Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo
Penulis di Kompasiana

A Masterless Samurai

Pindah Kewarganegaraan, tentang "Kyoushuu" dan Cinta kepada Negara

Kompas.com - 11/08/2023, 14:42 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Alkisah, ada seorang pengusaha hiburan pasa malam keliling, Rakube, yang menginginkan hal baru untuk menarik minat masyarakat datang ke tempatnya.

Ia lalu pergi ke suatu negara antah berantah karena temannya mengatakan penduduk di sana semua bermata satu.

Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih. Bukannya bisa membawa orang bermata satu untuk pertunjukannya sendiri, ternyata Rakube malah ditawan dan dimasukkan kandang. Dia menjadi tontonan pada hiburan pasar malam keliling orang-orang yang bermata satu.

Padahal bagi Rakube, orang-orang bermata satu itu dianggap bisa jadi objek tontonan, sebaliknya bagi orang bermata satu di negara antah berantah tersebut, Rakube adalah objek tontonan.

Kisah tersebut adalah ringkasan salah satu cerita klasik dari seni bertutur kata rakugo yang berjudul “Ichigan Koku”, atau negara dengan masyarakat bermata satu.

Menceritakan kisah tersebut dimaksudkan untuk menegaskan bahwasannya perspektif orang (sebagai warga negara), berbeda antara satu negara dengan warga negara lain.

Terkait pembahasan banyaknya orang Indonesia yang pindah kewarganegaraan ke Singapura, saya ingin berbagi mengenai hal ini sesuai pengalaman pribadi sebagai bagian dari diaspora.

Menurut Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Silmy Karim, terdapat 3.192 WNI dalam rentan waktu 2019-2022 yang pindah kewarganegaraan ke Singapura.

Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah warga negara berusia 25-35 tahun (umur ini dipakai sebagai patokan WNI yang pindah warga negara) jumlahnya 16,15% dari total penduduk Indonasia di tahun 2022.

Selain itu, masih menurut data BPS, jika mengukur dari orang muda dengan umur sama yang berpindah kewarganegaraan, jumlahnya “hanya” 0,0072%.

Tentu saja ukuran banyak dan sedikit itu relatif. Bagi sebagian orang mungkin presentase tadi tergolong besar, namun bagi sebagian yang lain bisa saja menganggap presentase tersebut tergolong sedikit.

Perbedaan pandangan ini tentu saja dikarenakan setiap orang memiliki persepsi masing-masing terhadap apapun, termasuk mendefinisikan banyak atau sedikit.

Ungkapan Silmy tadi bagi saya cukup “lucu”, apakah dengan berkata seperti itu untuk merespons orang muda yang pindah warga negara, itu jadi alasan pemerintah lantas mengeluarkan kebijakan Golden Talent Visa?

Apakah juga itu berarti tidak apa-apa Indonesia kehilangan SDM muda karena bisa tetap mencari gantinya dari negara lain?

Bukankah seharusnya dan cara paling rasional serta efektif adalah soal bagaimana Indonesia bisa “menggunakan” SDM dalam negeri untuk kebutuhan kita sendiri dengan tetap memperhatikan apresiasi yang pantas?

Terlepas dari semua itu, boleh jadi hanya pemahaman saya yang buruk atau mungkin juga cara berkomunikasi para petinggi negara kita yang buruk (baca: tidak pas)?

--

Berbicara mengenai banyaknya orang Indonesia yang pindah kewarganegaraan, ada dua hal yang akan dibahas, pertama adalah alasan menggapa ada orang lebih memilih bekerja di luar negeri dan kedua, alasan orang pindah negara.

Kerja di Luar Negeri Pilihan Favorit Banyak Orang

Faktor utama yang menyebabkan banyak orang lebih memilih bekerja di luar negeri adalah ekonomi. Akan tetapi, bukan faktor ekonomi yang membuat saya memilih bekerja di Jepang.

Jika alasan saya adalah ekonomi, tentu saya akan lebih memilih bekerja di Indonesia. Pasalnya saya juga memiliki pengalaman bekerja di instansi pemerintah setelah lulus dari Jepang.

Ketika bekerja di sana, uang yang diterima setiap bulannya dari sebuah proyek bisa sampai tiga kali lipat gaji. Apalagi di instansi tempat saya bekerja itu tidak pernah sepi proyek dengan anggaran yang juga fantastis.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau