Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Hal tersebut mungkin karena instansi tempat saya bekerja bergerak di bidang teknologi.
Di samping itu, bidang yang saya kerjakan bukan hanya di situ, tak jarang saya juga melakoni pekerjaan sebagai konsultan di perusahaan lain (swasta). Bahkan bekerja seabgai pengajar bahasa Jepang pun juga pernah dilakoni. Tiga pekerjaan sekaligus di masa yang bersamaan.
Lantas, bagaimana dengan bekerja di Jepang?
Di Jepang, jangankan bisa bekerja di dua tempat atau tiga tempat sekaligus, bekerja di satu pekerjaan saja, rasa lelah dan stres kadarnya sudah melebihi ambang batas.
Lalu, bagaimana soal gaji di Jepang?
Mengenai gaji, tentu nominalnya lebih besar. Akan tetapi kembali lagi, bayaran gaji besar tersebut juga termasuk besar, tingkat stres dan kelelahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan dulu ketika bekerja di Indonesia.
Soal kesempatan bekerja juga saya kira lebih banyak di Indonesia, alasan utama yang menentukan adalah tentu faktor bahasa.
Di Jepang, kemahiran berbahasa Jepang memang tidak begitu dituntut bila Anda bekerja di perusahaan multinasional milik asing. Akan tetapi, tetap saja faktor bahasa menentukan.
Apabila tidak paham bahasa lokal tempat Anda bekerja, dalam hal ini Jepang, tentu akan tetap mengalami kesulitan untuk mengerjakan segala tugas yang diberikan.
Apalagi ketika harus berkomunikasi mengenai urusan bisnis dengan perusahaan lain, mau tidak mau harus menggunakan bahasa Jepang.
Faktor selanjutnya adalah masalah pendidikan. Menurut saya, Indonesia memiliki tempat pendidikan yang bagus, terutama di tigkat SMA hingga perguruan tinggi.
Mengapa begitu? Tentu hal ini berangkat dari pengalaman pribadi yang pernah mengenyam pendidikan tingkat SMA hingga perguruan tinggi di Indonesia dan ketika melanjutkan pendidikan di Jepang saya tidak pernah merasa kesulitan.
Maka bisa dikatakan hasil pendidikan Indonesia juga mampu bersaing atau lebih tepat bisa berguna di negara lain.
Namun tentu pendapat ini merupakan pendapat pribadi dan tidak bermaksud menyamaratakan mutu pendidikan di Indonesia. Tentu ada juga sekolah yang mungkin tidak seperti sekolah tempat saya belajar dulu.
Jika pun memang ada kekurangan di sistem pendidikan Indonesia, bukankah justru itu menjadi tantangan agar kita bisa berbuat lebih banyak dari keterbatasan yang ada?
Dengan begitu, faktor yang menyebabkan saya lebih memilih bekerja di Jepang ada beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
Pertama, tantangan. Sebagai orang yang terbiasa bekerja dalam bidang teknologi di hulu, tentu mengasyikkan untuk berkutat pada hal-hal yang belum dipasarkan atau belum dipakai oleh orang banyak.
Berkutat dengan perhitungan, kemudian implementasi pada alat yang masih prototipe (tipe mula-mula) mendatangkan keasyikan tersendiri. Apalagi membayangkan kalau hasilnya nanti, bisa berguna bagi banyak orang (di sektor hilir).
Kedua, nyaris tidak pernah ada keributan di dunia nyata maupun maya yang terjadi. Tidak perlu terganggu karena banyaknya demo, tawuran, dan kehebohan lain yang terjadi di masyarakat.
Orang Jepang hanya sibuk pada urusan pribadi masing-masing. Tidak ada yang meributkan masalah yang sebenarnya merupakan masalah pribadi, misalnya keimanan (saya di sini bukan untuk menghakimi orang yang menganggap hal-hal begini juga perlu dibahas di publik).
Kegaduhan saat perhelatan politik seperti pilkada dan pileg hampir tidak pernah terjadi, baik di dunia nyata maupun maya. Menurut saya, kehidupan politik di Jepang relatif lebih stabil dan sehat.