Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indah Novita Dewi
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Indah Novita Dewi adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Swasembada Pangan dalam Pemerintahan Prabowo

Kompas.com - 16/03/2025, 15:56 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pemerintahan Prabowo-Gibran telah berjalan hampir empat bulan dengan menjunjung delapan misi atau biasa disebut Asta Cita. Delapan misi tersebut diterjemahkan dalam 17 program prioritas.

Dari kedelapan misi tersebut, misi kedua sangat menarik yaitu: Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

Swasembada pangan merupakan hal yang mudah diucapkan, namun agak sulit dilaksanakan. Dalam sejarah kehidupan Negara Indonesia, swasembada pangan (beras) pernah dicapai pada Tahun 1984. Pada saat itu Negara Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berhasil memproduksi cukup pangan untuk rakyat.

Namun, swasembada pangan yang membanggakan tersebut tidak dapat bertahan lama, melainkan hanya beberapa tahun saja diakibatkan masalah cuaca, lahan, dan infrastruktur.

Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk mencapai kembali swasembada pangan paling lambat 4 - 5 tahun ke depan. Indonesia harus segera melepaskan diri dari ketergantungan impor dan mampu memproduksi pangan secara mandiri.

Kontribusi Kehutanan

Dalam mencapai swasembada pangan, terdapat dua rancangan proyek strategis yang dapat dilakukan oleh sektor kehutanan.

Pertama adalah agroforestri untuk ketahanan pangan, yang kedua ketahanan pangan lokal berbasis Perhutanan Sosial.

Pola agroforestri dalam pengelolaan hutan telah dilakukan sejak lama. Dulu disebut tumpangsari.

Konsepnya adalah menanam tanaman kehutanan/tanaman kayu-kayuan yang dikombinasikan dengan tanaman semusim atau tanaman pangan.

Sehingga di area hutan dengan pepohonan kayu, masyarakat juga dapat memanen tanaman pangan seperti jagung, ubi, umbi-umbian, dan empon-empon.

Perhutanan Sosial adalah konsep pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan.

Masyarakat diberikan legalisasi untuk mengelola lahan hutan, dan mengembangkan berbagai jenis pangan lokal. 

Konsep pangan lokal ini menggarisbawahi bahwa swasembada pangan kali ini tidak akan terfokus pada beras, karena pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan keragaman tinggi termasuk keragaman makanan pokoknya. 

Pengembangan pangan lokal akan mendukung diversifikasi pangan sehingga tujuan swasembada pangan akan lebih masuk akal dapat tercapai hanya dalam hitungan 4 atau 5 tahun.

Upaya yang Telah dilakukan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Sektor Kehutanan  

Sebenarnya bukan kali ini saja sektor kehutanan berkontribusi dalam swasembada pangan. Pada bulan September 1995, Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Urusan Pangan dan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengeluarkan keputusan bersama tentang Pengembangan Hutan Cadangan Pangan.

Berbagai proyek strategis dilaksanakan demi mendukung Pengembangan Hutan Cadangan Pangan antara lain: pengembangan tanaman bawah tegakan, pembuatan areal model hutan cadangan pangan, pengkayaan jenis tanaman pangan, dan intensifikasi tumpangsari.

Salah satu hasil penelitian lembaga litbang kehutanan saat itu, yaitu BTPDAS Ujung Pandang (2000), mengungkapkan bahwa kontribusi hutan cadangan pangan terhadap pendapatan petani di Kelurahan Rampoang, Kecamatan Wara Utara, Kabupaten Luwu sebesar Rp571.928 atau 7% dari seluruh pendapatan petani.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau