Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Dahron
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Muhammad Dahron adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Tahun 2025 Tahun YONO, Bukan YOLO

Kompas.com - 19/01/2025, 16:53 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pada awal tahun 2025, dunia diprediksi perubahan pola pikir generasi muda: dari melalui beralihnya filosofi hidup dari YOLO (You Only Live Once) menuju YONO (You Only Need One).

Filosofi YOLO, yang pernah menjadi mantra hidup utama bagi banyak orang, mengajak individu untuk meraih setiap peluang dan menikmati hidup tanpa penyesalan, seringkali dengan menekankan pencarian kesenangan instan. 

Namun, dalam era yang penuh tantangan ini, semakin banyak orang mulai merasakan bahwa pendekatan tersebut tidak lagi memadai untuk menghadapi kompleksitas hidup modern, seperti ketidakpastian ekonomi, perubahan iklim, dan tekanan sosial yang terus meningkat.

Sementara itu, YONO menawarkan pandangan yang lebih terfokus dan berkelanjutan. Konsep ini tidak hanya mendorong kita untuk hidup dengan satu tujuan yang jelas, tetapi juga untuk memprioritaskan kualitas, kedalaman, dan dampak positif dari setiap keputusan yang kita ambil. 

YOLO, Gaya Hidup Hedonis yang Tak Lagi Sesuai

Filosofi YOLO muncul sebagai dorongan untuk memanfaatkan setiap kesempatan dalam hidup, mengutamakan kesenangan tanpa terlalu memikirkan konsekuensinya. Pada puncaknya, konsep ini mengajak individu untuk hidup sepenuhnya dalam momen saat ini, mengabaikan kekhawatiran tentang masa depan dan lebih fokus pada kenikmatan sesaat. 

Dalam banyak kasus, filosofi ini menjadi panduan untuk keputusan-keputusan yang spontan dan terkadang berisiko, seperti perjalanan besar, pembelian impulsif, atau pencarian kebahagiaan instan. Namun, meskipun YOLO memberikan kebebasan untuk menjalani hidup tanpa rasa takut atau penyesalan, banyak orang mulai merasa bahwa pendekatan ini tidak memberi kedalaman yang mereka cari. 

Dalam dunia yang semakin kompleks, ketidakpastian global, dan pergeseran nilai-nilai sosial, YOLO sering dianggap sebagai bentuk escapisme sebuah cara untuk menghindari kenyataan hidup yang membutuhkan lebih banyak perhatian, perencanaan, dan tanggung jawab.

YONO: Filosofi Hidup yang Lebih Bijak dan Sadar Tujuan

YONO You Only Need One adalah konsep yang mengajak kita untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup, dan menyadari bahwa kualitas lebih utama daripada kuantitas. 

Berbeda dengan YOLO yang mendorong kita untuk mengejar banyak pengalaman dalam waktu singkat, YONO menekankan pada pemilihan yang cermat dan mendalam, memperlakukan hidup sebagai perjalanan yang dipenuhi dengan tujuan dan makna yang lebih dalam. 

Filosofi ini mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada berlarinya waktu untuk meraih berbagai pencapaian atau kesenangan sementara, tetapi pada hal-hal yang memberi kepuasan batin yang berkelanjutan.

Dalam penerapannya, YONO mengajak kita untuk merenung dan bertanya, apa yang benar-benar kita butuhkan dalam hidup? Bukan sekadar mengikuti tren atau mengejar tujuan yang dibangun di atas tekanan eksternal, tetapi mengidentifikasi apa yang memberikan dampak positif dalam jangka panjang baik untuk diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. 

Misalnya, alih-alih terjebak dalam upaya mencapai segala sesuatu yang ada dalam daftar impian, seseorang yang mengikuti filosofi YONO akan lebih memilih untuk fokus pada satu tujuan besar, seperti membangun karier yang memuaskan, merawat hubungan yang sehat, atau berkontribusi pada komunitas dengan cara yang lebih berarti.

Dampak Sosial dan Ekonomi yang Mendorong Pergeseran Ini

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Kata Netizen
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Kata Netizen
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Kata Netizen
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Kata Netizen
Tren Berolahraga, Ikut Tanpa Perlu dengan Ekstrem
Tren Berolahraga, Ikut Tanpa Perlu dengan Ekstrem
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau