Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Uli Hartati
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Uli Hartati adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Kompas.com - 30/09/2024, 16:35 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Halo Kompasianer, ngobrolin parenting modern versus parenting old sepertinya nggak ada habisnya ya.

Secara pribadi, aku lebih banyak menerapkan gaya parenting old daripada modern, paling gaya parenting modern banyak aku tiru dalam hal komunikasi. 

Well! Dalam dunia parenting modern, komunikasi antara orangtua dan anak semakin dianggap penting, terutama dalam mengambil keputusan-keputusan besar dalam keluarga. 

Salah satunya adalah ketika orangtua memutuskan untuk menambah anak. Apakah keputusan ini perlu dibicarakan dengan anak-anak yang sudah ada? Ataukah hal ini masih menjadi sepenuhnya urusan orangtua?

Pertanyaan ini sering muncul dalam diskusi seputar parenting modern. Sebagian orangtua merasa perlu melibatkan anak dalam keputusan ini, dan bagiku pribadi merasa bahwa hal ini terlalu rumit. 

Jika kita melihat bagaimana orangtua di masa lalu menjalankan keluarga, mereka biasanya tidak memerlukan diskusi panjang dengan anak-anak banyak hal, loh ya apalagi tentang nambah anak ya kan?

So menurut kalian apakah melibatkan anak dalam keputusan menambah anggota keluarga adalah bagian penting dari parenting, atau justru menambah beban yang sebenarnya tidak perlu?

Parenting Zaman Dulu: Tidak Perlu Diskusi

Orangtua zaman dahulu biasanya memiliki keluarga besar, sering kali dengan jumlah anak di atas enam orang atau bahkan lebih. Pada masa itu, keputusan untuk menambah anak sering kali diambil tanpa banyak pertimbangan, apalagi diskusi dengan anak-anak. 

Hal ini karena anak-anak dianggap sebagai bagian dari keluarga yang harus menerima segala keputusan orangtua. Akupun demikian dibesarkan dalam budaya yang menempatkan orangtua sebagai figur otoritatif, dan anak-anak lebih sering dididik untuk menerima keputusan daripada memberikan pendapat.

Bagi banyak keluarga pada masa itu, menambah anak bukanlah hal yang diperdebatkan. Anak dianggap sebagai anugerah, dan lebih banyak anak berarti lebih banyak bantuan dalam urusan rumah tangga dan pekerjaan di ladang, khususnya di masyarakat agraris.

Makanya ada istilah banyak anak banyak rezeki kan? Jadi, membicarakan apakah seorang anak harus memiliki adik atau tidak, dianggap sebagai hal yang tidak relevan.

Parenting Modern: Komunikasi dan Diskusi

Namun, dalam dunia parenting modern, segala sesuatunya telah berubah. Komunikasi antara orangtua dan anak menjadi lebih terbuka dan anak-anak sering dilibatkan dalam banyak keputusan keluarga, termasuk keputusan untuk menambah anak. 

Parenting modern mengajarkan pentingnya mempertimbangkan perasaan dan perspektif anak-anak, karena hal ini dianggap dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis.

Dalam konteks ini, beberapa orangtua merasa bahwa mendiskusikan rencana menambah anak dengan anak-anak yang sudah ada adalah penting.

Tujuannya adalah untuk mempersiapkan mereka secara emosional dan membantu mereka menghadapi perubahan yang akan terjadi dalam dinamika keluarga. Anak-anak bisa merasa lebih siap dan terlibat, serta merasa bahwa pendapat mereka dihargai.

Pro dan Kontra Diskusi dengan Anak

Mendiskusikan keputusan menambah anak tentu memiliki pro dan kontra. Di satu sisi, anak-anak yang lebih besar mungkin memiliki perasaan cemas atau takut kehilangan perhatian ketika adik baru lahir.

Jadi, dengan melibatkan mereka dalam diskusi, orangtua dapat membantu meredakan kecemasan tersebut dan memberikan pemahaman bahwa menambah anak tidak akan mengurangi kasih sayang yang mereka terima. Ini juga bisa menjadi cara untuk memperkuat hubungan antara kakak-adik sejak dini.

Namun, ada juga pandangan yang menganggap hal ini terlalu rumit. Apakah anak-anak benar-benar perlu diberi ruang untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan dalam keputusan orangtua menambah anak?

Apakah tidak lebih baik anak-anak belajar menerima bahwa beberapa keputusan memang menjadi tanggung jawab orangtua?

Toh, orangtua pada akhirnya yang akan merawat dan membesarkan anak, jadi apakah diskusi ini tidak menambah beban yang sebenarnya tidak perlu?

Beberapa ahli berpendapat bahwa keputusan untuk menambah anak harus tetap berada di tangan orangtua.

Anak-anak mungkin tidak memiliki pemahaman yang matang mengenai apa artinya memiliki adik baru, dan terlalu melibatkan mereka dalam keputusan semacam ini dapat memicu kebingungan.

Selain itu, tidak semua anak dapat menerima atau memahami keputusan orangtua, sehingga diskusi ini bisa berujung pada konflik yang sebenarnya bisa dihindari.

Karena itu pula aku menjadi bagiannya, urusan nambah anak itu wilayah aku dan suami, let it flow apalagi aku juga udah merencanakan nambah anak setelah satu tahun anak pertama, bukan tak mau ikuti anjuran pemerintah tapi aku melihat kepada kondisi usiaku yang menikah juga sudah usia 33 tahun dan bukan sesuai anjuran pemerintah juga.

Standard yang dibuat pemerintah adalah kondisi ideal tapi yang paling paham adalah diri kita yang tak berada dalam kondisi ideal tentu saja semua teori itu tak bisa dijalankan, right?

Keseimbangan dalam Parenting

Seperti dalam banyak hal lainnya dalam parenting, keseimbangan adalah kunci.

Meskipun orangtua memiliki hak untuk mengambil keputusan mengenai keluarga mereka, melibatkan anak-anak dalam percakapan mengenai perubahan besar dalam keluarga bisa menjadi langkah yang baik, selama dilakukan dengan tepat. 

Anak-anak tidak perlu diberikan hak veto atas keputusan orangtua, tetapi mereka dapat diberi ruang untuk mengungkapkan perasaan mereka dan dipersiapkan secara emosional untuk menyambut anggota keluarga baru.

Orangtua bisa menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan anak-anak mengenai arti tanggung jawab, kasih sayang, dan pentingnya keluarga. Dengan cara ini, anak-anak bisa merasa dihargai, tetapi juga diajarkan bahwa tidak semua keputusan dalam keluarga ada di tangan mereka.

Aku pun demikian, ketika aku memberi anak pertama adik, seiring sejalan aku mengajarkan kepada si sulung bahwa dia memiliki adik, bagaimana aku juga berusaha adil dalam memberi perhatian.

Aku juga ketika memutuskan akan menambah anak juga ragu kepada diriku "mampukah aku memberikan kasih sayang yang sama? Makanya menurutku ngapain diskusi sama si bocil?

Dalam parenting modern, komunikasi memang menjadi salah satu elemen penting dalam hubungan keluarga.

Namun, apakah setiap keputusan, termasuk menambah anak, perlu dibicarakan dengan anak-anak? 

Jawabannya mungkin bergantung pada setiap keluarga. Aku pribadi merasa perlu untuk melibatkan anak dalam diskusi ini, sementara yang lain merasa bahwa hal tersebut bukanlah prioritas.

Pada akhirnya, menambah anggota keluarga adalah keputusan besar yang mempengaruhi semua orang dalam keluarga.

Apakah perlu mendiskusikan hal ini dengan anak-anak atau tidak, yang terpenting adalah menjaga komunikasi yang baik dan memastikan bahwa setiap anggota keluarga merasa dihargai dan dicintai.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Nambah Adik Perlu Diskusi Dulu Nggak Sih? Parenting Modern Kok Ribet!"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Kata Netizen
Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Kata Netizen
Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau