Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Septian Ananggadipa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Septian Ananggadipa adalah seorang yang berprofesi sebagai Auditor. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Lebih Jauh Mengenal Green Sukuk dan Mengapa Penjualannya Begitu Laris

Kompas.com - 17/12/2022, 16:52 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Jadi, meski sukuk ini belum sepenuhnya sempurna, kehadirannya menjadi langkah baik bagi ekonomi syariah dan menjadi bagian dari pembangunan Indonesia.

Sepanjang tahun 2018 hingga 2022, Indonesia sukses menerbitkan Global Green Sukuk dengan nilai total mencapai $5 miliar AS atau sekitar Rp80 triliun, serta Retail Green Sukuk senilai Rp11,8 triliun.

Apa beda sukuk global dengan ritel? Perbedaannya terdapat pada investornya. Global Green Sukuk lebih menargetkan investor internasional, sementara Retail Green Sukuk diperuntukkan khusu bagi Warna Negara Indonesia.

Dalam usaha menerbitkan green sukuk ini, Indonesia harus memenuhi Green Sukuk Framework serta mesti menerbitkan Green Impact Report yang di-review segala aspeknya termasuk aspek syariahnya oleh konsultan internasional.

Dari laporan tersebut, para investor sukuk akan mendapatkan informasi terkait bagaimana dana green sukuk ini digunakan.

Contohnya, pada Green Impact Report Sukuk tahun 2021, kita bisa melihat laporan penggunaan dana untuk proyek fasilitas pengelolaan bendungan dan air di Batam, pengembangan jalur kereta di Pulau Jawa, dan pengembangan lahan persawahan di Buol Sulawesi Tengah. Laporan tersebut dapat diakses di laman situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Dengan selalu mampunya Indonesia memenuhi kewajiban-kewajiban pengelolaan dan pelaporan tersebut dengan baik, alhasil green sukuk Indonesia menjadi laris manis di pasar global maupun domestik.

Kontribusi untuk Lingkungan

Sesuai dengan namanya green sukuk, tentu instrumen investasi ini juga mengedepankan soal kelestarian lingkungan.

Hal ini senada dengan upaya menghadapi perubahan iklim yang menjadi salah satu isu utama dan penting dalam diskusi G20 yang telah sukses diselenggarakan beberapa waktu lalu.

Ditambah lagi dengan melihat kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang cukup rentan terhadap dampak perubahan iklim yang diakibatkan oleh polusi, kabut asap, hingga bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, menjadikan Indonesia untuk lebih terlibat aktif dalam upaya menghijaukan kembali bumi.

Tentu untuk menjalankan dan mewujudkan proyek-proyek pelestarian lingkungan itu tidak lah cukup jika hanya mengandalkan dana pajak. Oleh karenanya Green sukuk menjadi salah satu bentuk upaya mengarahkan dana-dana investasi untuk membantu mewujudkan lingkungan yang lebih lestasi.

Dalam rilis Kementerian Keuangan terkait penerbitan ST-009, dikatakan bahwa setiap investasi senilai Rp1 juta pada green sukuk berpotensi menurunkan emisi karbon sebanyak kurang lebih 2 ton, atau diasumsikan setara perjalanan Jakarta Bandung sebanyak 56 kali, atau menanam 200 pohon manggis.

Kontribusi green sukuk atau sukuk hijau terhadap perubahan iklimKementerian Keuangan RI Kontribusi green sukuk atau sukuk hijau terhadap perubahan iklim

Tentu tujuan ini juga seiring dengan prinsip syariah yang mengedepankan ethical investing. Sejatinya investasi tidak hanya mencari keuntungan, tapi juga mempertimbangkan beberapa nilai seperti social, religious, dan moral values.

Keseriusan Indonesia menghadapi dampak perubahan iklim tentu akan menjadi titik penting bagaimana negara ini akan bergerak menjadi negara maju.

Hal ini bisa dilihat dari bagaimana usaha pemerintah dalam mewujudkan hilirisasi nikel, agar negara ini bisa mengolah nikel sendiri, tidak hanya terus-menerus mengekspor bahan mentah nikelnya ke luar negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Jumlah Mesin ATM Terus Berkurang, Ada Apa?

Jumlah Mesin ATM Terus Berkurang, Ada Apa?

Kata Netizen
4 Alasan Orang Indonesia Suka Makanan Pedas

4 Alasan Orang Indonesia Suka Makanan Pedas

Kata Netizen
Peran Vital Guru Honorer dan 'Cleansing' yang Terjadi

Peran Vital Guru Honorer dan "Cleansing" yang Terjadi

Kata Netizen
Menyikap 'Rayuan Bos', Apa yang Mesti Dilakukan Bawahan?

Menyikap "Rayuan Bos", Apa yang Mesti Dilakukan Bawahan?

Kata Netizen
Lembaga Survei, Elektabilitas, dan Strategi Partai

Lembaga Survei, Elektabilitas, dan Strategi Partai

Kata Netizen
Dari Seorang Introvert Kita Belajar...

Dari Seorang Introvert Kita Belajar...

Kata Netizen
Menyemangati Anak Ketika Gagal Masuk Sekolah Favorit

Menyemangati Anak Ketika Gagal Masuk Sekolah Favorit

Kata Netizen
Budget Tipis dari Klien, Terima atau Tolak?

Budget Tipis dari Klien, Terima atau Tolak?

Kata Netizen
5 Cara Meningkatkan Kinerja Guru Sesuai dengan Kurikulum Merdeka

5 Cara Meningkatkan Kinerja Guru Sesuai dengan Kurikulum Merdeka

Kata Netizen
Fenomena 'Makan Tabungan', Kenapa Bisa Makin Marak?

Fenomena "Makan Tabungan", Kenapa Bisa Makin Marak?

Kata Netizen
Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Kata Netizen
Istri Alami Baby Blues, Bukan Berarti Manja atau Lebay

Istri Alami Baby Blues, Bukan Berarti Manja atau Lebay

Kata Netizen
PPBD dan Niat Membuat Pendidikan Berkualitas serta Berkeadilan

PPBD dan Niat Membuat Pendidikan Berkualitas serta Berkeadilan

Kata Netizen
Apa yang Dipertimbangkan Sebelum Resign dari PNS?

Apa yang Dipertimbangkan Sebelum Resign dari PNS?

Kata Netizen
Ketika Judi Online Mulai Menyasar Pelajar

Ketika Judi Online Mulai Menyasar Pelajar

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com