Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Terdapat berbagai tantangan bagi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) di tengah gerusan industrialisasi obat Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Salah satunya soal peralihan gaya hidup dengan konsumsi sayur dan buah-buahan organik yang tidak sepenuhnya telah terlaksana dengan baik.
Kendalanya adalah produk organik di supermarket yang cenderung lebih mahal dibanding apa saja yang dijual di pasar tradisional.
Hulu pun mengalami hal serupa. Petani masih sangat aktif menggunakan pestisida sintetis. Padahal telah banyak kampanye soal penggunaa biopestisida untuk OPT namun pada kenyataannya pestisida sintetis masih menjadi primadona di kalangan petani.
Sebuah penilitian menyebutkan bahwa hanya 20% pestisida yang mengalir mencemari lingkungan melalui aktivitas pertanian.
Sementara 80% sisanya berperan pada penghambatan pertumbuhan OPT dan sebagian lagi menjadi residu pada produk pangan.
Salah satu bahan aktif insektisida yang beredar sebagai solusi kimia bagi tanaman yang terserang serangga adalah karbosulfan.
Senyawa tersebut termasuk dalam golongan Karbamat, salah satu jenis pestisida yang sukar terurai di lingkungan. Karbosulfan adalah senyawa dengan struktur hidrokarbon aromatik.
Banyak upaya penanganan yang telah dilakukan untuk menetralkan residu senyawa ini pada produk pangan. Salah satunya secara biologi dengan agen biosurfaktan.
Biosurfaktan merupakan senyawa yang dihasilkan oleh makhluk hidup seperti mikroba. Secara harfiah biosurfaktan terdiri dari dua kata, bio yang berarti hidup dan surfaktan berarti surface active agent atau agen aktif permukaan.
Senyawa biosurfaktan ini berfungsi untuk mengurai senyawa hidrokarbon aromatik pada pestisida. Jika biosurfaktan diletakkan dalam air maka dapat menurunkan tegangan permukaan air.
Sehingga bahan terlarut seperti karbosulfan dapat melekat dan diikat secara kimia melalui rantai hidrokarbonnya.
Biasanya, elemen surfaktan ini sering kita temukan pada produk sabun. Jadi, surfaktan bekerja untuk mengikat kotoran (berupa minyak/lemak) yang menempel ketika dicuci di dalam air. Surfaktan dapat diproduksi oleh buah lerak (Sapindus rarak).
Seperti dijelaskan sebelumnya, biosurfaktan juga dihasilkan oleh mikroba. Biosurfaktan dikeluarkan (ekskresi) dari sel mikroba sebagai produk hasil metabolisme. Senyawa ini mampu menyatukan bahan dengan polaritas berbeda, seperti air dan senyawa hidrokarbon ataupun air dan minyak.
Sebetulnya biosurfaktan telah dipabrikasi pada skala industri besar, namun tantangannya tentu saja ketersediaan bahan baku. Sudah pasti informasi mengenai agen mikroba yang berpotensi menghasilkan surfaktan sangat penting untuk dieksplorasi.