Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Tragedi Jalan Tol: Saat Manusia Tertinggal Infrastruktur"
Jalan tol adalah salah satu infrastruktur yang pembangunannya dikebut oleh pemerintahan Pak Jokowi.
Menurut data sensus Badan Pusat Statistik (BPS, 2017), total panjang jalan tol yang beroperasi di Indonesia pada tahun 2014 baru sekitar 784 Km. Sementara total panjang tol per Juni 2022 sudah mencapai 2.500 Km.
Jika dibandingkan dengan total 548.366 Km panjang jalan nasional, provinsi, kota dan kabupaten pada 2020 (BPS) maka panjang jalan tol tersebut hanyalah 0,45% saja.
Namun jika kita lihat angka kecelakaan lalu lintas jalan raya, maka kontribusi jalan tol adalah cukup besar.
Menurut data statistik Kementerian Perhubungan 2020 (Pustikom Kemenhub, 2021) antara 2016 dan 2020 terjadi sekitar 110.000 kecelakaan lalu lintas jalan raya setiap tahunnya.
Selanjutnya, menurut Badan Pengelola Jalan Tol atau BPJT (2020) setiap tahunnya terjadi sekitar 3.725 kecelakaan di jalan tol.
Dengan demikian di Indonesia, sekitar 3,4% kecelakaan jalan raya terjadi di jalan tol setiap tahunnya padahal panjang jalan tol hanya sekitar 0,45% dari total panjang jalan.
Jelas bahwa risiko kecelakaan di jalan tol lebih tinggi dibandingkan di berbagai kelas jalan lainnya.
Berfungsinya suatu infrastruktur sesungguhnya memerlukan interaksi yang baik antar 3 komponennya, yaitu bangunan fisik infrastruktur itu sendiri, pengguna, dan sistem (peraturan).
Tanpa interaksi yang baik, yang akan terjadi adalah kegagalan. Pada infrastruktur jalan tol salah satu kegagalan itu adalah tingginya kecelakaan.
Satu yang bisa kita lihat dengan sangat mudah di jalan-jalan tol di Indonesia adalah tidak adanya interaksi yang baik antara pengguna dengan sistem (peraturan).
Ada dua hal yang paling sering kita lihat atau mungkin kita lakukan sendiri di jalan tol.
Bahu jalan pada dasarnya dibuat hanya untuk mengakomodasi situasi darurat seperti kendaraan yang mengalami gangguan teknis atau sebagai tempat evakuasi kendaraan yang mengalami kecelakaan.
Bahu jalan tol memiliki permukaan yang lebih kasar karena memang tidak dirancang sebagai lajur untuk melaju dengan kecepatan tinggi.
Dengan demikian tindakan menggunakan bahu jalan untuk menyalip jelas berbahaya karena tiga sebab.
Pertama, sebagai tempat evakuasi kendaraan bermasalah, bahu jalan adalah tempat yang sangat berbahaya untuk melaju apalagi dengan kecepatan tinggi.
Kendaraan yang melaju di badan jalan dan tiba-tiba mengalami gangguan punya hak untuk menepi ke bahu jalan.
Bayangkan jika Anda sedang ngebut di bahu jalan dan tiba-tiba ada kendaraan yang menepi ke bahu jalan, apa yang bisa Anda lakukan?
Contoh lainnya, di tikungan atau di tanjakan maupun turunan di mana jarak pandang terbatas, sebuah kendaraan yang melaju kencang di bahu jalan bisa dikejutkan oleh kendaran bermasalah yang terparkir di bahu jalan.
Kedua, karena tidak dirancang untuk kecepatan tinggi maka permukaan bahu jalan yang kasar pada dasarnya berbahaya untuk ban kendaraan.
Ketiga, mendahului dari sisi kiri adalah suatu tindakan yang sangat berbahaya.
Di Indonesia di mana setir ada di sisi kanan, tindakan mendahului harus dilakukan dari sisi kanan.
Ada satu bagian di sisi kiri pengemudi yang tidak bisa dilihat di kaca spion kiri yang umum disebut titik buta (blind spot).
Pengemudi tidak selalu bisa melihat kendaraan yang datang dari arah belakang kiri terutama yang masuk dalam zona titik buta itu.
Akibatnya akan fatal jika pengemudi tidak bisa mengantisipasi datangnya kendaraan yang melaju kencang dari bahu jalan di sisi kirinya. Risiko terjadi kecelakaan pun akan sangat besar jika terjadi situasi seperti ini..
Lajur paling kanan di jalan tol dirancang sebagai lajur untuk mendahului. Seorang pengemudi seharusnya memakai lajur tersebut jika dan hanya jika ia ingin mendahului kendaraan di depannya. Setelah melakukan manuver mendahului, yang bersangkutan wajib kembali ke lajur kiri.
Namun demikian, melaju santai dan menetap di lajur kanan, tanpa maksud mendahului, tampaknya sudah menjadi kebiasaan sebagian pengguna jalan tol.
Mungkin hal ini dilakukan karena dengan melaju di lajur paling kanan, Anda akan merasa nyaman karena akan jarang terhalang kendaraan yang melaju dengan lambat.
Tapi tahukah Anda betapa melaju santai di lajur paling kanan adalah tindakan berbahaya dan egois?
Hal itu karena pertama, kendaraan yang melaju dengan lambat di lajur paling kanan berisiko sangat tinggi untuk ditabrak oleh kendaraan yang memang sedang bermanuver mendahului.
Dalam situasi semacam itu, pengemudi kendaraan yang sedang bermanuver mendahului dengan mengambil lajur paling kanan tidak akan bisa mencapai kecepatan idealnya karena harus melakukan pengereman mendadak akibat terhalang kendaraan yang melaju lambat di lajur paling kanan.
Aksi pengereman mendadak ini tentu akan sangat membahayakan tidak hanya diri sendiri, melainkan juga pengendara lain di belakangnya.
Kedua, kendaraan yang melaju santai di lajur paling kanan akan memaksa kendaraan yang lain untuk mendahului lewat lajur kiri atau yang lebih lambat.
Bahaya yang terjadi adalah sama dengan risiko mendahului dari sisi kiri seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya.
Lebih bahaya lagi adalah jika kendaraan yang melaju lambat di lajur paling kanan menjadi pemicu kendaraan yang lain untuk melakukan pelanggaran, seperti menyalip lewat bahu jalan.
Akhirnya, penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk mengerti mengapa pengguna tol di Indonesia cukup banyak yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas alias sistem.
Ketidaktahuan akan sistem? Atau ketidakpercayaan pada sistem?
Jika masalahnya ada pada ketidaktahuan akan sistem atau peraturan lalu lintas di jalan tol, tentu harus diatasi dengan perbaikan pada penyelenggaraan pendidikan dan sertifikasi atau perizinan berlalu lintas (mengemudi).
Yang mengerikan adalah jika yang terjadi sebenarnya adalah ketidakpercayaan pada sistem.
Karena hal ini bisa jadi adalah gunung es dari perilaku kita sendiri yang mungkin tidak percaya terhadap segala sistem yang dibuat dan diberlakukan di kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya berlalu lintas tapi juga di segala aspek hidup sosial.
Mengutip lirik lagunya rapper cewek Amerika, Dessa Wander: “I hope I'm wrong..”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.