Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Keputusan Erick Thohir mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI 2023-2027 disambut hangat banyak pihak. Demikian pula saat Ratu Tisha Destria ikut meramaikan bursa pemilihan ini.
Namun yang disayangkan mengapa Ratu Tisha yang notabene pernah menjabat sebagai Sekjen PSSI ini hanya maju sebagai calon wakil ketua umum?
Bagi saya pribadi jika dibandingkan dengan Erick Thohir, Ratu Tisha masih lebih unggul jika dilihat dari kiprah dan perannya di jagat sepak bola. Apalagi jika pembanding lainnya adalah La Nyalla Mahmud Matalitti.
Erick Thohir sudah banyak pengalaman di dunia olahraga baik nasional maupun internasional. Di level nasional, ia adalah pemilik klub basket Satria Muda dan pernah memimpin Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) periode 2004-2006.
Di level internasional, Erick memiliki saham klub NBA Philadelphia 76ers, Erick juga memiliki saham mayoritas dari klub sepak bola MLS DC United. Selain itu pada tahun 2013, ia pernah membeli Inter Milan dan menjadi presiden salah satu klub Serie A itu.
Selain itu masih banyak lagi kiprahnya di dunia olahraga, sampai-sampai seandainya diceritakan pasti akan menghasilkan banyak paragraf.
Maka tak heran jika berkat kiprahnya di dunia olahraga baik level dunia, terutama basket, Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengangkatnya sebagai anggota sejak 2019.
Sebagai salah satu anggota IOC, Erick Thohir bertugas mewakili dan mempromosikan kegiatan-kegiatan olahraga yang terkait dengan IOC di negara asalnya.
Dengan melihat segudang kiprah Erick Thohir di duina olahraga, khususnya basket maka bisa saya katakan jika dibandingkan dengan La Nyalla, nama Erick sudah pasti jauh lebih unggul.
Meski nama La Nyalla memang memiliki track record panjang di dunia sepak bola, bahkan ia juga pernah menjadi Ketum PSSI (2015-2016), namun hal itu tak akan pernah bisa membuat saya lupa tentang apa yang pernah dilakukannya pada sepak bola Indonesia.
Kira-kira 10 tahun lalu, La Nyalla menggagas terbentuknya Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang, diakui atau tidak, membelah dua sepak bola Indonesia saat PSSI dipimpin Prof. Djohar Arifin Husin.
Akibatnya aksi tersebut jelas membawa efek negatif pada performa Tim Nasional Indonesia.
Pada 2012 lalu, Timnas Indonesia kena akibatnya ketika kalah 0-10 dari Bahrain. Pasalnya, Timnas Indonesia saat itu mayoritas diisi oleh pemain-pemain minim pengalaman.
Sebabnya, La Nyalla yang mengepalai KPSI waktu itu melarang klub-klub Liga Super Indonesia (LSI) dalam naungannya untuk melepas pemain ke Timnas.
Alhasil, saat itu PSSI hanya bisa memanggil pemain-pemain yang berlaga di Liga Primer Indonesia (LPI). Para pemain yang jumlah cap-nya masih sedikit, bahkan ada yang belum pernah sama sekali membela Timnas.