Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ruang Berbagi
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ruang Berbagi adalah seorang yang berprofesi sebagai Buruh. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Penerapan Hukuman Mati di Indonesia, Masihkah Relevan?

Kompas.com - 18/02/2023, 09:18 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Di Indonesia, vonis hukuman mati masih menuai pro kontra. Setiap kali kasus kejahatan luar biasa, masyarakat cenderung menuntut pelaku dihukum seberatnya-beratnya dengan hukuman mati. Sebagian orang beranggapan, hukuman mati diperlukan sebagai cara terampuh untuk menghentikan kejahatan.

Sebuah survei pada 2017 melaporkan 55% responden di Amerika Serikat menyetujui hukuman mati untuk orang terlibat pembunuhan.

Sementara itu, sebagian kalangan berpendapat, hukuman mati bukanlah cara efektif untuk mengatasi kejahatan. Pendapat ini sejatinya dibuktikan sejumlah riset yang menunjukkan kelemahan hukuman mati.

Tiga Kelemahan Hukuman Mati

Sebenarnya hukuman mati memiliki tiga kelemahan mendasar secara moral.

Pertama, vonis hukuman mati bisa salah.

Di Amerika Serikat, sejak tahun 1973 lebih dari 120 orang telah dibatalkan vonis hukuman matinya. Tes DNA akhirnya membuktikan bahwa mereka secara keliru divonis sebagai pelaku.

Sayang sekali, telah banyak pelaku tak bersalah yang telanjur dihukum mati. Fakta ini menunjukkan salah satu kelemahan hukuman mati yang irreversible atau tidak dapat dibenahi lagi ketika ternyata keliru. Bayangkan perasaan keluarga terpidana yang ternyata salah divonis mati!

Kedua, hukuman mati gagal mencegah peningkatan kejahatan.

Pada 2007, tingkat pembunuhan rata-rata di negara-negara bagian Amerika Serikat yang menerapkan hukuman mati adalah 5,5. Sementara itu, tingkat pembunuhan rata-rata dari 14 negara bagian tanpa hukuman mati adalah 3,1 saja (Kathy Gill, 2020).

Ketiga, hukuman mati sejatinya bertentangan dengan hak hidup setiap orang.

Suka tak suka, setiap orang memiliki hak dasariah untuk hidup. Juga bagi para pelaku kejahatan berat sekalipun. Hak dasariah untuk hidup ini bersumber dari etika dasariah bahwa hidup seseorang hanya boleh diakhiri oleh Sang Pencipta saja. Menerapkan hukuman mati berarti justru melanggar hak hidup setiap orang.

Realitas Hukuman Mati di Indonesia

Tahukah Anda bahwa negara kita Indonesia adalah satu dari 84 negara yang masih menerapkan hukuman mati? Sementara itu, setidaknya 111 negara telah menolak hukuman mati.

Sangat ganjil bahwa Belanda sudah menghapus hukuman mati dalam Hukum Pidana sejak 1870, sedangkan KUHP Indonesia yang antara lain mengacu pada hukum Belanda justru masih menerapkan hukuman mati.

Saat ini ada 12 Undang-Undang di Indonesia yang masih mencantumkan hukuman mati. Padahal, amandemen kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Sejatinya, negara perlu menghormati hak hidup yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun (inviolable right to live).

Kita juga perlu melihat secara jujur hukuman mati dalam konteks realitas sistem hukum di Indonesia. KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) menemukan aneka dugaan proses peradilan tidak adil dalam proses eksekusi hukuman mati.

Kita tahu, vonis dan eksekusi hukuman mati di Indonesia sering dipengaruhi kepentingan politik (dan ekonomi) sesaat. Para terpidana hukuman mati dibiarkan menanti dalam ketakutan tanpa ada kepastian kapan eksekusi akan dijalankan.

Menjadi eksekutor hukuman mati adalah juga mimpi buruk bagi tim "juru tembak". Siapa pun dalam nuraninya yang murni tidak akan tega menjalankan praktik hukuman mati yang tak manusiawi dan sering tak transparan.

Sesungguhnya, hukuman mati harus segera diakhiri. Juga di negeri tercinta kita, Indonesia. Bukankah amandemen kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya?

Simpati dan doa kita untuk korban kejahatan dan keluarga mereka. Keadilan memang harus ditegakkan, namun bukan dengan hukuman mati.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Vonis Sambo dan Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau