Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djulianto Susantio
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Djulianto Susantio adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Candi Brahu, Peninggalan Majapahit yang Selamat dari Pencurian

Kompas.com - 28/11/2022, 19:43 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Candi Brahu, Selamat dari Upaya Pencurian Bata Kuno"

Di tahun 1985 saya pernah berkunjung ke Candi Brahu bersama beberapa mahasiswa Jurusan Arkeologi UI.

Candi yang terletak di Trowulan, Mojokerto ini berbahan batu bata (merah) layaknya kebanyakan candi yang terdapat di Jawa Timur. Candi Brahu cukup dikenal karena letaknya yang sering dihubungkan dengan ibu kota Kerajaan Majapahit.

Waktu itu, kondisi Candi Brahu memang belum bagus. Padahal pihak Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur sudah mengajukan anggaran pemugaran. Pemugaran candi memang dimungkinkan sepanjang ada kajian arkeologi.

Akan tetapi karena terkendala skala prioritas, alhasil pemugaran candi Brahu baru berlangsung pada tahun 1990. Waktu itu yang melaksanakan pemugaran adalah Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur yang merupakan nama baru dari Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala.

Proses pemugaran Candi Brahu berlangsung selama kurang lebih lima tahun, selesai tahun 1995.

Beberapa tahun lalu, tepatnya 2013, saya berkesempatan untuk mengunjungi Candi Brahu lagi. Di tahun ini kondisi candi sudah lebih bagus jika dibandingkan dengan kunjungan pertama saya.

Pemugaran candi dengan menambahan bata-bata baru diperbolehkan, asalkan diberi tanda atau catatan. Hal ini sangat wajar mengingat bata-bata kuno yang terdapat pada candi umumnya tidak dapat bertahan lama.

Bata-bata itu akan aus atau rusak karena faktor alam dan juga manusia. Maka dari itu, bahan baru sangat diperlukan untuk memperkuat konstruksi candi.

Kondisi lingkungan Candi Brahu waktu itu pun terlihat begitu rapi. Jalan setapak dan taman dibangun di sekitar candi. Hal ini tentu untuk menarik dan membuat betah para wisatawan yang berkunjung ke sana.

Tampak Candi Brahu tahun 1985 (kiri) dan tahun 2013 (kanan)Djulianto Susantio Tampak Candi Brahu tahun 1985 (kiri) dan tahun 2013 (kanan)
Candi Brahu Berasal dari Kata "Warahu"

Umur Candi Brahu diperkirakan lebih tua dibanding beberapa candi lain yang ada di kawasan Trowulan. Pasalnya, tidak jauh dari letak Candi Brahu, pernah ditemukan prasasti berbahan tembaga, Alasantan.

Di baris pertama prasasti ini terbaca angka 861 Saka (939 Masehi). Lalu pada baris kedua terdapat nama Sri Maharaja Halu Dyah Sindok. Selain itu, di prasasti Alasantan ini juga menyebutkan sebuah desa bernama waharu atau warahu, yang ditafsirkan sebagai nama lama Brahu.

Salah satu bagian Prasasti Alasantan yang menyebut tahun 861 Saka dan nama Dyah Sindok.Djulianto Susantio via Majalah Arkeologi, 1979, hal. 51 Salah satu bagian Prasasti Alasantan yang menyebut tahun 861 Saka dan nama Dyah Sindok.
Sebenarnya keberadaan Candi Brahu ini sudah diketahui sejak zaman Raffles. Ia menyebutnya sebagai sebuah gapura atau gerbang Majapahit

Kemudian dari hasil pengurukan baru diketahui bahwa Candi Brahu berdenah bujur sangkar dengan sisi-sisi berukuran 20,70 meter dengan ketinggian candi mencapai 25,70 meter.

Candi Brahu menghadap ke arah barat. Badan candi mempunyai sebuah ruangan berukuran 4 meter x 4 meter. Bagian penampil sudah hancur sedangkan bagian atap sudah rusak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Buka Warung Makan, Kapan Waktu yang Tepat Rekrut Pegawai?

Buka Warung Makan, Kapan Waktu yang Tepat Rekrut Pegawai?

Kata Netizen
Katanya Susah Nabung, tetapi Belanja Terus

Katanya Susah Nabung, tetapi Belanja Terus

Kata Netizen
BIsakah Menjamin Ketahanan Pangan lewat Real Food?

BIsakah Menjamin Ketahanan Pangan lewat Real Food?

Kata Netizen
Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau