Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ikwan Setiawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ikwan Setiawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Dosen. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pentingnya Konservasi Kawasan Air Terjun Maelang, Jember

Kompas.com - 12/11/2022, 19:01 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Air Terjun Maelang: Antara Keindahan dan Pentingnya Konservasi"

Keindahan alam Jember memang tidak kalah menarik dengan wisata di daerah lainnya. Selain panorama pegunungan yang memukau serta pantainya yang menawan, keindahan Jember juga dapat ditemukan pada salah satu air terjunnya yang berada di wilayah Dusun Sebanen, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, yang mana warga lokal menyebutnya Air Terjun Maelang.

Keindahan Air Terjun Maelang terletak pada bentuk air terjun bertingkat yang berasal dari mata air di bebatuan kapur dan juga pepohonan endemik yang masih terjaga di pinggir sungai dan air terjun, meskipun di lahan sekitarnya sudah ditanami pohon jati. Akar-akar pohon endemik seperti Elo Gondang (Ficus variegata Blume) merambat di bebatuan dan tanah, membentuk lukisan alam nan indah.

Keberadaan pepohonan yang menaungi Air Terjun Maelang menghadirkan hawa sejuk. Dipadu dengan suara air yang begitu ritmis, pengunjung bisa merasakan suasana damai dan tenang, sehingga Air Terjun Maelang dapat dikatakan sebagai destinasi yang cocok untuk menjernihkan pikiran dan batin.

Sungai kecil dari arah Maelang yang dikeliling pepohonan endemikKompasianer Ikwan Setiawan Sungai kecil dari arah Maelang yang dikeliling pepohonan endemik
Untuk sampai ke Air Terjun Maelang, dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari arah Jember dengan kendaraan bermotor, baik roda dua ataupun empat. Namun perlu diketahui, kendaraan yang bisa sampai ke sana hanya yang beroda dua, sementara untuk mobil hanya bisa sampai di Dusun Sebanen. Setelah memarkir mobil, selanjutnya pengunjung bisa menempuh perjalanan ke lokasi dengan jalan kaki sekitar setengah jam.

Maelang, Dulu dan Kini

Maelang merupakan kependekan dari "sukmane ilang," yang dalam bahasa Indonesia berarti "sukmanya hilang."

Sukmanya hilang bermakna bahwa kawasan air terjun dan hutan Watangan bisa menghilangkan jiwa atau nyawa manusia. Ini tentu bukan bermaksud menakuti warga masyarakat.

Alih-alih, dengan makna itu, warga dan pengunjung diminta berhati-hati ketika bermain di kawasan Maelang atau hutan Watangan.

Air dan bebatuan di MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Air dan bebatuan di Maelang

Dulu sebelum diganti dengan hutan jati, di kawasan air terjun dan Watangan, banyak binatang buas, seperti harimau, macan kumbang, macan tutul, dan yang lain.

Kalau warga tidak hati-hati atau mengusik ketenangan mereka, bisa membuat binatang-binatang tersebut marah dan menyerang. Akibatnya bisa fatal, dari luka-luka hingga meninggal. Maka, warga yang masuk ke hutan atau ingin menikmati indahnya air terjun harus hati-hati dan sebisa mungkin tidak mengusik binatang yang ada di sana.

Menikmati Keindahan Air Terjun MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Menikmati Keindahan Air Terjun Maelang

Sukmanya hilang juga dapat bermakna meninggalnya seorang tokoh penyebar agama Islam di kawasan air terjun. Menurut keterangan warga, di dekat Maelang terdapat makam. Sayangnya, mereka tidak tahu siapa tokoh tersebut.

Selain itu, warga juga mengatakan bahwa sampai pertengahan 1990-an, mata air yang mengalir ke air terjun cukup besar. Sungai kecil pun dipenuhi dengan ikan, udang sungai, dan kura-kura.

Suasana damai dan tenang di MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Suasana damai dan tenang di Maelang

Burung-burung endemik seperti cucak rowo, jalak, dan elang mudah dijumpai. Mereka suka bertengger di dahan dan ranting pepohonan di kawasan Maelang.

Selain burung, ayam alas (ayam hutan) mudah ditemukan. Bahkan, kijang dan banteng sering muncul di hutan. Mereka berkeliaran mencari makan dan minum air.

Namun, debet di beberapa sumber air semakin menurun seiring dengan semakin lebat dan tingginya pohon jati yang dikelola Perhutani. Tidak hanya itu, keberadaan pohon endemik seperti elo gondang, awar-awar, kepuh, hingga beringin juga semakin sedikit.

Air yang mengalir melewati bebatuanKompasianer Ikwan Setiawan Air yang mengalir melewati bebatuan

Pembabatan area pohon alami untuk kawasan pohon jati menjadikan tidak ada akar yang mengikat dan menampung air di bawah bebatuan kapur.

Bahkan, beberapa mata air utama yang terletak beberapa kilometer dari Maelang sudah tidak mengeluarkan air lagi. Akibatnya, sungai alam pun mengering dan air yang mengalir ke Maelang hanya berasal dari beberapa mata air kecil terdekat. Sehingga berdampak pada kelangkaan ikan, udang sungai, dan kura-kura.

Perlunya Konservasi Kawasan

Minggu (30/10), saya bersama kawan-kawan dari LMDH Mitra Usaha dan Garempung (Gerakan Remaja Pinggir Gunung) Dusun Sebanen menyusuri kawasan Air Terjun Maelang.

Saat itu, terlihat dengan jelas bahwa volume air yang mengalir memang semakin kecil.
Penyebab utamanya adalah penanaman pohon jati. Kawasan di sekitar Air Terjun Maelang dulunya adalah hutan alam dengan bermacam pohon endemik yang mampu menyimpan air dan mengeluarkannya dalam bentuk sumber air dengan debet yang cukup besar.

Salah satu mata air kecil yang airnya mengalir ke MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Salah satu mata air kecil yang airnya mengalir ke Maelang

Sayangnya, untuk menyiapkan lahan jati, pepohonan endemik dibabat. Akibat pohon endemik berkurang drastis, mata air semakin mengecil dan hanya terletak di dekat air terjun. Sementara, mata air besar yang terletak beberapa kilometer di atas air terjun sudah lama mati alias tidak mengeluarkan air. Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan karena keberadaan air di kawasan ini sangat penting untuk keberlanjutan ekosistem.

Mau tidak mau, untuk 'menghidupkan kembali' mata air yang sudah lama mati dibutuhkan konservasi pohon-pohon endemik di kawasan air terjun. Artinya, konservasi berupa penanaman kembali pohon endemik tidak hanya di pinggir air terjun atau sungai, tetapi di kawasan yang terletak di atas atau di samping air terjun.

Sungai menuju Maelang yang mengering.Kompasianer Ikwan Setiawan Sungai menuju Maelang yang mengering.

Konservasi bisa dimulai dengan melakukan pembibitan pohon langka seperti awar-awar, elo gondang, beringin, kepuh, dan yang lain. Untungnya, pohon-pohon tersebut masih bisa kita jumpai di kawasan Maelang.

Para anggota LMDH dan Garempung serta warga Sebanen yang ingin melakukan konservasi bisa mengambil biji atau bibit yang tumbuh di hutan.

Namun demikian, mereka perlu meyakinkan Perhutani sebagai pengelola kawasan hutan jati, agar mau melepaskan lahan di sekitar Maelang untuk ditanami pohon-pohon endemik. Bagaimanapun juga, Perhutani juga perlu membuat kebijakan konservasi untuk kawasan tertentu yang cukup penting bagi ekosistem.

Istirahat sejenak setelah menelusuri sumber air di atas MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Istirahat sejenak setelah menelusuri sumber air di atas Maelang

Keinginan LMDH dan Garempung untuk mengelola kawasan Maelang sebagai destinasi wisata minat khusus bisa menjadi alasan kuat untuk bernegosiasi dengan pihak Perhutani. Dengan wisata minat khusus, kondisi ekosistem hutan masih bisa terjaga dan warga Sebanen pun bisa mendapatkan manfaat ekonomi.

Para pengunjung, misalnya, bisa diajak menjelajah kawasan hutan jati sebelum menuju air terjun Maelang. Sesampai di Maelang, para pengunjung juga bisa diajak untuk menyusuri sumber air yang menjadi penopang utama air terjun agar mereka mengetahui bagaimana mata air itu keluar dari bebatuan kapur.

Pohon Elo gondang (Ara) yang berada di atas MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Pohon Elo gondang (Ara) yang berada di atas Maelang

Setelah itu, para pengunjung bisa diajak mengamati pepohonan endemik sembari dijelaskan bagaimana kontribusinya terhadap keberlanjutan sumber air. Ketika sudah memahami, maka mengajak mereka menanam bibit tanaman endemik jadi jauh lebih mudah.

Para pengunjung bisa melakukan "adopsi pohon." Artinya, mereka bisa menjadi "orang tua angkat" atau "saudara angkat" dari pepohonan yang mereka tanam. Suatu saat, mereka diharapkan bisa kembali untuk menengok pertumbuhan pohon yang mereka tanam.

Kawasan pohon kepuh di Air Terjun MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Kawasan pohon kepuh di Air Terjun Maelang
Untuk itulah, pembibitan tanaman endemik sangat dibutuhkan, karena wisata minat khusus juga menekankan adanya konservasi tanaman yang berdampak terhadap keberlanjutan ekosistem. Sudah saatnya, aktivitas wisata di alam tidak hanya memikirkan keindahan dan kebahagiaan, tetapi juga bagaimana merawat alam melalui konservasi.

Pohon gebang remaja di Air Terjun MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Pohon gebang remaja di Air Terjun Maelang

Paradigma kemitraan antara Perhutani dengan warga pinggir hutan, setidaknya bisa memberikan manfaat lebih. Masyarakat bisa terlibat pengelolaan destinasi wisata, sedangkan Perhutani diuntungkan karena para warga akan ikut menjaga kelestarian dan keamanan kawasan. Relasi mutualis seperti itulah yang perlu terus dikedepankan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau