Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Menurut temuan dari Dana Moneter Internasional (IMF), setiap kenaikan inflasi minyak global sebesar 10% rata-rata akan berdampak pada kenaikan inflasi domestik sekitar 0,4% dalam jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi global, terutama dalam hal harga minyak, memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi dalam negeri.
Ketidakpastian dalam geopolitik semakin meningkat setelah serangan balasan yang dilakukan oleh Iran terhadap Israel. Serangan ini memunculkan ketegangan yang berpotensi memicu respons lebih lanjut dari berbagai negara, yang dapat mengakibatkan eskalasi konflik yang lebih besar.
Jika konflik terus berlanjut, kemungkinan akan melibatkan negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, dan negara-negara yang menjadi fokus ketegangan, seperti Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara. Hal ini berpotensi menyebabkan dampak yang luas tidak hanya dalam hal keamanan, tetapi juga dalam ekonomi global.
Negara-negara yang terlibat dalam ketegangan geopolitik ini tidak hanya memiliki kekuatan militer yang besar, tetapi juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam perekonomian global. Banyak dari negara-negara ini adalah produsen utama sumber daya alam, terutama minyak bumi, yang menjadi faktor penting dalam perekonomian global.
Oleh karena itu, ketegangan geopolitik memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan serius dalam pasar minyak global, yang pada gilirannya akan berdampak pada stabilitas ekonomi global secara keseluruhan.
Salah satu dampak paling langsung dari ketegangan geopolitik adalah pada sektor ekonomi, terutama dalam hal harga minyak bumi. Sebagaimana yang ditemukan oleh IMF, kenaikan harga minyak bumi memiliki korelasi dengan kenaikan inflasi, yang dapat berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi domestik.
Di Indonesia, kenaikan harga komoditas seperti minyak bumi dapat menyebabkan inflasi bahan bakar minyak (BBM), yang pada gilirannya dapat mempengaruhi daya beli masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mungkin perlu mempertimbangkan kebijakan peningkatan subsidi untuk meredakan dampak inflasi yang mungkin terjadi.
Namun, kebijakan semacam ini juga memiliki konsekuensi dalam bentuk peningkatan pengeluaran pemerintah, yang dapat menjadi beban tambahan bagi anggaran negara. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan dengan cermat langkah-langkah kebijakan yang akan diambil untuk mengatasi dampak dari ketegangan geopolitik ini.
Tidak ada pilihan yang mudah dalam menghadapi tantangan ini. Biarkan harga BBM naik dapat berdampak luas pada berbagai sektor ekonomi, termasuk transportasi dan distribusi barang, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga barang-barang konsumsi dan biaya hidup masyarakat secara keseluruhan.
Ini hanya menggambarkan dampak jangka pendek dari kenaikan harga minyak dunia dan ketegangan geopolitik yang terkait. Namun, penting untuk diingat bahwa ketegangan geopolitik juga dapat mempengaruhi harga komoditas lainnya, seperti gas, besi, baja, dan pupuk, yang semuanya memiliki dampak yang luas dalam perekonomian global.
Indonesia, seperti banyak negara lainnya, menghadapi tantangan serius dalam menghadapi ketidakpastian ini. Pelemahan nilai tukar Rupiah dan peningkatan biaya impor adalah contoh konkret dari dampak yang telah dirasakan oleh negara ini.
Pelemahan nilai tukar Rupiah dapat meningkatkan biaya impor, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kenaikan harga barang impor. Hal ini dapat menjadi beban tambahan bagi masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada barang-barang impor untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jika pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut, kemungkinan akan menyebabkan inflasi yang dapat mempengaruhi stabilitas sosial dan politik. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan otoritas moneter untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menghadapi tantangan ini.
Terlebih, dalam beberapa bulan mendatang, akan ada transisi politik yang berpotensi mempengaruhi sentimen pasar. Harapan umum adalah agar transisi dapat berlangsung lancar tanpa mengganggu dinamika perekonomian.
Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter, akan berusaha untuk menstabilkan nilai rupiah menggunakan berbagai instrumen yang dimilikinya.