Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Alkisah, ada seorang pengusaha hiburan pasa malam keliling, Rakube, yang menginginkan hal baru untuk menarik minat masyarakat datang ke tempatnya.
Ia lalu pergi ke suatu negara antah berantah karena temannya mengatakan penduduk di sana semua bermata satu.
Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih. Bukannya bisa membawa orang bermata satu untuk pertunjukannya sendiri, ternyata Rakube malah ditawan dan dimasukkan kandang. Dia menjadi tontonan pada hiburan pasar malam keliling orang-orang yang bermata satu.
Padahal bagi Rakube, orang-orang bermata satu itu dianggap bisa jadi objek tontonan, sebaliknya bagi orang bermata satu di negara antah berantah tersebut, Rakube adalah objek tontonan.
Kisah tersebut adalah ringkasan salah satu cerita klasik dari seni bertutur kata rakugo yang berjudul “Ichigan Koku”, atau negara dengan masyarakat bermata satu.
Menceritakan kisah tersebut dimaksudkan untuk menegaskan bahwasannya perspektif orang (sebagai warga negara), berbeda antara satu negara dengan warga negara lain.
Terkait pembahasan banyaknya orang Indonesia yang pindah kewarganegaraan ke Singapura, saya ingin berbagi mengenai hal ini sesuai pengalaman pribadi sebagai bagian dari diaspora.
Menurut Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Silmy Karim, terdapat 3.192 WNI dalam rentan waktu 2019-2022 yang pindah kewarganegaraan ke Singapura.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah warga negara berusia 25-35 tahun (umur ini dipakai sebagai patokan WNI yang pindah warga negara) jumlahnya 16,15% dari total penduduk Indonasia di tahun 2022.
Selain itu, masih menurut data BPS, jika mengukur dari orang muda dengan umur sama yang berpindah kewarganegaraan, jumlahnya “hanya” 0,0072%.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.