Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Di Piala AFF 2012, skuad Indonesia hanya diperkuat empat pemain dalam tim asuan Nilmaizar kala itu yang memiliki banyak pengalaman main di Timnas, seperti Bambang Pamungkas (33), Elie Aiboy (46), Oktovianus Maniani (19) dan Irfan Bachdim (18).
Ketputusan Bepe untuk membela Timnas waktu itu memang sempat jadi sorotan. Pasalnya, ketika itu Bepe tergabung dalam klub yang bermain di LSI.
Namun, Bepe memutuskan untuk keluar dari klub tersebut dengan alasan sudah tak memiliki kesamaan prinsip.
KPSI boleh saja menyebut diri sebagai penyelamat sepak bola Indonesia. Namun, dengan cara yang mereka lakukan seperti melarang pemain LSI gabung Timnas, justru mereka telah menggembosi kekuatan sepak bola Indonesia sendiri.
Bagi saya pribadi, dari tiga kandidat Ketum dan Waketum PSSI, Erick Thohir, La Nyalla, dan Ratu Tisha, sosok Ratu Tisha lah yang paling potensial membawa perubahan signifikan bagi dunia sepak bola Indonesia.
Tentu, penilaian saya ini bisa jadi salah.
Namun, izinkan saya menjelaskan alasan saya ini. Di saat Ratu Tisha menjabat sebagai Sekjen PSSI dua tahun lalu, beberapa gebrakan yang ia lakukan layak diacungi jempol.
Pertama, Ratu Tisha lah yang membuat Shin Tae-yong, pelatih asal Korea Selatan bersedia melatih timnas Indonesia.
Memang, STY belum bisa memberi gelar dan piala bagi timnas Indonesia. Akan tetapi, perkembangan Timnas Indonesia begitu jelas terlihat. Peringkat FIFA Indonesia naik pesat ke angka 152 dari 173 sebelum dilatih STY.
Kedua, Ratu Tisha juga paham betul dari mana harus memulai membenahi sepak bola Indonesia. Pada masanya, pembenahan sumber daya manusia menjadi program prioritas.
Pada tahun 2017 ia pernah mengadakan Pelatihan Wasit Premiere Skills. Program juga meliputi workshop wasit satu tahun setelahnya.
Dari sini bisa terlihat bahwa Ratu Tisha paham betul bahwa kualitas suatu kompetisi sepak bola ditentukan oleh kemampuan wasit selaku pengadil di lapangan.
Tak hanya wasit, kualitas pelatih juga tak luput dari perhatian perempuan yang lahir pada 30 Desember 1985 ini. Di tahun 2020, pernah ada kursus lisensi pelatih AFC Pro yang digelar bersamaan dengan kursus Lisensi B PSSI. Pesertanya berjumlah total 120-an orang.
Para pemain juga ikut dibina. sejak tahun 2018 dimulai kompetisi Elite Pro Academy (EPA). Dalam kompetisi itu terdapat 3 level usia, U16, U18, dan U20.
Belum lagi inovasinya bersama LabBola yang membawa permainan sepak bola tanah air lebih maju dan saintifik dengan memanfaatkan analisis data.