Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indah Novita Dewi
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Indah Novita Dewi adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Swasembada Pangan dalam Pemerintahan Prabowo

Kompas.com - 16/03/2025, 15:56 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Namun, sulit itu bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Sosialisasi dan pembiasaan harus dilakukan dan dimulai dari pimpinan tertinggi.

Mulailah pemerintah menormalisasi untuk acara-acara di kementerian, jamuan makan di istana, rapat anggota dewan misalnya, dengan hidangan-hidangan pangan lokal non beras.

Kapurung, papeda, barobbo, tinutuan, nasi jagung, sup ubi, mie cakalang, tiwul dan banyak lagi jenis pangan lokal yang dapat menjadi pilihan.

Tunjukkan itu semua pada rakyat dengan mengunggahnya di media sosial. Jika pimpinan memberikan contoh, masyarakat pasti tidak enggan lagi melakukannya.

Salah satu kelemahan yang harus diperhatikan adalah pengolahan bahan makanan menjadi bahan setengah jadi.

Sebagian besar hasil panen tanaman pangan dimakan seperti apa adanya. Jagung dimakan dalam bentuk jagung, singkong dalam bentuk singkong, sagu dalam bentuk pati hasil pemrosesan batang sagu. Pengolahan bahan pangan menjadi bahan yang dapat  disimpan dalam jangka panjang, dan diproses dengan mudah, perlu untuk dipikirkan.

Perlu diperkuat industri pangan yang dapat mengubah jagung menjadi butiran-butiran yang lebih mudah dimakan.

Mungkin awalnya dicampur dengan beras dan menjadi beras jagung yang dimakan sebagai nasi jagung.

Singkong diproses menjadi beras singkong. Sebenarnya sudah ada beras singkong yang diproduksi dalam kemasan instan dan dijual di supermarket. Harganya konon lebih mahal daripada beras padi. Per kilo beras singkong dibandrol Rp50.000 (Misbah, 2024).

Harga yang relatif mahal mungkin karena diproduksi dalam jumlah terbatas sedangkan permintaan tinggi. Jika ada dukungan pemerintah pada industri pengolahan pangan, mungkin dapat menekan harga sehingga menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat.

Penutup

Di atas semua konsep tentang bagaimana mencapai swasembada pangan yang sering didiskusikan di ruang-ruang publik maupun dalam opini-opini surat kabar, yang lebih penting lagi adalah iktikad baik dan niat sungguh-sungguh pemerintah dalam mensukseskan swasembada pangan. 

Kita bangsa besar dengan jumlah penduduk yang banyak. Janganlah jumlah penduduk tersebut membuat kita goyah, tetapi justru anggaplah sebagai modal dasar.

Jumlah penduduk yang besar adalah sumber tenaga kerja lokal yang bisa kita manfaatkan untuk pengelolaan lahan tanaman pangan. Jumlah penduduk juga merupakan pangsa pasar dari hasil budidaya tanaman pangan tersebut.

Kita kelola dari kita dan untuk kita. Dengan dukungan dari pemerintah mulai dari pimpinan tertinggi sampai tingkat RT, ditambah satker-satker  terkait di daerah, maka penulis yakin, Indonesia dapat mencapai swasembada pangan kembali.

Jika tercapai, mampu mempertahankannya hingga hitungan dekade. Semoga. InsyaAllah.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kontribusi Sektor Kehutanan untuk Swasembada Pangan"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau