Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Di Indonesia, vonis hukuman mati masih menuai pro kontra. Setiap kali kasus kejahatan luar biasa, masyarakat cenderung menuntut pelaku dihukum seberatnya-beratnya dengan hukuman mati. Sebagian orang beranggapan, hukuman mati diperlukan sebagai cara terampuh untuk menghentikan kejahatan.
Sebuah survei pada 2017 melaporkan 55% responden di Amerika Serikat menyetujui hukuman mati untuk orang terlibat pembunuhan.
Sementara itu, sebagian kalangan berpendapat, hukuman mati bukanlah cara efektif untuk mengatasi kejahatan. Pendapat ini sejatinya dibuktikan sejumlah riset yang menunjukkan kelemahan hukuman mati.
Tiga Kelemahan Hukuman Mati
Sebenarnya hukuman mati memiliki tiga kelemahan mendasar secara moral.
Pertama, vonis hukuman mati bisa salah.
Di Amerika Serikat, sejak tahun 1973 lebih dari 120 orang telah dibatalkan vonis hukuman matinya. Tes DNA akhirnya membuktikan bahwa mereka secara keliru divonis sebagai pelaku.
Sayang sekali, telah banyak pelaku tak bersalah yang telanjur dihukum mati. Fakta ini menunjukkan salah satu kelemahan hukuman mati yang irreversible atau tidak dapat dibenahi lagi ketika ternyata keliru. Bayangkan perasaan keluarga terpidana yang ternyata salah divonis mati!
Kedua, hukuman mati gagal mencegah peningkatan kejahatan.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.