Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo
Penulis di Kompasiana

A Masterless Samurai

Pindah Kewarganegaraan, tentang "Kyoushuu" dan Cinta kepada Negara

Kompas.com - 11/08/2023, 14:42 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Hal tersebut mungkin karena instansi tempat saya bekerja bergerak di bidang teknologi.

Di samping itu, bidang yang saya kerjakan bukan hanya di situ, tak jarang saya juga melakoni pekerjaan sebagai konsultan di perusahaan lain (swasta). Bahkan bekerja seabgai pengajar bahasa Jepang pun juga pernah dilakoni. Tiga pekerjaan sekaligus di masa yang bersamaan.

Lantas, bagaimana dengan bekerja di Jepang?

Di Jepang, jangankan bisa bekerja di dua tempat atau tiga tempat sekaligus, bekerja di satu pekerjaan saja, rasa lelah dan stres kadarnya sudah melebihi ambang batas.

Lalu, bagaimana soal gaji di Jepang?

Mengenai gaji, tentu nominalnya lebih besar. Akan tetapi kembali lagi, bayaran gaji besar tersebut juga termasuk besar, tingkat stres dan kelelahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan dulu ketika bekerja di Indonesia.

Soal kesempatan bekerja juga saya kira lebih banyak di Indonesia, alasan utama yang menentukan adalah tentu faktor bahasa.

Di Jepang, kemahiran berbahasa Jepang memang tidak begitu dituntut bila Anda bekerja di perusahaan multinasional milik asing. Akan tetapi, tetap saja faktor bahasa menentukan.

Apabila tidak paham bahasa lokal tempat Anda bekerja, dalam hal ini Jepang, tentu akan tetap mengalami kesulitan untuk mengerjakan segala tugas yang diberikan.

Apalagi ketika harus berkomunikasi mengenai urusan bisnis dengan perusahaan lain, mau tidak mau harus menggunakan bahasa Jepang.

Faktor selanjutnya adalah masalah pendidikan. Menurut saya, Indonesia memiliki tempat pendidikan yang bagus, terutama di tigkat SMA hingga perguruan tinggi.

Mengapa begitu? Tentu hal ini berangkat dari pengalaman pribadi yang pernah mengenyam pendidikan tingkat SMA hingga perguruan tinggi di Indonesia dan ketika melanjutkan pendidikan di Jepang saya tidak pernah merasa kesulitan.

Maka bisa dikatakan hasil pendidikan Indonesia juga mampu bersaing atau lebih tepat bisa berguna di negara lain.

Namun tentu pendapat ini merupakan pendapat pribadi dan tidak bermaksud menyamaratakan mutu pendidikan di Indonesia. Tentu ada juga sekolah yang mungkin tidak seperti sekolah tempat saya belajar dulu.

Jika pun memang ada kekurangan di sistem pendidikan Indonesia, bukankah justru itu menjadi tantangan agar kita bisa berbuat lebih banyak dari keterbatasan yang ada?

Dengan begitu, faktor yang menyebabkan saya lebih memilih bekerja di Jepang ada beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

Pertama, tantangan. Sebagai orang yang terbiasa bekerja dalam bidang teknologi di hulu, tentu mengasyikkan untuk berkutat pada hal-hal yang belum dipasarkan atau belum dipakai oleh orang banyak.

Berkutat dengan perhitungan, kemudian implementasi pada alat yang masih prototipe (tipe mula-mula) mendatangkan keasyikan tersendiri. Apalagi membayangkan kalau hasilnya nanti, bisa berguna bagi banyak orang (di sektor hilir).

Kedua, nyaris tidak pernah ada keributan di dunia nyata maupun maya yang terjadi. Tidak perlu terganggu karena banyaknya demo, tawuran, dan kehebohan lain yang terjadi di masyarakat.

Orang Jepang hanya sibuk pada urusan pribadi masing-masing. Tidak ada yang meributkan masalah yang sebenarnya merupakan masalah pribadi, misalnya keimanan (saya di sini bukan untuk menghakimi orang yang menganggap hal-hal begini juga perlu dibahas di publik).

Kegaduhan saat perhelatan politik seperti pilkada dan pileg hampir tidak pernah terjadi, baik di dunia nyata maupun maya. Menurut saya, kehidupan politik di Jepang relatif lebih stabil dan sehat.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau