
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ada yang datang juga ke Indonesia International Book Fair (IIBF) 2025? Belanja berapa buku kemarin? Pengalaman apa yang bisa dibawa pulang, dan kegiatan menarik apa yang menanti pengunjungnya?
Pagi itu saya berangkat dengan semangat berbeda. Ada agenda spesial: menghadiri salah satu pameran buku terbesar di Indonesia, Indonesia International Book Fair (IIBF) 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC) pada 25–28 September 2025.
Bagi para pencinta literasi, IIBF tentu bukan hal asing. Namun bagi saya, Jumat 26 September 2025 menjadi momen pertama yang terasa istimewa: akhirnya saya bisa benar-benar hadir.
Tahun-tahun sebelumnya, niat selalu terhalang pekerjaan. Kali ini, saya bisa meluangkan waktu dari pagi hingga menjelang sore untuk menikmati suasana penuh buku, ilmu, dan inspirasi.
Kenapa Memilih Datang ke IIBF 2025?
Alasan saya datang ke IIBF 2025 sederhana tapi istimewa. Pertama, karena saya berkesempatan menjadi salah satu IIBFluencer 2025 bersama teman-teman pencinta buku lainnya.
Kedua, saya penasaran ingin melihat sendiri seberapa meriah acara ini. Ketiga, lokasi JICC yang strategis memudahkan akses dengan Transjakarta maupun MRT—tinggal turun di halte terdekat dan sedikit berjalan kaki.
Bersama seorang teman blogger, Kak Rere, kami berangkat naik KRL, transit ke MRT, lalu berjalan kaki menuju JICC. Tiba sekitar pukul 09.50 WIB, suasana masih lengang dan menyenangkan.
Serunya Menjelajahi Booth dan Kegiatan IIBF
Memasuki area pameran, saya langsung disambut spot foto khas IIBF 2025. Ada booth-booth menarik yang beragam: mulai dari yayasan literasi, galeri lukisan, hingga “Start Books” yang penuh buku berbahasa asing dan perlengkapan alat tulis.
Tak jauh dari sana ada booth Kementerian Kebudayaan RI dan area khusus anak. Booth-booth penerbit besar seperti Gramedia, Mizan, BIP, Grasindo, hingga penerbit luar negeri dari Malaysia, Jerman, China, Jepang, Turki, dan lainnya juga hadir.
Yang menarik, ada pula penerbit indie seperti Komunitas Bambu, Marjin Kiri, dan Rabbit Hole. Sementara itu, stand media seperti Kompas, Tempo, hingga Antara News turut meramaikan. Rasanya seperti bertemu dunia literasi dalam satu atap.
Pengalaman berkesan lainnya: saya dan Kak Rere mendapat tiga buku gratis dari penerbit asal Turki. Saya juga sempat mampir ke booth Jerman (Goethe-Institut), China, hingga Jepang yang menawarkan diskon besar-besaran.
Di area “zona kalap” saya tergoda berbagai judul buku: novel, buku pengembangan diri, kamus, hingga buku anak-anak.
Akhirnya saya memilih beberapa buku incaran lama yang sedang diskon, termasuk karya J.S. Khairen dan buku-buku bertema sosial seperti “Gaza Surat Cinta yang Ditulis dengan Luka”.