Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indah Novita Dewi
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Indah Novita Dewi adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Swasembada Pangan dalam Pemerintahan Prabowo

Kompas.com - 16/03/2025, 15:56 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Hutan cadangan pangan yang dimaksud ditanami sayur-sayuran dan jagung di sela-sela tanaman kayu jati putih. Petani memanfaatkan hasil panen untuk dijual (53,2%) dan cadangan pangan keluarga (47%).

Pada lokasi lainnya yaitu di Desa Buntuawo, Kecamatan Lamasi, Kabupaten Luwu, dengan jenis komoditi sagu, kontribusi hutan cadangan pangan terhadap pendapatan total petani sebesar Rp2.917.448 (41,8%) dari total pendapatan petani.

Pemanfaatan hutan cadangan pangan monokultur berupa sagu ini sebagian besar dijual yaitu 82,5% dan sisanya sebagai cadangan pangan keluarga (17,5%). 

Bagaimana agar Swasembada Pangan Tercapai di Era Pemerintahan Prabowo Subianto

Kontribusi sektor kehutanan dalam mensukseskan swasembada pangan tentunya diawali dengan identifikasi kawasan hutan yang memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi penanaman tanaman pangan. 

Kawasan Perhutanan Sosial di Indonesia sampai Agustus 2024 mencapai 8.018 juta hektare sehingga sebagian pasti memungkinkan untuk dijadikan lokasi penanaman tanaman pangan.

Selama ini petani Perhutanan Sosial telah melakukan kegiatan penanaman tanaman pangan, nantinya akan memudahkan distribusi bibit tanaman pangan dari pemerintah kepada kelompok-kelompok PS.

Dari Kementerian, bantuan bibit dapat didistribusikan ke Balai Perhutanan Sosial atau langsung ke Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) melalui Dinas Kehutanan Provinsi. Dari Balai Perhutanan Sosial dan KPH, bibit dapat langsung didistribusikan pada kelompok. Kolaborasi dengan Kementerian Pertanian juga sebaiknya dilakukan untuk memperoleh bibit tanaman pangan yang unggul.

Demikian pula saat pelaksanaan budidaya penanaman tanaman pangan di sela-sela tanaman kayu, kolaborasi antara Penyuluh Pertanian dan Penyuluh Kehutanan sebaiknya dilakukan, agar upaya yang dilakukan mendapatkan hasil yang baik.

Setelah tanaman pangan dipanen, tentunya perlu dipikirkan juga proses distribusi pemasaran agar petani mendapatkan keuntungan, dan hasil panen dibeli oleh orang-orang yang memang membutuhkan.

Jika kemudian terjadi surplus panen harus dipikirkan juga bagaimana mengolah hasil panen supaya tidak mudah rusak, misalnya dengan mengolahnya menjadi bahan setengah jadi.

Jika ditelusuri, program-program yang dicanangkan pemerintah selama ini, yang bertujuan untuk ketahanan pangan maupun swasembada pangan, tidaklah sedikit.

Apalagi sumber daya lahan di Indonesia sebenarnya sangat mendukung untuk dilakukan penanaman tanaman pangan skala besar. 

Namun selama ini hasilnya tidak pernah bergaung. Yang terdengar malah impor kebutuhan pokok selalu dilakukan setiap tahun.

Ke mana hasil panen masyarakat? Kurangkah? Apakah proses pendistribusian sudah berjalan dengan baik? Apakah petani memperoleh harga yang layak?

Swasembada pangan dapat tercapai jika diawali dengan pemahaman bersama bahwa yang dimaksud pangan bukan melulu beras.

Pangan lokal seperti sagu yang menjadi makanan pokok di Kabupaten Luwu, dan mungkin sebagian masyarakat Indonesia Timur lainnya, dapat menjadi pengganti beras.

Jagung, singkong, aneka palawija yang selalu dibanggakan bahwa setiap daerah memiliki pangan lokalnya sendiri-sendiri, bisa dihidupkan kembali! Jangan biarkan masyarakat selalu tergantung pada beras.

Pasti sangat sulit mengubah habit yang sudah terbentuk dan mendarah daging selama ratusan tahun. Kalau belum makan nasi, ya belum makan namanya. Padahal sudah makan jagung 5, kentang 5 dan singkong 5.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau