rp10 juta sebulan membuatmu bisa nongkrong di kafe kekinian tiap akhir pekan, langganan Netflix premium, dan masih sisa untuk nabung.

Tapi begitu status berubah menjadi "sudah menikah", anggaran itu tiba-tiba harus mencakup belanja bulanan, listrik, air, iuran sampah, hingga dana save the date untuk sepupu jauh yang tiba-tiba ngajak arisan.

Belum lagi jika ada kejutan bernama "anak" --yang konon bisa menghabiskan Rp3-5 juta per bulan hanya untuk susu dan diaper. 

Seorang kenalan, sebut saja Juliet, bercerita bagaimana pernikahannya nyaris kandas hanya karena perseteruan soal online shopping. "Suami marah karena aku beli tas seharga Rp2 juta. Padahal dulu, uangku ya uangku. Sekarang, dia bilang itu uang 'kita'," keluhnya. 

Konflik seperti ini bukan sekadar soal angka, tapi soal kesiapan mental untuk bertransisi dari single fighter menjadi tim komando.

Tips sederhana? Coba buat simulasi anggaran bulanan sebelum menikah. Hitung berapa biaya hidup jika harus ditanggung berdua, lalu bandingkan dengan total penghasilan.

Jika hasilnya minus, mungkin saatnya diskusi serius: mau kurangi jajan kopi atau nego kenaikan gaji ke bos? 

Pertanyaan Kedua: "Bagaimana Jika Salah Satu di-PHK atau Sakit Berkepanjangan?" 

PHK massal di sektor teknologi awal tahun ini menjadi pengingat pahit: di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity), tidak ada yang benar-benar aman.

Bayangkan pasangan yang menggantungkan hidup pada dua gaji, lalu tiba-tiba salah satu di-PHK. Tanpa dana darurat, mereka bisa terpaksa jual motor atau---lebih parah---menggerus tabungan pendidikan anak. 

Ambil contoh kisah Aril dan Maya. Andi bekerja di startup yang tiba-tiba collaps, sementara Maya harus menanggung semua biaya rumah tangga dengan gaji Rp8 juta sebagai guru honorer?

"Kami seperti memeras batu sampai darah keluar," ujarnya. Mereka tak punya asuransi kesehatan, sehingga ketika Maya dirawat karena tipes, Aril harus meminjam uang ke pinjol.

Cerita ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menegaskan: dana darurat 6x pengeluaran bulanan dan asuransi kesehatan bukan lagi optional, melainkan mandatory---seperti helm saat naik motor. 

Pertanyaan Ketiga: "Sudahkah Visi Finansial Kita Selaras?" 

Pernah dengar pasangan yang bertengkar karena satu ingin beli rumah, sementara yang lain ingin jalan-jalan ke Eropa? Atau suami yang ingin investasi saham, sementara istri lebih memilih melunasi utang KTA?

Ini bukan sekadar perbedaan selera, tapi benturan visi finansial yang bisa menggerogoti hubungan. 

Psikolog keluarga, Dr. Aisyah Rahman, menyebutkan bahwa 7 dari 10 pasiennya mengalami stres pernikahan akibat ketidakselarasan tujuan keuangan.

"Masalahnya bukan pada jumlah uang, tapi pada cara memaknai uang itu," jelasnya.

Misalnya, pasangan yang dibesarkan di keluarga pas-pasan mungkin ingin fokus pada tabungan darurat, sementara yang terbiasa hidup berkecukupan lebih nyaman berinvestasi.

Solusinya? Buat financial planning worksheet---semacam cheat sheet berisi target jangka pendek (lunasin utang), menengah (beli mobil), dan panjang (dana pensiun).

Jika perlu, ajak financial planner sebagai wasit untuk menghindari debat kusir. 

Bukan Tentang Cinta, Tapi Komitmen pada Realita 

Menikah di era serba tak pasti ini ibarat mendaki gunung dengan medan tak dikenal. Cinta adalah motivasi, tapi perencanaan matang adalah peralatan pendakiannya.

Seperti kata ekonom Dr. A. Prasetyantoko, "Ketahanan keluarga modern ditentukan oleh kemampuan adaptasi finansial, bukan sekadar romantisme."

Jika tiga pertanyaan di atas masih membuatmu berkeringat dingin, mungkin ini saatnya menunda resepsi dan mulai rapat board meeting berdua. 

Bagikan artikel ini ke pasanganmu, lalu duduklah bersama sambil menyeruput kopi (yang harganya sudah masuk anggaran bulanan).

Diskusi jujur hari ini mungkin awkward, tapi lebih baik daripada pertengkaran besok karena ternyata kalian beda haluan soal cara bayar utang.

Dan untuk pembaca yang masih lajang: jangan buru-buru menyalahkan ekonomi. Seperti kata pepatah Jawa, "Ojo kagetan, ojo gumunan"---jangan mudah terkejut, jangan mudah tergiur. 

Bonus Tips: 

1. Audit keuangan pribadi --catat semua utang, aset, dan cash flow seperti menulis diary. 

2. Pertimbangkan prenup --bukan untuk pesimis, tapi agar warisan nenek tak jadi bahan ribut. 

3. Ikut seminar finansial --cari yang gratis di YouTube kalau belum ada budget. 

"Selain tiga hal di atas, menurutmu, pertanyaan apa lagi yang wajib diajukan sebelum menikah di era serba tak pasti ini?"

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Nikah Bukan Solusi, tetapi Ujian Nyata"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau